View Full Version
Senin, 03 Jun 2019

Jokowi Effect

Oleh: M Rizal Fadillah

Kemenangan Jokowi yang dinilai kontroversial karena dinilai berbau curang nampaknya berbuntut panjang. Sikap Pemerintahan Jokowi yang represif sebagai tindak lanjut ucapan dan kebijakan Menkopolhukam Wiranto telah membuat garis luka. Penanganan aksi yang brutal oleh aparat tidak mudah hapus dan perlu pengusutan lebih lanjut.  

Kondisi negara yang krisis saat ini adalah akibat dari semangat tak terkendali Jokowi untuk menjabat lagi. Mungkin saja segala upaya itu  bisa berhasil tetapi bayaran mahalnya adalah Jokowi effect. 

Efek utama yang muncul adalah kedaulatan hukum yang tergerus. Hukum sangat dirasakan menjadi kepanjangan tangan kekuasaan. Semakin banyak tokoh dan aktivis diperiksa bahkan ditahan. Peristiwa 22 Mei menjadikan aparat penegak hukum khususnya kepolisian menjadi sorotan bukan saja di dalam negeri tetapi juga dunia. Masyarakat hukum Internasional mulai terlibat. Pelanggaran HAM menjadi isu menarik.
 
Selanjutnya kedaulatan ekonomi goyah. Semangat menarik investasi membawa Indonesia berada dalam jalur hegemoni ekonomi Cina. Proyek OBOR terus dipaksakan meski banyak kritik. Debt trap menganga di depan. Sementara neraca APBN kita defisit begitu juga dengan defisit transaksi berjalan. Perdagangan luar negeri parah. Jika efek boikot atau rush jadi perlawanan rakyat, maka ekonomi akan semakin berantakan. 

Terlalu memihak dan kental bermitra atau bersekutu dengan Cina menciptakan pertarungan kekuatan global di Indonesia. Amerika, Eropa dan Australia, juga Jepang akan "datang" ke negara kita dengan kekuatan militernya. Berlabuhnya kapal perang negara-negara tersebut di Surabaya dan Jakarta serta pesawat tempur Perancis di Aceh adalah sinyal bahaya efek Jokowi. Dari pengentalan blok yang dibuat antara rakyat  dan pendukung Jokowi memungkinkan menggeserkan "proxy war" menjadi ajang tempur global. 

Yang kini aktual dan bahan perbincangan media khususnya  medsos adalah "Jokowi Effect" pada aspek geopolitik.Mulai muncul riak riak keinginan Aceh memisahkan diri. Jika Timtim lepas dengan referendum, mengapa tak bisa dengan Aceh. 

Tak ingin negara dipimpin Jokowi. Lalu "drive to the south" Sumatera yang bukan basis kemenangan Jokowi juga bisa berfikir serupa. Nah jika ini menggumpal maka NKRI terancam. Masih selamat jika hanya bergeser pada bentuk negara federal seperti jaman RIS dahulu, jangan jangan menjadi negara terpecah seperti Uni Sovyet. 

Jika Pemerintah Pusat tidak arif dan merasa sombong dengan kekuasaan yang dipegangnya, memaksakan kehendak lalu menindas oposisi,  apalagi memusuhi kekuatan umat Islam,  maka Jokowi effect akan menemukan bentuk yang merugikan dirinya sendiri. 

Ini tentu bukan bagian dari politik "genderuwo" yang menakut nakuti, melainkan sebagai effek dari penggunaan "politik genderuwo" yang menakut nakuti rakyat. Jokowi effect adalah efek domino yang menakutkan. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version