Oleh: Safitri Fathin (Pemerhati Umat)
Disini kita bisa menghela nafas, menghirup kebebasan, apapun agama kita. Namun di Xinjiang, Cina Barat, saudara seiman muslim Uyghur tercekat nafasnya menanti ajal. Jerit itu mungkin tak sampai ke telinga kita, tapi cukup berita-berita yang tersebar membuat mata kita terbuka.
Bermula pada tahun 2009 saat konflik itu pecah. Sejumlah serangan teroris terjadi selama dekade terakhir, dan pemerintah menuding separatis di Xinjiang dan sekitarnya adalah pelakunya. Sekitar 200 orang -sebagian besar warga suku Han- tewas dalam kerusuhan di Urumqi, ibukota di sana. (bbc.com) Negara meneror warga sipil, membunuhi mereka dengan brutal, menahan siapa pun yang muslim, secara sewenang-wenang.
Pada Agustus 2018, sebuah komite PBB mendapat laporan bahwa hingga satu juta warga Uighur dan kelompok Muslim lainnya ditahan di wilayah Xinjiang barat, dan di sana mereka menjalani apa yang disebut program 'reedukasi, atau 'pendidikan ulang'.
Mereka ditahan dan dipisahkan antara anak dengan ayah ibunya, didoktrin agar mau menerima ideologi komunis dan menanggalkan apa yang mereka yakini. Jika menolak apa yang diperintahkan, artinya bersiap mendapat amukan. Mereka meronta, disiksa tanpa ampun. Tak sedikit warga yang diculik, dijebloskan ke penjara dengan dalih membersihkan benih-benih separatis. Selain itu mereka dipaksa minum alkohol dan makan daging babi. Banyak kaum wanita sekarat karena kejamnya pemerkosaan, ditarik ulur nyawanya tanpa belas kasih.
Sejumlah mantan tahanan mengatakan kepada kami tentang penyiksaan fisik maupun psikologis yang mereka alami di kamp-kamp penahanan. Seluruh keluarga mereka lenyap, dan mereka mengatakan bahwa para tahanan disiksa secara fisik dan mental. Kami juga melihat bukti dari berlangsungnya pengawasan nyaris total terhadap warga Muslim di Xinjiang. (bbc.com)
Dimana Tentara dan Penguasa Muslim?
Idealnya ketika seorang muslim melihat saudaranya didzolimi adalah berupaya untuk membela. Karena sesama muslim adalah saudara, sedangkan umat Islam keseluruhan, ibarat satu tubuh. Dimana ketika satu anggota tubuh sakit, anggota tubuh lain merasakan sakitnya. Namun sayangnya, sekat nasionalisme menjadikan umat Islam Impoten. Tak bisa merasakan derita saudara yang lain, dengan dalih mereka bukan bagian dariku.
Tentara muslim pun lumpuh tak bisa mengangkat senjata melawan musuh Islam. Jumlahnya banyak, namun seperti buih di lautan, tak berpengaruh dan mudah terpecah.
Semua ini tersebab Nasionalisme yang membatasi gerak kita hanya di negara tempat kita tinggal. Kita dipaksa untuk tak ikut campur dengan konflik yang terjadi di negara sebrang.
Selain itu pemilik kuasa yang harusnya mampu menggerakkan pasukan, nyatanya lebih memilih bergeming dan menutup mata.
Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) Syafti Hidayat menduga, hubungan kedekatan antara kedua pemerintahan RI-China saat ini yang membuat Jokowi enggan melakukan protes.
“Karena kedekatan pemerintah Jokowi dengan China. Jokowi tak mau hubungannya terganggu dengan China gara-gara kelompok muslim Uighur,” ucapnya saat berbincang dengan redaksi, Jumat (14/12).
Desakan masyarakat pada penguasa untuk mengirimkan bantuan hanya sekedar harap. Karena kini penguasa sudah digandeng mesra, dirayu dan dimanja dengan kemudahan hutang sehingga tunduk pada Cina.
Sistem Islam Tuntaskan Permasalahan
Xinjiang sama dengan Palestina, Yaman atau Khasmir, merupakan tanah milik umat Islam yang terjajah.
Dunia dan PBB telah mengakui penjajahan ini. Namun tak ada satupun negara yang mampu mengentaskan penindasan yang sudah mencengkram kuat. Pegiat HAM mendadak bisu tak bersuara.
Padahal Islam tak pernah menghendaki ada wilayah yang terjajah, melainkan ingin setiap tanah milik muslim dibebaskan.
Xinjiang dan tanah muslim lain yang terjajah tidak akan bisa dibebaskan kecuali ketika umat sadar pentingnya persatuan. Muslim harus sadar akan perlunya terlibat politik dan menggabungkannya dengan spiritual. Dari sini ruh untuk mengurui urusan umat pun terangkat.
Dengan persatuan ini kekuatan mampu dihimpun untuk menumbangkan musuh-musuh Islam. Negara Islam akan menghapus batas-batas kebangsaan yang menghalangi muslim untuk merdeka, memerangi siapa pun yang melakukan penindasan pada saudara seiman. Dengan dakwah dan jihad, Islam mulia dan pemeluknya terjamin aman.
Bagaimana dengan komunis dan kapitalis? Melanggengkan institusi aturan buatan manusia, artinya mengamini adanya penjajah yang menjarah tanah-tanah di negeri Islam. [syahid/voa-islam.com]