View Full Version
Jum'at, 25 Jan 2019

Ilmu Kebal

Oleh: M Rizal Fadillah

Tentu kita tidak berbicara tentang dunia persilatan dimana sang pendekar kebal bacok atau goresan benda tajam lainnya. Konon ilmu kebal adalah ilmu tinggi dalam jurus jurus silat yang mesti dikuasai. Nuansanya dipastikan mistik. Di Indonesia ilmu kekebalan sering didemonstrasikan di panggung pertunjukkan.

Yang kita bicarakan adalah dunia persilatan politik. Figur yang memiliki ilmu kebal ini akan tahan kritik, dibully, atau diserang dari sisi sana sini. Hanya dalam panggung politik kebal ini memang bukan sekedar "tahan mental" melainkan dekat dekat dengan "perilaku bebal". 

Di beberapa negara seperti Korea atau Jepang sering tersiarkan seorang Kepala Pemerintahan yang gagal atau melakukan kesalahan dengan cepat ia mengundurkan diri, bahkan jika kegagalan itu memalukan, ia bunuh diri. Berbeda jauh dengan pemimpin di negara yang bersemangat melakukan revolusi mental.

Perkembangan up to date adalah pidato sumier didepan "Alumni UI" yang memprovokasi untuk tidak memilih yang tidak berpengalaman (jadi Presiden) yang maknanya secara a contrario dirinyalah sebagai petahana yang mesti dipilih.

Konten yang tidak bermutu. Selanjutnya Alumni UI ini diberi tanda kutip karena terbongkar bahwa ada banyak "kerumunan" yang hadir itu bukan alumni UI bahkan massa awam dari Cibitung dan lainnya. Ada gladi pengarahan terlebih dahulu. Disebut juga dengan massa "nasi bungkus". Alumni asli (ILUNI UI) mensomasi alumni-alumnian ini. Betapa memalukannya peristiwa tersebut. Jokowi dipermalukan timnya sendiri. Tapi rupanya ia punya ilmu kebal. Tahan malu.

Kekebalan ini adalah untuk panggung yang kesekian kali. Salah baca lafal, maju menjadi imam sementara dibelakangnya para ulama, diberi stempel "tukang bohong" karena banyak janji tak terealisasi, dikritik otoriter, tidak peduli dengan nasib muslim teraniaya di Cina, disorot tajam karena akrab dengan PKC, sok milenial ber 'bikers', dihujat saat berpose di tengah bencana, rekayasa sholat, dikritisi tak siap baca visi misi sebagai kandidat, licik mengubah menjadi pidato Presiden, debat dengan persiapan "kunci jawaban", atau gemar kabur jika datang aspirasi guru, mahasiswa atau buruh.

Media memviralkan ini dengan warna buram. Namun terus saja berulang. Tak jadi pelajaran. Inilah efek ilmu kebal yang bisa membuat bebal.

Ketika sumber hoaks tak ditemukan, maka stigma tukang hoaks dilemparkan ke kubu lawan. Sebelum diketahui jangan jangan memang bersumber dari ruangnya sendiri, maka proteksi efektif adalah lempar kotoran pada lawan. Bagai orang yang "keluar angin" sebelum orang lain "melihat" pada dirinya, dengan sigap ia bertanya lebih dulu pada kumpulan "Siapa yang 'keluar angin?"

Sehingga suasana menjadi saling curiga. Repot jika bohong jadi kebiasaan, mungkin karena kebal ini maka tak merasa berbohong lagi. Teori argentum ad nausem Joseph Goebbels ahli propaganda Nazi "Siarkan kebohongan berulang ulang nanti akan dirasakan yang disampaikan itu adalah kebenaran" mungkin dinilai pas.

Menurut agama ilmu kebal itu musyrik, maka dalam politik juga hal itu adalah picik atau licik. Pemimpin yang bermuka badak, yang masa bodoh dan tak bertanggung jawab, biasa lempar batu sembunyi tangan, tentu tak pantas diberi amanat. Kepemimpinannya akan membawa celaka.

Disamping tidak ahli, juga terlalu banyak lari lari. Melompat kesana sini. Bangsa akan semakin dipermalukan oleh pemimpin yang tak punya rasa malu. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version