Oleh: Rika Yuliana (Mahasiswi UIN Antasari Banjarmasin)
Hanya tinggal beberapa bulan lagi, Indonesia akan kembali mengadakan pemilu atau yang biasa disebut pesta demokrasi. Tentunya seperti biasa yang diketahui menjelang pemilu akan ada kampanye dari kandidat yang akan terpilih.
Selain itu juga akan ada perdebatan-perdebatan antar pendukung dari kubu yang memilih A ataupun B, dimedia sosial bahkan didunia nyata. Namun hal semacam ini sudah lumrah terjadi setiap akan menjelang pemilu.
Begitu pula dengan persiapan-persiapan yang disiapkan oleh komisioner KPU RI untuk melaksanakan pemilu dimulai dari persiapan kertas, tinta, kotak suara, transportasi dan lain sebagainya.
Namun, ada yang berbeda pada pemilu kali ini, yakni kotak suara yang biasa dipakai terbuat dari aluminium namun sekarang diganti dengan kotak kardus. Semula penggantian kotak suara dengan kardus ini hanya berupa usulan. Namun, ternyata usulan tersebut disepakati.
Komisi pemilihan umum (KPU) menjelaskan kotak suara untuk pemilu 2019 berbahan dupleks atau karton kedap air. “Karton dupleks berbeda dengan kardus kemasan sekunder mie instan atau air mineral dalam kemasan.” kata komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi kepada detikcom, minggu (16/12/2018).
“Pada pilkada serentak 2015, 2017, dan 2018, kekurangan itu juga ditutupi dengan kotak berbahan kardus. Jadi, bahan kardus ini sudah lama dipakai, tapi baru untuk menutupi kekurangan. Dan dulu-dulu nggak ada yang rebut seperti ini”. Tambah Pramono sembari menerangkan transisi penggunaan kotak suara yang awalnya berbahan aluminium.
Mengenai soal kekuatan kotak pemilu dari kardus, Pramono berkata, “Soal kekuatan, kotak ini kuat menahan beban lebih dari 80 kilogram, soal air (hujan, sungai, laut) perlu dipahami bahwa surat suara dalam kotak itu sejak dulu dimasukkan dalam amplop besar, lalu dibungkus plastik. Lalu dalam proses distribusi kotak suara juga dibungkus plastik”.
Ketentuan mengenai spesifikasi teknis kotak suara ‘kardus’ juga dituangkan dalam PKPU Nomor 15/2018 tentang norma, standar, prosedur, kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan pemilihan umum. KPU mengingatkan bahwa keamanan kotak suara kembali kepada integritas penyelenggarahingga partisipasi public.
Ketua KPU Kudus Naily Syarifah awalnya memaparkan jika bahan yang digunakan untuk membuat kotak suara itu bukan dari kardus biasa. Dikesempatan itu pihaknya KPU Kudus lantas membuktikan sejauh mana kekuatan kotak suara itu dengan cara mendududukinya. Yang pertama menduduki kotak suara tersebut ialah Naily, ia menduduki kotak tersebut kemudian kotak itu diangkat oleh dua orang, kotak tersebut tampak tidak rusak ataupun jebol. (detikcom, 16/12/2018).
Selanjutnya Dandim 0722/Kudus Sentot Dwi Purnomo juga turut mencoba dan membuktikan kekuatan dan ketahanan dari kotak suara itu. Kotak suara pun dibalik dengan alas yang menjadi tumpuan beban adalah bagian bawahnya. Sentot kemudian menduduki kotak suara itu, ia juga berdiri diatasnya dan tidak terjadi apa-apa pada kotak suara itu.
Namun ketika ia kembali mencoba dengan cara mendudukinya sembari mengangkat kedua kakinya bagian kotak suara itupun jebol. Diketahui yang menjadi penyebabnya ialah karena bagian samping kotak yang terikat tali itu jebol. (kompas.com)
Sebelumnya sekjen partai gerindra Ahmad Muzani menyusulkan agar KPU mengganti kotak suara tersebut. Muzani merasa khawatir karena kotak suara itu terkesan mudah rusak ketika kena air. “Kami minta dengan hormat. Apakah itu dimungkinkan kotak suara dari kardus. Walaupun KPU berkali-kali mengatakan kardus itu kuat tapi kesannya kardus itu kalau kena hujan pasti habis”. Kata Muzani. (tribunnews.com)
Dengan menggunakan kotak suara dari kardus, hal ini memungkinkan adanya tindakan-tindakan ketidakcurangan terhadap suara yang diperoleh nanti. Karena bahan kardus tersebut membuka peluang besar untuk memanipulasi hasil suara yang diperoleh.
Padahal dalam Q.s al Maidah ayat 8 telah diterangkan bahwa “wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan juangkanlah kebencian mu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (Q.S Al Maidah 8)
Hal ini wajar saja terjadi akibat penerapan sistem kapitalis-sekuler. Yang mana salah satu asasnya adalah memisahkan agama dari kehidupan. Jadi, jangankan perorangan, kelompok pun tidak takut melakukan kecurangan. Sebab, fondasi aqidah mereka lemah. Mereka juga hanya sekedar tahu tapi belum paham bahwa Allah itu mengawasi setiap gerak-gerik hamba-Nya tanpa terlewat sedikitpun.
Belum lagi masyarakat yang sekarang apatis. Tidak perduli dengan urusan orang. Asalkan yang berbuat jahat itu bukan dirinya. Padahal, kejahatan atau kemaksiatan itu akan menimpa diri mereka sendiri nantinya. Tentu berbeda dengan masyarakat dalam sistem Islam yang karakternya mencegah dari kemungkaran dan mengajak kepada kebaikan.
Apalagi, Negara yang menerapkan syariah Islam akan menindak tegas dan memberikan hukuman yang menjerakan kepada siapa saja yang berbuat curang tanpa memandang status, agama, suku ras, dan lain sebagainya.
Bahkan Rasulullah saw saja meminta memotong tangan anaknya, Fatimah jika dia memang mencuri. Tidak seperti sekarang hukum ini yang tumpul ke atas tapi tajam ke bawah. Oleh karena itu, kejujuran hanya bisa terwujud jika syariah Islam diterapkan secara kaffah. Wallahu a’lam bis shawab’. [syahid/voa-islam.com]