View Full Version
Senin, 11 Feb 2019

RUU PKS, Pintu Gerbang Perbesar Kebebasan

Oleh:

Aufa Adzkiya*

 

AKHIR-AKHIR ini kita sedang dihebohkan dengan sebuah Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau biasa di singkat RUU PKS, yang telah dibahas oleh DPR sejak Januari 2016 lalu. Latar belakang diusungnya RUU PKS ialah akibat semakin banyaknya kekerasan seksual yang telah dialami oleh perempuan dan anak. Jumlah kekerasan ini pun tiap tahunnya mengalami peningkatan terhitung ditahun 2016 terdapat 259.150 kasus, kemudian pada tahun 2017 naik drastis menjadi 335.062 kasus. Oleh karena itu dengan dalih ini segerombol orang ingin mengurangi kasus kekerasan seksual dengan di canangkannya RUU PKS ini.

Sekilas memang nampak ingin mensolusikan, namun sayang meminimalisir kekerasan seksual dengan RUU PKS malah membuka gerbang kebebasan lebih besar. Kabut komentar dan kritik telah banyak menyelimuti, terutama para ahli banyak yang menyoroti definisi kekerasan yang sangat umum dan bisa disalahgunakan bahkan tidak sedikit yang menyampaikan adanya RUU PKS ini adalah gerbong pelegalan pintu perzinahan.

Apabila kita melihat arti dari kekerasan seksual dengan mengutip dari draft RUU PKS yaitu setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan ataupun perbuatan yang lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan atau fungsi reproduksi secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas karena ketimpangan relasi kuasa dan atau relasi gender yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan atau politik. Salah satu kritik disini ialah apakah ketika seseorang melakukan seksual tanpa dipaksa atau secara suka rela maka ia akan bebas dan diperbolehkan? Sungguh ini adalah hasil sebuah pemikiran keliru bahkan berani menabrak aturan Allah SWT.

RUU PKS sebenarnya merupakan breakdown dari UU KKG (Kesetaraan dan Keadilan Gender) yang dahulu telah berhasil ditolak banyak fraksi partai islam. Kini  berganti baju yang nampak apik yaitu menjadi RUU PKS yang pengusungnya pun tetap sama dari kaum feminis.

Apabila kita memang serius ingin menghapuskan kekerasan seksual pada perempuan dan anak, maka yang kita rubah mulai dari akar masalahnya, bukan hanya sekedar sebuah keputusan-keputusan yang masih memiliki banyak makna bahkan berpeluang untuk semakin banyak terjadinya kekerasan seksual. Akar masalahnya ialah gaya hidup yang sekuler dan senantiasa mendiskreditkan aturan agama yakni aurat yang terus senantiasa diumbar, pergaulan yang tidak ada batasan, pornografi maupun pornoaksi yang merajalela, dan masih banyak yang lainnya. Apabila ini terus ada maka akan tetap ada yang namanya kekerasan seksual.

Inilah hasil dari sebuah aturan yang manusia buat tidak solutif dan menyeluruh dalam menyelesaikan sebuah permasalahan karena sesuai dengan hawa nafsunya semata dan dapat berubah-ubah karena tidak disandarkan kepada landasan yang pasti. Oleh karena itu kita butuh solusi yang solutif yang dapat mengatur dengan rapih tatanan kehidupan bukan hanya dalam satu aspek masalah saja, aturan tersebut tidak lain dan tidak bukan ialah aturan berasal dari Allah SWT sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, yang dapat mengatur secara keseluruhan manusia, kehidupan dan alam semesta karena Penciptalah yang lebih tau mana yang terbaik dan buruk untuk makhluk Nya. Aturan menyeluruh yang berasal dari Allah SWT tentu ialah syariat islam. Dalam Islam tidak ada yang namanya kekerasan seksual, karena Islam akan mencegah, memiliki hukum yang tegas, dan lingkungan akan saling menjaga.

Pencegahan dalam islam salah satunya yaitu dari segi sistem pergaulan, interaksi laki-laki dan perempuan dibatasin hanya dalam hal pendidikan, jual beli, kesehatan, dan transportasi. Laki-laki dan perempuan tidak boleh khalwat (berdua-duaan) ataupun ikhtilat (campur baur). Selain itu, setiap individu akan dididik menjadi pribadi yang islami yang melaksanakan syariat islam. Bahkan pada masa Rasulullah SAW ketika Islam telah diterapkan dalam tatanan Negara, beberapa kali seseorang yang telah melakukan pelanggaran dan setelah mereka menyadari kesalahan nya, maka mereka segera bertaubat dan jujur mengatakan kesalahan tersebut kepada hakim dan minta untuk dihukum karena saking khawatirnya dengan siksa Allah SWT yang sangat pedih di akhirat. *Aktivis dakwah kampus dan pegiat di Pena Langit


latestnews

View Full Version