Oleh: Ummu Keefa
Tak ada manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanyalah milik Allah. Maka apakah yang kita harapkan di dunia yang nisbi ini? Sudah selayaknyalah kita mengembalikan seluruh urusan kita pada petunjuk yang telah Allah berikan, seraya mengambil tauladan yang telah Rasulullah ajarkan.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Ini merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla terbesar yang diberikan kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka. Sehingga, mereka tidak memerlukan agama lain dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada seluruh manusia dan jin. Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang disyari’atkannya.
Semua yang dikabarkannya adalah haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama sekali. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا
“Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Al-Qur-an), (sebagai kalimat) yang benar dan adil …” [Al-An’aam: 115]
Maksudnya benar adalah dalam kabar yang disampaikan. Maksud kata adil adalah dalam konteks seluruh perintah dan larangan. Setelah agama disempurnakan bagi mereka, maka sempurnalah nikmat yang diberikan kepada mereka.
Adil merupakan lawan kata dholim. Adil dalam makna perintah dan larangan mengadung maksud merealiasasikan ketaatan. Baik oleh individu, masyarakat dan terutama oleh negara. Bila seluruh perintah Allah ditegakkan oleh hamba, sementara semua larangan ditinggalkan, maka munculnya keadilan di muka bumi adalah sebuah keniscayaan.
Sebaliknya, kedholiman akan terjadi bila perintah banyak diabaikan sementara larangan biasa dilanggar. Seperti yang terjadi pada saat ini. Perintah untuk menegakkan khilafah dihalang-halangi, pejuangnya dipersekusi. Padahal khilafah adalah ajaran islam yang wajib ditegakkan oleh kaum muslimin.
Khilafah adalah institusi yang menerapkan syariat islam dalam semua aspek kehidupan. Dalam bidang pemerintahan, politik dalam dan luar negeri, ekonomi, pendiikan, kesehatan dan aspek yang lain.
Dicampakkannya seperangkat aturan Allah akibat tidak adanya khilafah, sungguh menghadirkan persoalan yang tak kunjung selesai. Pejabat korup, menjadi hal biasa. Praktek kolusi, menyuap dan _money politik_ menjadi lumrah. Perzinaan semakin
meluas sementara praktek riba merajalela. Padahal semua aktifitas itu merupakan bentuk dholim, lawan adil.
Ya... keadilan hanya ada ketika kalimat Allah ditegakkan. Kalimat Allah tertegakkan ketika ada sebuah lembaga yang menaunginya, terlebih dalam skala dunia, yaitu institusi khilafah Islamiyah. Ya, hanya khilafah Islam yang mampu menegakkan aturan Allah secara sempurna. Khilafah memiliki tanggungjawab untuk mengemban dakwah Islam keseluruh dunia. Dengannya akan terwujud Islam sebagai _rahmatan lil aalamiin._ Dalam sebuah negara yang kuat denga karakter _baldatun toiyyibatun wa robbun ghoffur_
Maka jika kita mengharapkan semua itu terwujud, sudah selayaknyalah kita bersegera dalam mengkaji Islam secara mendalam dan menyeluruh. Bersamaan dengan mengamalkan dan aktif menyebarluaskan ke tengah umat. Islam dan penerapannya menjadi fokus perjuangwn bagi tiap muslim untuk mewujudkannya dengan semata mengharap ridha Allah. Nasehat dan dakwah mewarnai kehidupan kita. Dimulai dari masyarakat dan keluarga.
Secara alami manusia memiliki potensi salah dan lupa. Sebagaimana pepatah " _Al insanu mahalil khoto' wa nisyan"_ . Juga apa yg telah Allah ilhamkan pada manusia sbgmn firman Nya:
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
"..maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q. S. al-Syams [91]: 8-10).
Mari kita saling menyempurnakan tiap pribadi muslim dengan saling menasehati dan memahamkan akan rambu-rambu yang Allah tetapkan. Wallohu a'lam. [syahid/voa-islam.com]