ALHAMDULILLAH Ramadhan yang dirindukan telah kembali. Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang istimewa di mana di dalamnya penuh ampunan, berkah yang melimpah serta pahala berlipat ganda. Demi meraih kemuliaan di bulan yang suci ini, umat muslim lebih meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan berbagai kegiatan keagamaan yang menunjang berjalannya ibadah puasa. Bulan Ramadhan pun menjadi momen untuk berkumpul bersama keluarga, dari mulai menyantap sahur dan berbuka puasa bersama keluarga dan kerabat.
Di Indonesia suasana Ramadhan bisa kita rasakan dengan penuh ketenangan. Tantangannyapun hanyalah meliputi bagaimana cara menahan rasa haus, lapar, hawa nafsu serta menghadapi kenaikan harga bahan pokok yang biasa terjadi dikala bulan Ramadhan datang. Meskipun harga-harga bahan pokok mengalami kenaikan, akan tetapi berkah Ramadhan masih bisa dirasakan dengan melimpahnya sajian berbuka dan sahur secara gratis yang disediakan oleh Masjid-masjid atau para dermawan.
Namun dibalik keindahan bulan Ramadhan yang kita rasakan saat ini, sangat berbanding terbalik dengan kondisi saudara-saudara muslim kita di jalur Gaza, Palestina. Awal Ramadhan mereka disambut oleh serangan dari tank dan rudal udara Israel yang mulai menggempur Gaza sejak Sabtu (4/5). Diberitakan AFP, hingga Minggu (5/5) malam, roket Israel terus menghantam kawasan Gaza. Akibatnya 23 warga Gaza meninggal dunia. Termasuk di antaranya seorang perempuan yang sedang mengandung dan seorang bayi (sumber: kumparan.com).
Berita mengenai konflik Hamas dan zionis Israel di jalur Gaza bukanlah hal yang baru, beberapa bulan yang lalu tepatnya (23/3) terjadi pertempuran, di mana Hamas meluncurkan roketnya menuju Tel Aviv hingga menyebabkan tujuh orang Israel terluka. Hal tersebut menjadikan alasan gencatan senjata Israel terus diluncurkan, seperti pernyataan dari Naftali Bennett, Menteri Pendidikan Israel beberapa waktu yang lalu dia berujar, "Tidak ada negara di dunia yang tidak akan membalas roket yang menyerang warganya dan tidak ada negara di dunia di mana darah warganya diabaikan (sumber: Tempo.com).
Seiring dengan pernyataan Naftali Bennett saat itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat ini juga memerintahkan militernya untuk terus menggempur Gaza. Sedangkan kelompok yang menguasai Gaza, Hamas, membuka peluang gencatan senjata dengan Israel. Saat ini militer Israel mengakui bahwa mereka telah menembak ke 320 titik di Gaza. Militer negara zionis itu berdalih serangan dilakukan sebagai bentuk balasan dan mereka juga menyatakan bahwa ada lebih dari 600 roket dari Gaza yang mengarah ke kawasan Israel. Pemimpin Hamas Ismail Haniya mengatakan, situasi bisa kembali tenang jika Israel berkomitmen untuk menghentikan serangan (sumber: kumparan.com).
Sebenarnya apa inti dari konflik Palestina-Israel? Apabila kita runutkan sejarahnya, konflik antara Palestina-Israel adalah perebutan wilayah. Perlu kita ketahui, bahwa pada zaman Umar Bin Khattab Syam atau Palestina diserahkan langsung oleh Pendeta Sophronius (pemegang kunci Syam pada saat itu). Tanah Syam ditaklukan Islam tanpa perang melainkan diserahkan langsung kunci Syam kepada Umar Bin Khattab, sehingga tanah tersebut secara hukum yang semula tanah Bani Israil menjadi tanah milik kaum Muslimin. Syam atau Al Quds masih dikuasai Islam sampai dengan perang dunia pertama. Pada tahun 1917 seorang Yahudi Inggris meminta wilayah itu pada Ratu Inggris untuk didirikan negara Yahudi.
Pasca perang dunia ke-2 terjadi pergeseran kekuasan dari Inggris ke Amerika. PBB yang didirikan Amerika menyetujui orang-orang Yahudi untuk mendirikan sebuah negara Yahudi di tanah Syam, terbentuklah negara Israel pada tahun 1948. Di saat mereka mengklaim bahwa Baitul Maqdis (Jerusalem) sebagai ibukota negara Israel, itu sama halnya mereka menyatakan perang dengan kaum Muslimin. Sebagai seorang muslim sudah sepatutnya untuk perduli akan nasib Al Quds, karena Al Quds adalah salah satu dari 3 kota suci yang terdapat dalam Al Qur'an setelah Makkah dan Madinah. Jika Rasulullah SAW saja perduli dengan Syam bagaimana dengan kita umatnya yang seharusnya memiliki perasaan yang sama untuk menjaga tanah Syam dari cengkraman Yahudi. Sebab selama Yahudi menginjakan kaki di Syam sejak tahun 1917 atas persetujuan Inggris (Perjanjian Balfour) pembantaian terhadap kaum Muslimin terus terjadi.
Terbukti hingga saat ini kedzaliman masih menimpa kaum muslim Palestina, bahkan di bulan yang suci ini mereka disambut dengan duka. Apa kita sanggup menanggung hisab nanti? jika Allah SWT mempertanyakan bagaimana bisa kita berdiam diri menikmati Ramadhan dengan rasa aman sementara saudara seiman-mu yang jauh disana tidak bisa merasakan ketenangan dan keamanan yang sama dalam menjalankan ibadah puasa? Jangankan berfikir memasak menu untuk berbuka, bisa jadi mereka berpuasa saat di dunia, saat berbuka berada di alam kubur.
Meskipun negara kita mayoritas penduduknya muslim, tetapi karena tak ada seruan dari negara untuk mengirimkan militer ke jalur Gaza upaya membantu menyelesaikan konflik tersebut, tak ada yang bisa kita lakukan selain berdo'a. Inilah dampak dari sekat-sekat Nation State yang menyebabkan lemahnya umat Islam di dunia. Jelas tampak ketidakberdayaan negara Nation State melindungi saudara seimannya di seluruh dunia. Bukti kesuksesan strategi barat dalam pembentukan Nation State yang melemahkan umat Islam karena umat dibuat mengingkari hakikat Ukhuwah Islamiyyah yang sebenarnya.
Dengan adanya peristiwa-peristiwa kedzaliman yang menimpa umat muslim seharusnya menjadikan ini sebagai momen persatuan umat muslim dunia. Bulan Ramadhan jangan dirasa cukup hanya dengan proses perbaikan akhlak saja. Bahwasannya di zaman Rasulullah SAW disaat bulan Ramadhan begitu banyak momentum penting perjuangan Rasulullah SAW yang diantaranya adalah perang badar, perang khondak dan futuh Makkah. Dengan demikian pula semangat perjuangan itu harus tumbuh pada setiap insan. Ini bukanlah seruan untuk memecah belah umat manusia, karena Islam Din Allah yang telah hadir sejak 14 abad silam mengubah dunia dari kegelapan menuju cahaya. Sebab Islam menjamin penjagaan eksistensi manusia, akal, jiwa, kehormatan, kepemilikan individu, agama, keamanan dan negara. Karena sesungguhnya apa yang menimpa umat muslim Gaza dan lainnya adalah perwujudan bahwa hanya Islam satu-satunya solusi bagi seluruh aspek kehidupan. Namun mustahil Syariat Islam bisa diterapkan dalam sistem demokrasi yang sudah tampak kebobrokkan dari sistem ini.
Maka seperti inilah Ramadhan tanpa tegaknya Syariat Islam dalam naungan kepemimpinan Islam perisai pelindung umat Islam yang dengannya bisa mempersatukan negeri-negeri kaum Muslimin, sehingga Islam menjadi kuat kedudukannya dan dapat membela umat muslim di seluruh dunia. Jika kamu muslim, apa kamu bisa menerima jika saudara seiman-mu menderita, apa bisa menerima jika darah dan nyawa saudara seiman-mu diabaikan? Bahwasanya Palestina tak hanya butuh bantuan sandang dan pangan saja tetapi lebih dari itu, siapakah yang berani membelanya dan mengakhiri segala penderitaannya? Wallahu alam bissawab.*
Dara Tri Maulidra, A.md
Guru tinggal di Bandung, Jawa Barat