View Full Version
Selasa, 25 Dec 2018

Aduh, Pak Kyai

Oleh: M Rizal Fadillah

Dua tokoh nampak secara demonstratif mempertontonkan kepada publik mengucapkan "Selamat Natal". Ketua Umum MUI yang menjadi Cawapres KH Ma'ruf Amin menyampaikan kepada "saudara-saudara kami dari kaum kristiani.." dan Menteri Agama H. Lukman Hakim yang bergaya seperti pastur dan berbahasa tertata menyampaikan ucapan serupa.

Video yang sengaja dipublikasikan tersebut menjadi viral. Berbagai komen muncul di medsos, juga di group-group WA. Umumnya mengkritisi dan menyayangkan sikap tersebut. Tidak sedikit yang jengkel dan secara emosional menyatakan murtad.

Ditengah pro kontra boleh tidak seorang muslim mengucapkan "selamat natal" yang mana situasi itu tentu disadari oleh kedua tokoh tersebut, justru keduanya dengan terang terangan, dengan pilihan kata yang apik, dan sengaja disebar lewat video, mengucapkan kalimat yang masih menjadi kontroversi di kalangan umat.

Bagaikan "menantang" suara umat. Untuk kesekian kalinya umat Islam pun merasa dipermainkan hati dan keimanannya oleh tokoh tokoh umat yang menjabat atau yang mengejar jabatan politik di negeri ini.

Sebenarnya tidak ada aspirasi yang datang dari umat kristiani bahwa mereka menuntut sikap toleran dari umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya keagamaannya.

Tak terungkap dalam media apapun. Dalam sejarah bangsa kita yang heterogen ini, ketika anutan faham keyakinan menyatakan tidak boleh mengucapkan selamat natal, umat kristiani tidak kecewa dan mempermasalahkan. Sebab disadari hal itu berakar pada keyakinan masing masing dan sangat difahami oleh kedua fihak.

Kini fenomena bagai bergeser. Dasarnya adalah kehilangan rasa percaya diri. Bahwa yang namanya menghargai itu caranya mesti "involved". Toleransi itu mesti ikut dalam ruang orang lain. Simpati itu mesti terlihat melalui kata. Tak cukup dengan sikap saling mengerti.

Agama menjadi ruang yang semakin terbuka untuk bebas ditafsirkan, dimain-mainkan, diobrak abrik, bahkan bisa dibanting banting pula. Tokoh tokoh umat mulai kehilangan wibawa, muru'ah dan penghargaan atas agamanya sendiri. Terlalu kasar bila disebut melacurkan diri. Ada situasi 'minderwardig' nampaknya pada tokoh tokoh umat itu.

Menteri Agama menambah predikat pandangan masyarakat sebagai menteri yang empati pada lgbt, mendukung faham syiah, hingga toleransi yang kebablasan.

Ketum MUI menjadi figur yang diprihatinkan umat karena semakin tua bukan semakin tawadhu tapi semakin ambisi pada jabatan, merendahkan keulamaan, dan kini masuk dalam jeratan "pergaulan bebas" politik. Mengorbankan kehati hatian dalam beragama.

Meski khawatir pada ujung kehidupan yang buruk, umat tentu berdoa agar para pimpinan umat Islam itu "husnul khotimah". Allah lah Rabb yang memberi hidayah. Aduh, Kyai. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version