View Full Version
Senin, 24 Jun 2019

Maqashid Khassah (Maqashid Khusus) Ketentuan Ekonomi Syariah

SEBAGAI sumber pertama agama Islam, Al-Qur'an mengandung berbagai ajaran. Ulama membagi kandungan Al-Qur'an dalam tiga bagian besar, yaitu aqidah, akhlaq dan syariat. Al-Qur'an tidak membuat aturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah. Ia hanya mengandung dasar-dasar atau prinsip-prinsip bagi berbagai masalah hukum dalam Islam. Bertitik tolak dari dasar atau prinsip ini, Nabi Muhammad SAW, menjelaskan melalui berbagai haditsnya.

Kedua sumber inilah (Al-Qur'an dan Hadits) yang kemudian dijadikan pijakan ulama dalam mengembangkan hukum Islam, terutama dalam bidang mu'amalah. Dalam kerangka inilah Asy-Syatibi mengemukakan konsep maqashid syariah.

Ada beberapa maqashid khusus dalam ketentuan ekonomi syariah.

1.Maqhashid Larangan Riba (Q.S. Ali Imran:130)

Allah menegaskan bahwa riba adalah terlarang dan diharamkan dalam islam, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Quran, diantaranya firman Allah Swt.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya mendapat keberuntungan." (Q.S Ali-Imran:130)

Maqashidnya adalah mengajak manusia untuk memiliki empati dan kepedulian sosial dan menjauhkan diri dari praktik ribawi yang mengambil hak milik orang lain secara tidak halal.

2. Maqashid larangan Gharar

Menurut ahli fikih, gharar adalah sifat dalam muamalah yang menyebabkan sebagian rukunnya tidak pasti. Secara operasional, gharar bisa diartikan kedua belah pihak dalam transaksi tidak memiliki kepastian terhadap barang yang menjadi objek transaksi baik terkait kualitas, kuantitas, harga, dan waktu penyerahan barang, sehingga pihak kedua dirugikan. Gharar ini terjadi bila mengubah sesuatu yang pasti menjadi tidak pasti.

Misalnya adalah akad jual beli anak kambing yang masih dalam kandungan.

3. Maqashid Larangan Ihtikar

Secara lebih spesifik, mazhab Syafi'i dan Hanbali mendefinisikan ihtikar sebagai : 'Menimbun barang yang telah dibeli pada saat harga bergejolak tinggi untuk menjualnya dengan harga yang lebih tinggi pada saat dibutuhkan oleh penduduk setempat atau lainnya'. Secara operasional, ihtikar/monopoli (Rekayasa pasar dalam supply) adalah 'penjual atau produsen mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik'. 

Karena ingin mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, penjual membeli produk dari pasar, sehingga harga melonjak naik, kemudian dijualnya dengan harga tinggi. Ini adalah praktik yang tidak sehat dan merugikan konsumen dan produsen.

4. Maqashid Larangan Bai' Najasy'

Bai' Najasy (rekayasa pasar dalam demand), yaitu bila seorang produsen (pembeli) menciptakan permintaan palsu seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu naik.

Diantara praktik-praktik rekayasa pasar dalam demand adalah dalam bursa saham (praktik goreng-menggoreng saham), bursa valas dan lain-lain. Cara yang di tempuh biasanya bermacam-macam, mulai dengan menyebarkan isu, melakukan order pembelian sampai benar-benar melakukan pembelian pancingan agar tercipta sentimen pasar untuk ramai-ramai membeli saham (mata uang) tertentu.

Larangan bai'najasy memiliki maqshad (tujuan), karena bai'najasy ini adalah salah satu modus penipuan dalam bisnis yang merugikan mitra bisnis yang lain, merusak harga pasar dan selanjutnya bisa menimbulkan permusuhan antara sesama pelaku pasar.

5. Maqashid Bai'atain Fi Bai'ah (Two in one)

Two in one adalah kondisi di mana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan (berlaku).

Menurut Dr. Nazih Hammad, substansi praktik two in one ini adalah isytirath aqdin fi aqdin atau melakukan satu akad dengan ada atau tidaknya akad lain. Seperti seseorang menjual sesuatu kepada orang lain, dengan syarat si penjual meminjamkan uang kepada si pembeli.

Akad ini juga mengandung ta'alluq (akadnya menggantung/tidak pasti) karena dua akad yang saling dikaitkan, maka berlakunya akad satu tergantung pada akad dua.

6. Maqashid Larangan Maisir

Maisir adalah 'setiap permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak lain akibat permainan tersebut'.

Setiap permainan atau pertandingan, baik berbentuk game of change, game of skill ataupun natural events, harus menghindari terjadinya zero sum game, yakni kondisi yang menempatkan salah satu atau beberapa pemain harus menanggung beban pemain lain.

Para ulama sepakat bahwa maisir itu diharamkan dalam islam sesuai dengan dalil-dalil berikut:ŮŽ

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S Al-Maidah :90)

Larangan Maisir ini memiliki maqashid yaitu menghindarkan kemalasan kerja karena impian, dan spekulasi, juga karena maisir itu mengakibatkan terjadinya permusuhan antara sesama karena 'illat maisir adalah taruhan.

7. Maqashid Larangan Risywah (suap)

Risywah (suap-menyuap) adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.

Risywah diharamkan menurut Islam, sesuai dengan nash Al-Qur'an diantaranya:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu." (Q.S Al-Nisa:29)

Dibalik pelarangan risywah, ada maqshad (tujuan). Dalam islam, sejatinya setiap orang mendapatkan hak, upah, prestasi itu karena kerja, produktivitas, kontribusi riil dan amal nyatanya. Setiap pekerjaan itu ditunaikan dengan sebaik-baiknya, maka ia berhak mendapat reward yang lebih baik pula.

8. Larangan Menggunakan Emas Bagi Laki-laki

Rasulullah saw. menegaskan bahwa menggunakan emas bagi laki-laki adalah terlarang dan diharamkan dalam hadist Rasulullah Saw :

"Rasulullah Saw. Melarang laki-laki memakai emas".

Larangan tersebut mengandung maqshad  bahwa harta harus beredar dan diinvestasikan sehingga berkembang menghasilkan return (keuntungan). Jika emas yang seharusnya jadi modal investasi/usaha tersebut itu digunakan menjadi perhiasan laki-laki, maka emas menjadi perhiasan semata dan tidak berkembang serta bertentangan dengan maqashid hadist ini.*

Cita Permatasari

Mahasiswi STEI SEBI


latestnews

View Full Version