Oleh: M Rizal Fadillah
Ini ceritra lokal tapi bergaung Nasional. Penangkapan Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar oleh KPK. Peristiwa biasa yang menghiasi dunia jabatan yang tidak "husnul khotimah".
Banyak pejabat pusat ataupun daerah yang mengalami hal yang sama, berurusan dengan KPK karena dugaan korupsi. Yang menarik adalah ekspresi kegembiraan masyarakat Cianjur atas tertangkapnya sang pemimpin daerahnya tersebut. Secara demonstratif sebagian dari komunitas warga mengadakan acara syukuran.
Yang unik viral di medsos, Bupati Cianjur ini beberapa waktu sebelum OTT oleh KPK secara jelas dan terang terangan nampak mengarahkan para Ketua RW dan RT agar dalam Pilpres 2019 nanti memilih Capres petahana. Bahkan bagi yang membelot akan "ditagih di akherat". Ekspresi peserta rapat ada yang menggambarkan sikap tak suka pada arahan tersebut. Pak Bupati memang tergambar sangat "menjilat" Presiden.
Gembira atau bahagia ketika pemimpin menderita adalah ironi. Bukan empati, justru "disyukuri". Ini pelajaran berharga bagi siapapun pemimpin di negeri ini. Pemimpin yang baik adalah yang disukai dan dicintai, pemimpin yang merasakan kesulitan rakyatnya.
Berlaku adil dan berjuang bersama. Bukan berlaku zalim dan gemar menggiring dan mengarah-arahkan. Masyarakat dan bawahan itu bukan obyek tapi mitra. Kita sering melihat kepala daerah angkuh dan sok menjadi komandan pada aparat bawahannya. Memerintah ini dan itu, padahal kursi jabatannya itu baru saja diduduki.
Kepemimpinan yang tidak adil akan diberi sanksi oleh Allah SWT.
"Sesungguhnya manusia yang dicintai Allah di hari kiamat dan dekat dengan Allah adalah pemimpin yang adil, sedangkan manusia yang dibenci Allah di hari kiamat dan jauh dari Allah adalah pemimpin yang tidak adil (zalim)" (HR Tirmizdi).
Jika Allah sudah benci dan dijauhkan si pemimpin, maka hamba-hamba Allah pun akan membenci dan menjauhinya pula. Tak ada orang yang suka pada pemimpin sombong dan tidak adil. Apalagi pembohong.
Spesial bagi pemimpin yang membohongi rakyatnya, maka laknat Allah dikenakan padanya. Tempatnya pun Neraka. "Siapapun pemimpin yang menipu dan membohongi rakyatnya, maka tempatnya Neraka" (HR Ahmad).
Mengingat beratnya ancaman, maka janganlah pemimpin negara di berbagai tingkat mengenteng-entengkan masalahp urusan, menganggap biasa biasa saja, bahkan dusta pun dimaklumi. Toh tak ada kekuasaan yang bersih, dalihnya. Keliru besar. Justru di ranah politik dan pada jabatan yang 'terhormat' itulah banyak jurang-jurang yang bisa menjatuhkan dan menghinakannya.
Kini baru ada Bupati yang bermasalah hukum dimana rakyatnya syukuran. Nah bukan tak mungkin esok Gubernur atau Presiden yang dinilai tak adil dan abai pada masalah keumatan akan "disyukuri" juga oleh rakyatnya. Karenanya jika sudah banyak bully, karikatur, atau cuitan yang mengkritik tajam kepemimpinannya.
Lalu segala kebijakan yang diambil dirinya atau lingkarannya, selalu seperti salah terus, kontroversi, atau menciptakan kegaduhan, maka siap-siaplah ia masuk dalam kategori pemimpin pendusta, tidak becus dan tidak disukai oleh rakyat.
Nah kini repotnya adalah, bahwa ia tidak lagi berhadapan dengan manusia, Allah lah lawan tandingnya. Pasti ia akan kalah lalu kekuasaannya dicabut dengan paksa dan ia pulang dengan mengenaskan. [syahid/voa-islam.com]