View Full Version
Selasa, 29 Jan 2019

Negara Tanpa Pajak, Mungkinkah?

Oleh: Wida Aulia  ( pemerhati masalah sosial )

Masyarakat kembali dibuat resah dengan wacana akan dikenakannya pajak bagi pedagang online. Tidak dipungkiri, bahwa di era milenial hampir semua orang menggunakan media digital termasuk dalam aktivitas perdagangan. Sehingga para pelaku ekonomi digital ini tidak luput dari “lirikan” pemerintah untuk menarik pajak dari mereka.

Untuk keadilan maupun kesetaraan, antara pedagang offline dengan pedagang online, menurut Managing Partner dari Danny Darussalam Tax Center berpendapat bahwa bisnis yang dijalankan melalui platform e-dagang sepantasnya dikenakan pajak sebagaimana yang ketentuan perpajakan pada umumnya.

Hal ini untuk memberikan keadilan baik untuk pengusaha offline maupun pengusaha online.  Tidak ada perbedaannya karena mereka itu sama-sama pengusaha, hanya perbedaannya adalah cara metode berdagang mereka adalah dengan online. ( www.inataya.com )

Hal tersebut cukup membuat resah masyarakat terutama pelaku ekonomi digital. Karena sama saja hal itu akan mengurangi keuntungan mereka. Kalau dulu ada pajak bumi dan bangunan ( PBB ), kemudian pajak penghasilan ( PPh ), pajak barang mewah, pajak kendaraan. Namun kini hampir semua bidang dikenakan pajak termasuk dalam bidang perdagangan melalui internet/online, atau bahkan suatu saat nanti kita bisa dikenakan pajak oksigen. Mengerikan. Padahal dengan adanya berbagai pungutan tersebut dapat memicu perilaku masyarakat pelaku ekonomi untuk melakukan kecurangan dan menghalalkan segala cara demi memperoleh banyak keuntungan. Naudzubillahimindzalik.

Rasulullah bersabda : “ Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman dimana saat manusia tidak peduli dari mana mereka mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram “ ( HR. BUKHARI )

Apa-apa dikenakan pajak, menunjukkan keserakahan pemerintah atau sudah terlalu miskinkah negeri ini hingga harus menarik berbagai pajak dari rakyat?. Negara ini ibarat vampir, maka pajak adalah darah yang terus dihisap oleh negara yang menerapkan ekonomi neo liberal. Padahal sudah jelas bahwa pajak itu sama saja mengambil hak rakyat secara paksa. Ini artinya pemerintah zalim kepada rakyatnya.

Bukankah negeri ini sangat kaya dan berlimpah akan sumber daya alam yang seharusnya bisa dikelola dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan negara sehingga tidak perlu menarik pajak dari rakyat. Namun kenapa pengelolaan SDA tersebut justru diserahkan kepada asing sehingga orang asing lah yang menikmati dan memanfaatkannya.

Inilah akibat sistem kapitalis liberal yang diterapkan oleh negara sehingga pajak seolah menjadi sumber pendapatan negara satu-satunya. Mirisnya hal tersebut diamini oleh masyarakat yang menganggap bahwa menarik pajak adalah hal wajar dilakukan oleh negara. Mereka malah berpikir negara tanpa pajak, mungkinkah?

Bahkan masyarakat menganggap mustahil jika suatu negara bisa berjalan tanpa pungutan pajak. Pernyataan tersebut tidak akan kita lontarkan jika kita paham bahwa ternyata ada sebuah sistem negara yang justru tidak menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama, namun pajak hanya dipungut ketika kondisi negara benar-benar dalam keadaan darurat keuangan/krisis yang biasanya terjadi ketika musim paceklik atau ketika sedang terjadi perang. Itu pun tidak dipungut kepada seluruh rakyat,  namun hanya dibebankan kepada kaum laki-laki yang mampu/kaya. Inilah sistem Islam, yang telah diterapkan selama 13 abad lamanya dan menguasai 2/3 dunia namun tanpa membebankan pungutan pajak pada rakyatnya.

Lalu dari mana negara mendapat anggaran jika tanpa memungut pajak? Tentu saja dari memanfaatkan pengelolaan SDA yang tidak diserahkan kepada asing, dari zakat mal, jizyah, khazraj, ghanimah, fai dan iuran sukarela/sedekah rakyat dan sebagainya yang semua itu asas nya bukan berdasarkan paksaan namun sukarela dan keikhlasan karena dilakukan atas dasar iman dan takwa kepada Allah. Ketika suasana keimanan telah terwujud maka rakyat akan berlomba-lomba untuk menafkahkan hartanya yang pengelolaannya dilakukan oleh baitul mal agar dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran negara.

Allah SWT berfirman:

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 96).

Meskipun saat ini kita merasa sangat terzalimi akibat pungutan pajak yang semakin tinggi. Bukan berarti kita boleh melakukan pemberontakan kepada pemerintah.  Kita harus tetap menaati pemerintah selama bukan perintah untuk melakukan kemaksiatan. Namun kita harus tetap menyeru dan menasihati pemerintah bahwa pemungutan pajak yang mereka lakukan adalah sebuah kezaliman kepada rakyat sehingga harus segera dihentikan. Dan tidak boleh berhenti menyeru kepada pemerintah agar meninggalkan kemungkaran mereka untuk segera kembali menerapkan aturan Islam secara kaffah agar negeri ini mendapat berkah.


latestnews

View Full Version