Sahabat VOA-Islam...
Tagar #justiceforaudrey menjadi trending topik sejak selasa 9/04/19. Kasus penganiayaan terhadap siswi SMP, Audrey, mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak. Remaja berusia 14 tahun ini bahkan dijenguk oleh beberapa artis ibu kota seperti Ivan Seventeen, Atta Halilintar, dan Ria Ricis sekedar memberikan dukungan terhadapnya.
Disisi lain ada juga netizen yang menganggap bahwa kasus ini tidak murni kesalahan dari pihak teman-teman Audrey saja, melainkan kesalahan dari Audrey sendiri. Netizen yang menyalahkan Audrey ini setelah melihat tingkahnya yang sangat tidak pantas dikasihani beredar dalam video tik tok miliknya di media sosial.
Kasus penganiayaan remaja ini disinyalir bermula dari adu komen di media sosial terkait pembulian. Selain Audrey dan teman-temannya, kasus-kasus dengan masalah yang sama yakni masalah pembulian remaja sudah menjadi momok besar yang dihadapi bangsa ini. Remaja hingga anak-anak di zaman milenials saat ini mempermasalahkan hal-hal yang tidak sepantasnya mereka permasalahkan seperti halnya kasus Audrey ini. Lebih jauh lagi masalah yang mereka hadapi saat ini malah menjadi penyebab besar krisis moral di tengah-tengah mereka.
Selain krisis moral remaja yang kian meningkat, permasalahan besar yang akhir-akhir ini menjadi perhatian umat adalah mengenai kasus kekerasan seksual perempuan yang tidak pernal selesai. Berbagai jenis survey diajukan demi memperlihatkan tingkat kekerasan seksual pada wanita yang bisa dikatakan sudah berada pada stadium akhir.
Data kekerasan seksual dari komnas perempuan bahkan memberitakan bahwa kasus kekerasan seksual yang terjadi pada orang yang memiliki hubungan darah (incest) mencapai 1071 kasus sepanjang tahun 2018. Kasus ini belum terhitung kekerasan seksual yang terjadi pada kasus KDRT dan kekerasan seksual pada hubungan pacaran.
Ditambaah lagi kasus-kasus kekerasan seksual tersebut adalah kasus yang sempat dilaporkan, bagaimana dengan kasus-kasus lain yang tidak tercatat lainya? Sehingga wajar jika masalah kekerasan seksual ini diibaratkan sebagaimana fenomena gunung es, yang terlihat di permukaan sangatlah sedikit, tapi yang tersembunyi di dalam lautan es sangatlah besar.
Dari serangkaian kasus-kasus ini, munculah pertanyaan ‘’lalu apa sebenarnya penyebab atau akar masalah dari kasus kekerasan seksual? Dan apakah solusi yang benar-benar mensolusikan?
Dalam menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat pada akar masalah yang benar sehingga solusi yang diberikan juga tepat. Menurut pembicara MMC (Muslimah News Id), Ustzh. Ratu Erma, dalam menyelesaikan kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan, termasuk diskriminasi perempuan dan lain sebagainnya haruslah berangkat dari apa yang menjadi problem dasar masalah ini.
Beliau kemudian memaparkan mengenai kedudukan wanita dalam system kapitalis saat ini dan dalam system islam. Hal ini dikarenakan pandangan mengenai wanita dalam kedua system ini mempengaruhi perlakuan terhadap wanita sesuai dengan pandangan sistem masing-masing.
Di dalam Islam, perempuan adalah sebuah kehormatan yang wajib dijaga, sehingga perempuan tidak bisa dihitung atau dikalkulasikan dengan angka, nilai, dan pun harga. Kemudian untuk mewujudkan visi bahwa perempuan adalah kehormatan yang wajib dijaga maka ditetapkanlah serangkaian hukum-hukum Islam untuk menjaga perempuan.
Kita mengenal sistem pergaulan yang mengatur dengan sedemikian rupa pergaulan antara laki-laki dan perempuan dalam kitab Nizom Ijtima’ (pengaturan interaksi pria dan wanita). Dalam pengaturannya, wanita diberikan rambu-rambu agar dapat menjaga kehormatannya dengan aturan-aturan semisal diperintahkan untuk menutup auratnya.
Hal ini demi menjaga dirinya dari pandangan pria-pria hidung belang. Juga diperintahkan untuk menundukkaan pandangannya dan memelihara kemaluannya dari perbuatan zina, dan masih banyak lagi. Bahkan pada hal sepele seperti safar (perjalanan jauh) pun islam menyariatkan wanita untuk ditemani mahromnya, demi menjaga keselamatannya selama perjalanan.
Disisi lain, masyarakat dalam system kapitalis saat ini justru memandang perempuan tidak sama dengan itu. Perempuan dalam pandangan sistem ini ibarat barang komoditi yang setiap bagian dari sisi kewanitaannya dapat dijual untuk menghasilkan pundi-pundi uang.
Hal ini sejalan dengan tujuan sistem kapitalisme yakni memanfaatkan segala sesuatu untuk menghasilkan keuntungan materi. Hingga pada hal-hal yang tidak ada hubunganya pun, terkadang wanita dipakai sebagai penarik perhatian. Sebagai contoh pameran-pameran car exhibition, tidak ada hubungannya antara mobil dan wanita, tapi dipaksakan mereka dengan pakaian yang tidak senonok berkeliling mengintari mobil dagangannya.
Sampai sempat ada yang menyeletuk, “Sebenarnya yang dijual mobilnya ataukah karyawatinya?”. Dan tidak hanya itu, iklan-iklan barang mebel, atau rokok, bahkan jajanan anak yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perempuan pun dipajang wanita-wanita disana demi mendapatkan perhatian para pelanggannya.
Selain sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan wanita terekslpoitasi, peraturan hukuman bagi kasus tindak kekerasan seksual pun tidak jelas. Dalam sistem kapitalisme demokrasi, kebebasan adalah hak bagi setiap manusia termasuk dalam hal hubungan biologis.
Negera bahkan tidak berhak untuk mengatur masalah privat ini. Sehingga wajar jika dalam sistem ini, menjamur perzinahan bebas, kekerasan seksual, dan juga aborsi. Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Tindak kekerasan seksual merupakan kejahatan yang akan diganjar dengan hukuman yang berat sesuai perbuatannya.
Semisalpun pelaku kekerasan seksual tersebut terkategori anak sekolah, tetap yang menjadi standar di dalam islam adalah baligh tidaknya anak tersebut. Karena tidak dapat dipungkiri, banyak anak yang sebenanya telah baligh, namun dikarenakan masih menginjak bangku sekolah, maka hukuman baginya diringankan. Di dalam Islam, anak yang sudah baligh telah terkena taklif hukum, dikarenakan baligh adalah tanda dewasa seseorang yang sudah mampu membedakan yang baik dan buruk.
Dengan fakta ini, kekerasan seksual tidaklah hanya berfokus pada pelaku kejahatan saja, melainkan factor lainpun berpengaruh. Sebagai contoh di atas bagaima pandangan terhadap kedudukan wanita, dan sistem persangsian memiliki peran penting dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual ini.
Hal inilah mengapa kita membutuhkan sistem pengaturan yang rinci dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan manusia. Sebagai mahluk ciptaan, kita seharusnya menyadari kedudukan kita, untuk kembali pada aturan yang sudah Allah sempurnakan. Dialah syariat Islam yang penerapannya telah terbukti selama tiga belas abad mampu menciptakan keamanan yang luar biasa dari kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi saat ini.
Namun, meskipun syariat Islam dapat menjadi solusi bagi masalah kekerasan seksual pada perempuan saat ini, system ini tentu tidak mungkin dapat diterapkan kecuali ada institusi yang dapat menerapkan syariat di dalamnya. Institusi tersebut dialah khilafah Rasyidah yang akan melindungi setiap wanita dari semua bentuk kekerasan seksual saat ini. Wallahualambisowab. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Huma Hatun