View Full Version
Kamis, 10 Jan 2019

Nasib di Bawah Rezim Anti Kritik

Oleh:  Ifa Mufida*

Kejadian-kejadian dari kebijakan rezim pemerintahan saat ini seolah membuat rakyat harus terus mengelus dada. Setiap hari selalu disuguhi dengan hal-hal yang tak lazim dilakukan oleh seorang penguasa yang seharusnya menjadi pelayan rakyat. Nyatanya, rezim ini lebih memilih untuk menjadi pelayan dari orang-orang yang berkepentingan di sekitarnya. Segala kebijakan yang ditelorkan oleh rezim ini bukannya mensejahterakan  justru membuat rakyat menjerit.

Sungguh miris, rezim penguasa ini membungkam kritik dan nasihat dari rakyaknya sendiri. Seperti yang dialami oleh Muhammad Said Sidu, yang diberhentikan dari jabatan komisaris BUMN. Pemberhentian Said Didu ini  yang diketahui karena Said Didu mengkritik keras masalah Kebijakan Pemerintah divestasi saham freeport. Said Didu menuliskan dalam tweetnya  soal pembelian saham,  dapak lingkungan, pajak, hingga mengenai pengendali freeport. Said Didu juga mengkritik mengenai Freeport Mc Moran yang akhirnya dapat menghindar dari sanksi lingkungan terkait dengan pengelolaan limbah.

Said Didu mengakui bahwa dirinya memiliki pandangan berbeda terkait akuisisi Freeport. Karena menurutnya terdapat potensi yang menimbulkan permasalahan bagi PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dalam jangka pendek. Ia menilai Inalum tidak memiliki kecukupan dana untuk membayar utang baik pokok dan bunga. Karena untuk membeli 51% saham Freeport, Inalum sudah utang US$ 4 miliar. Lalu Inalum akan pinjam lagi untuk membangun smelter dan tambang bawah tanah. Dengan kondisi seperti ini, pada 2019 Inalum berpotensi mengalami kesulitan keuangan.

Menurut Said Didu,  dalam konteks transaksi pembelian 51% saham tersebut justru cenderung menguntungkan Freeport McMoRan. Seperti misalnya mendapatkan kepastian operasi hingga 2041, dapat uang tunai US$ 4 miliar dari penjulan 51% saham, mendapatkan kepastian pengelolaan tambang, mendapat Kepasatian pajak, denda atas kerusakan lingkungan hidup tidak dikenakan. Sementara, pemerintah Indonesia tidak mendapatkan keuntungan maksimal dari pembelian Freeport. Maka Said melarang pemerintah untuk euforia sesaat (suara nasional.id).

Karena alasan-alasan yang dianggap bersebarangan dengan keputusan pemerintah tersebut, Said Didu akhirnya diberhentikan dari jabatannya.  Menurut Said Didu bahwa dia diberhentikan bukan karena kinerja tetapi karena tidak sejalan dengan menteri BUMN. Hal ini juga dibenarkan oleh Menteri BUMN mengenai alasan pemberhentian Said Didu karena berseberangan dengan pemerintah.

Kejadian ini menunjukkan bahwa rezim ini adalah rezim anti kritik dan pro asing. Sebab kritik tersebut dilontarkan untuk kebaikan masyarakat negeri ini, tetapi lebih memilih condomg pada kepentingan asing. Penguasa telah membungkam kritik dari masayakatnya sendiri. Bagi rezim kepentingan asing harus di atas kepentingan rakyat sendiri. Ini membuktikan bahwa kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi adalah omong kosong.

Sangat jauh berbeda ketika sistem Islam diterapkan dalam kekhilafahan. Rakyat boleh mengkritik dan menegur penguasa, bahkan boleh ditujukan langsung kepada khalifah yang memimpin. Sehingga penguasa dapat memperbaiki diri dari kebijakan yang diambilnya untuk ditinjau ulang apakah sudah sesuai dengan Islam atau tidak.

Salah satu hadits yang mendorong untuk mengoreksi penguasa, menasihati mereka, adalah hadits dari Tamim al-Dari r.a bahwa Nabi Muhammad SAW, bersabda: “Agama itu adalah nasihat”. Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?” Nabi saw bersabda: “Untuk Allah, kitab suci-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin pada umumnya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad. Lafal Muslim).

Dari beberapa buku Sarah  Hadist, dijelaskan bahwa hadist  ini mengandung penekanan akan pentingnya menasihati penguasa atau pemimpin kaum muslim. Namun, nasihat ini bukan sembarang nasihat, melainkan nasihat dengan landasan Din ini, sebagaimana permulaan kalimat hadits ini, al-dîn al-nashîhah. Mengoreksi Penguasa dikenal dengan istilah Muhasabah Lil Hukkam di dalam Islam.

Di sisi lain, Rasulullah SAW pun secara khusus telah memuji aktivitas mengoreksi penguasa zhalim, untuk mengoreksi kesalahannya dan menyampaikan kebenaran kepadanya: “Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zhalim.” (HR. Ahmad, Ibn Majah, Abu Dawud, al-Nasa’i, al-Hakim dan lainnya). Demikianlah sungguh nyata perbedaan islam dengan sistem demokrasi terlebih ketika dipimpin oleh rezim yang represif dan anti kritik seperti saat ini.

Terkait kasus Said Didu,  tak heran jika apa yang disampaikannya membuat geram penguasa. Karena dalam ekonomi kapitalisme yang dianut negeri ini, asing diberikan hak untuk menguasai sumber daya alam, sementara sistem ekonomi Islam melarang memberikan pengelolaan sumber daya alam kepada asing dan swasta.  Seperti Sabda Rasulullah SAW, “Manusia berserikat kepada tiga hal: air, padang (tanah), dan api” (HR. Abu Dawud. Ibnu Majah, Ahmad, dan Al-Baihaqi).

Sekali lagi kita dinampakkan perbedaan sistem demokrasi sekuler dengan sistem Islam. Hanya sistem Islam lah yang bisa memanusiakan manusia. Hanya sistem Islam-lah yang akan menjaga manusia dari kerusakan karena sistem ini nyata berasal dari Allah SWT, Al-Khaliq Al-Mudabbir. Islam adalah Rahmat untuk seluruh Alam, maka solusi Islam juga untuk semua baik muslim ataupun non-muslim.

Maka, Sampai kapankah kita mau dikurung oleh sistem demokrasi yang rusak ini? Mari bergegas untuk kembali kepada pangkuan Islam yang kaffah. Hanya dengan Islam yang kaffah di bawah institusi negara inilah, manusia akan sejahtera dunia dan akhirat, insya Allah. Maka sudah saatnya umat berjuang untuk menerapkan sistem Islam di negeri ini agar memberikan kebaikan dan keberkahan bagi negeri ini. Allahu a’lam Bi Showab. [syahid/voa-islam.com]

*Praktisi Kesehatan dan Pemerhati Masalah Umat


latestnews

View Full Version