View Full Version
Sabtu, 06 Apr 2019

Damai atau Jurdil?

Oleh: M Rizal Fadillah

Pemilihan umum 2019 sebentar lagi. Kita bersyukur sampai saat ini situasi aman dan damai. Tak ada gejolak yang mencolok.

Masyarakat dan bangsa Indonesia cukup mampu menjaga kondusivitas politik yang berkembang. Meskipun demikian gelar Pemilu Damai dilaksanakan di beberspa tempat untuk memelihara dan menjaga kedamaian tersebut. Inisiatif datang dari Kepala Daerah atau aparat keamanan. Kita setuju Pemilu mesti damai.

Persoalan serius yang dihadapi adalah masalah kejujuran dan keadilan. Kejujuran menyangkut Pemilu yang kadang dekat dengan kecurangan. Sementara keadilan menyangkut perlakuan sama terhadap kontestan manapun.

Di berbagai Pemilu yang khususnya berhubungan dengan pemilihan Kepala Pemerintahan, apabila petahana (incumbent) ikut sebagai kontestan, maka keberpihakkan selalu mewarnai. Ini disebabkan petahana memiliki jaringan dan perangkat penggalangan yang cukup. Selama masa berkuasa ia membangun kekuatan dukungan yang hampir sempurna.

Pemilu damai itu belum tentu jujur dan adil. Sebaliknya Pemilu yang jujur dan adil dipastikan damai. Sebab jika tidak jujur dan tak adil akan muncul reaksi berupa gerakan protes dan gugatan yang membuat situasi menjadi "panas", friktif, dan bisa saja anarkis. Kondisi kemudian menjadikan negara dalam keadaan tak aman, tidak tertib, dan tidak damai. Program atau deklarasi Pemilu damai urgensinya lebih rendah daripada kampanye Pemilu jujur dan adil.

Sebab bisa saja terjadi kondisi paradoksal yakni gelar Pemilu damai adalah upaya untuk (diam diam) melakukan kecurangan atas dasar keberpihakan kepada salah satu kontestan. Paradigma yang dibangun adalah "biar curang yang penting damai". Celaka jika paradigma seperti ini yang dianut.

Pendek kata, yang harus kita lakukan adalah mengkampanyekan, mendeklarasikan dan membangun "state of mind" publik yang berorientasi pada "Jujur dan Adil". Berjuang untuk demokrasi yang konsisten, bersih, dan berkeadaban. Kecurangan dan kezaliman mesti dilawan dengan sekuat tenaga.

Rakyat mesti digalang dan dimotivasi untuk tidak boleh menerima hasil Pemilu yang tidak jujur dan adil. Pemerintahan yang dibangun atas dasar kecurangan dan ketidakadilan adalah "The Devil Government". Pemerintahan yang kelak akan selalu menindas, menipu, dan membohongi rakyat.

Jika proses Pemilu kini dilakukan untuk mendapatkan Kepala Pemerintahan atau Presiden dan Wakilnya dengan cara tidak jujur dan tidak adil, maka wajib lah rakyat untuk segera menumbangkan pemerintahan seperti itu. Harus ada pelajaran bagi mereka yang seenaknya dan bermain-main dengan kekuatan rakyat. Tumbangkan. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version