Oleh:
Irma setyawati, S.Pd*
TEPAT seminggu yang lalu, mantan kepala sekolah di Kabupaten Soppeng, Sulsel, MT ditangkap polisi. MT yang kini bekerja di Dinas Pendidikan Soppeng, diduga telah mencabuli 14 anak.
"Dari hasil Laporan yang kami terima, sudah 14 anak berstatus pelajar diduga dilecehkan oleh Oknum Kepala Sekolah di sekolah tempat pelaku menjabat sebagai Kepala Sekolah. Namun kini MT bertugas di Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng," Kata Kasat Reskrim Polres Soppeng, AKP Rujiyanto Dwi Poernama, kepada detikcom, Minggu (14/4/2019).
Saat ditangkap Oknum Kepala sekolah dasar yang diduga melakukan pencabulan terhadap 14 siswinya tidak melakukan perlawanan. Team Kalong Polres Soppeng dipimpin Ipda Bagas menangkap MT saat lagi bertugas di kantornya.
Sungguh tepat jika di katakan Indonesia darurat kejahatan seksual, karena di lingkungan sekolahpun kini tidak aman dari incaran predator seks baik dari kalangan sesama siswa maupun guru terhadap siswa.
Telah banyak solusi yang diberikan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kejahatan seksual. Namun, tidak berkorelasi pada menurunnya angka kejahatan seksual. Merebaknya kejahatan seksual memang tidak bisa terlepas dari faktor lingkungan yang mempengaruhi pola sikap dan pola pikir masyarakat yang sarat pornografi dan pornoaksi yang di suguhkan setiap harinya di hadapan mereka lewat media massa maupun media sosial. Selain itu, perilaku kebebasan yang merajalela dalam masyarakat menjadi faktor yang juga mempengaruhi maraknya kejahatan seksual.
Adanya racun liberalisme dan hedonisme di tengah-tengah masyarakat telah membuat masyarakat tidak memperhatikan lagi nilai-nilai dan norma-norma yang ada, termasuk norma agama. Atas nama modernisasi , masyarakat pelan-pelan berubah menjadi kebarat-baratan dengan mengadopsi nilai-nilai kebebasan yang disebarkan oleh ideologi yang berasal dari barat, yakni ideologi Kapitalisme.
Oleh karena itu, masalah kejahatan seksual yang semakin hari semakin meresahkan tidak hanya terjadi karena individu semata tetapi juga didukung oleh sistem yang ada yakni liberalisme (kebebasan) yang bersumber dari ideologi Kapitalisme.
Penanganan tindak kejahatan seksual harusnya dilakukan melalui dua sisi yaitu preventif dan kuratif. Tanpa upaya pencegahan (preventif), apapun langkah kuratif yang dilakukan, semisal menjatuhkan sanksi hukum yang berat tidak akan pernah efektif.
Sebagaimana Islam yang begitu memperhatikan aspek preventif dan kuratif dalam menyelesaikan beragam masalah. Kejahatan seksual di pandang oleh Islam sebagai sebuah tindak kriminal yang dalam menanganinya sistem Islam memiliki seperangkat sistem yang mampu mencegah tindakan kejahatan seksual tersebut dengan menutup seluruh pintu kemaksiatan yang dapat menjadi pemicu tindak kejahatan tersebut.
Sejak awal Islam telah melarang untuk mendekati zina, sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji, dan seburuk-buruknya jalan” (QS. Al Israa: 32).
Syariat Islam juga mengatur interaksi antara pria dan wanita yang dicukupkan pada wilayah muamalah dan tolong-menolong saja. Islam juga mewajibkan pria dan wanita menutup aurat ketika berada di tempat-tempat umum. Selain itu, Islam juga melarang keras peredaran minuman keras dan narkoba.
Berbagai hal yang merusak akal dan mendorong orang terjatuh dalam perbuatan haram tidak akan diproduksi sekalipun ada kelompok masyarakat yang menginginkannya. Syariat Islam tidak akan berkompromi dengan berbagai barang haram dan merusak meskipun mendatangkan keuntungan finansial bagi negara ataupun pengusaha.
Hal di atas tidak akan terwujud tanpa penerapan Syariat Islam secara sempurna dan menyeluruh dalam naungan institusi negara yakni Khilafah Islamiyah. Adanya Khilafah akan menyempurnakan penerapan Syariat Islam yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya bagi kaum muslimin saja.*Aktivis muslimah Pasuruan, Jawa Timur