View Full Version
Kamis, 03 Jan 2019

Kok, Dianggap Enteng

Oleh: M Rizal Fadillah

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengingatkan bahaya proxy war yang dimainkan Cina. Menteri Pertahanan Keamanan Ryamizard Ryacudu menyatakan adanya fenomena kebangkitan PKI dan Komunisme.

Simbol Palu Arit menyebar di masyarakat, buku-buku PKI dan faham komunis dan marxis dijual bebas di toko toko buku, Pusdikkum TNI AD di Bandung membuat spanduk Waspada PKI Gaya Baru.

Sementara itu kader politik PDIP terang terangan membuat buku bangga menjadi anak PKI, menghadiri rapat kelompok 'alumni PKI', menantang "Jika PKI bangkit, apa salahnya" serta sang Ketum Partai minta Jokowi memecat anggota TNI atau Polri yang men"sweeping" atribut PKI yang marak.

Kritikus yang mengingatkan dan menyentil Presiden soal PKI seperti Alfian Tanjung, Tamim Pardede, Bambang Tri dipenjara hingga kini. Amien Rais mensinyalir suasana sekarang seperti menjelang G 30 S PKI. Mayjen Purn Kivlan Zein terus mengingatkan bahaya kebangkitan PKI meski tekanan pada dirinya juga dirasakan.

Partai Komunis Cina "silaturahmi" akrab di Istana Jokowi. Kader partai dikirim dan dibina ke dan oleh Partai Komunis Cina. Aparat penegak hukum konon juga "sekolah" di Beijing. Betapa eratnya hubungan Partai Komunis Cina (PKC) dengan petinggi negara kita.

Di tengah situasi seperti ini pimpinan negara, termasuk Presiden nampaknya masih menganggap enteng PKI dan komunisme. Kata Panglima tidak mungkin PKI hidup di negara Pancasila. Lupa dulu waktu PKI berontak juga dasar negara kita adalah Pancasila, bahkan buku Aidit berjudul "Membela Pantjasila".

Presiden Jokowi lebih menekankan bahaya radikalisme daripada Komunisme. Tanpa bisa mengangkat bukti apa, siapa, dan bagaimana Radikalisme yang dimaksud. Sementara Komunisme lebih mudah dilihat dan dibuktikan ancamannya.

Di medsos masih muncul tantangan pada pribadi Presiden untuk menujukkan silsilah keturunannya. Si penulis seolah meyakini nasab Jokowi berkaitan dengan pejuang PKI. Namun itu pun dianggap enteng saja, padahal menjadi isu sensitif yang dihubungkan dengan fenomena kebangkitan PKI dan pengembangan Komunisme selama ini. Bagusnya jawab dan klarifikasi. Bila tuduhan hoax, klarifikasi tersebut akan membangun simpati.

Sikap menganggap enteng kebangkitan PKI dan Komunisme ini dapat dianalisis dari tiga aspek, yaitu :

Pertama, memang petinggi negara itu tidak tahu bahwa PKI telah melakukan infiltrasi ke Pemerintahan. Pembisik "orang PKI" telah berhasil menina bobokan dan meyakinkan tidak adanya gerakan komunisme. Pembodohan tingkat tinggi telah terjadi. Dahulu pun sekelas Bung Karno saja masih bisa "dibodohi" dan dipengaruhi.

Kedua, memang figur figur inti negara ini adalah bagian dari jaringan kolaborasi dan konspirasi. Mencoba meredam publik seolah tak ada kebangkitan PKI. Hal ini agar reaksi dan kekhawatiran dapat diantisipasi dan ditutupi. Dengan menganggap enteng masalah PKI dan Komunisme, maka masyarakat diharapkan menanggapi isu yang berkembang itu sekedar isapan jempol. Komunis adalah gerakan bawah tanah. Operasi senyap.

Ketiga, ada semangat baru untuk mengkristalisasi tiga kekuatan aliran politik yaitu nasionalis, agama, dan komunis. Nasakom ingin dihidupkan kembali dan jika ada dari kalangan agama yang menentang agenda ini akan masuk dalam kategori Islam Sontoloyo.

Karenanya spirit bangkit PKI dan Komunisme memang sengaja dibiarkan, bahkan difasilitasi. Adanya hambatan perundang-undangan akan terus diperjuangkan agar dapat dihapuskan dengan alasan bertentangan dengan asas kebebasan berserikat dan berpendapat.

Sekali lagi waspadai kebangkitan PKI dan penyebaran faham Komunisme. Hentikan kepemimpinan yang memberi peluang. Jika berlanjut umat dan rakyat mesti bersiap membentuk front front perjuangan anti PKI dan Komunisme. Anak cucu kita semua yang tengah kita selamatkan dari bahaya dan kejahatan Komunisme.

Jangan takut, jangan lemah Allah bersama kita. Allahu Akbar. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version