Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik)
Esemka begitu populer dan menjadi harapan. Ini adalah mobil yang diharapkan menjadi mobil nasional masa depan. Diberi predikat sebagai karya gemilang anak SMK. Produk mobil ini adalah kerjasama anak SMK dengan institusi dan industri lokal atau nasional. Esemka telah melambungkan Jokowi sebagai Walikota Solo.
Pada Pilpres 2014 Jokowi menjadikan program unggulan produk mobil esemka ini. Optimisme tinggi hingga diprediksi untuk mendapatkan mobil ini perlu inden cukup lama. Esemka adalah warisan Jokowi untuk AM Hendropriyono dengan perusahaannya PT Adiperkasa Citra Lestari (ACL) bekerjasama dengan PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK). Mencoba mencari investor dan mengembangkannya.
Dalam perjalanannya mimpi indah mobil yang akan menjadi kebanggaan nasional ini tidak mulus pada produksi dan uji kualitasnya. Investor pun tak mudah atau bergairah. Bahkan ada juga yang meragukan dimana "kenasionalannya" mobil ini.
Esemka menjadi bahan olok-olok yang menimpa Jokowi. Sehingga pada tahun 2018 ketika disinggung mobil Esemka, Presiden Jokowi menepis "Apa hubungan Esemka dengan Pemerintah, itu urusan Industri" demikian diberitakan CNN Indonesia. Ma'ruf Amin sebagai Cawapres menjadi korban input keliru pula sehingga menyatakan Esemka akan diluncurkan bulan Oktober. Nyatanya tidak. Esemka adalah harapan yang kandas.
Emka kita sebut untuk MK. Mahkamah Konstitusi. Lembaga yang di samping menguji antara UU dan Konstitusi, sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran partai politik, juga memiliki kewenangan untuk mengadili Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Dominan kasus yang diadili adalah uji materiel UU dan Perselisihan Hasil Pemilu. Untuk PHPU terhadap sengketa di tingkat daerah (Pilkada) telah banyak kasus diselesaikan. Pilpres pun selalu berujung di Mahkamah. Pilpres 2014 antara Capres Jokowi melawan Prabowo dengan keputusan menolak gugatan Capres Prabowo. Jokowi mulus melenggang jadi Presiden.
Kini pengulangan terjadi pada hasil Pemilu 2019. Dengan empat Hakim yang sama saat mengadili 2014, termasuk Anwar Usman yang saat ini menjadi Ketua. "Pertarungan" ulang antara Jokowi dan Prabowo dengan pasangan yang berbeda. Situasi proses Pilpres 2019 lebih hangat bahkan "panas". Keyakinan dukungan lapangan Prabowo jauh lebih kuat, begitu juga dengan keyakinan angka kemenangan. Serangan kejanggalan, bahkan kecurangan, terhadap penyelenggara KPU lebih gencar sejak DPT, kotak suara kardus hingga quick count dan pengumuman dini tengah malam. Berujung insiden yang menewaskan dan mengindikasi pelanggaran HAM berat.
Gugatan siap diproses sidang pertama adalah hari ini 14 Juni. Mahkamah diuji integritas, kejujuran, transparansi serta pertanggungjawabannya kepada publik. Dan tentu saja Kepada Tuhan. Masalahnya putusan yang bersifat final di tengah tingginya perhatian dan harapan ini menjadi "touch stone" yang bisa menyelesaikan atau tidak.
Apakah MK ini final seperti sifat putusannya atau hanya fase saja untuk proses politik lanjutan karena aspek integritas, kejujuran, dan pertanggungjawaban di atas dijalankan dengan baik ataukah bernuansa "bermain-main" dengan berlindung dibalik "tafsir-tafsir" kebenaran hukum. Hakim bisa menjadi sekedar "terompet undang-undang" ketimbang penegak keadilan, menggali nilai-nilai yang hidup, inovatif, progresif serta berkhidmat pada kepentingan bangsa dan negara. Ditunggu Hakim yang negarawan bukan politisi pragmatik.
Emka moga bukan Esemka yang bagus awal akhir buruk. Kandas harapan karena janji-janji mengadili dengan baik nyatanya juga menjadi bagian dari konspirasi. Di tengah keprihatinan publik dimana hukum sedang menjadi alat kepentingan politik.
Moga Emka menjadi mobil bagus di belakang Ketua sebagaimana foto viral di medsos. Bukan mobil butut yang mesti didorong dorong atau mobil kayu mainan buatan tukang kayu. Anak anak yang sedang bermain mobil-mobilan.
Selamat bekerja dan bersidang untuk bangsa dan negara. Jangan jadikan Emka sama dengan Esemka. [syahid/voa-islam.com]