Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik)
Sistem Zonasi PPDB 2019 yang diberlakukan nasional semangatnya bagus ingin menghilangkan kualifikasi sekolah favorit. Pemerataan berdasarkan tempat tinggal siswa. Hanya penerapan tanpa penyiapan dan kematangan bisa menimbulkan masalah.
Semestinya percobaan dulu beberapa zona tingkat efektivitasnya. Sikap mental yang tak terbina justru menimbulkan budaya akal akalan, budaya curang. Pemalsuan alamat dengan menumpang sana sini bisa dilakukan. Seorang pejabat penganjur sistem zonasi berupaya agar anaknya tetap berada di area zona sekolah favorit dengan memindahkan alamat ke rumah dinasnya.
Di bidang perhajian juga sama sedang mengalami masalah di bidang zonasi. Hal ini meresahkan banyak KBIH sehingga pemberangkatan jamaah haji pada tahun ini tidak bisa memilih KBIH sesuai dengan keinginan berdasarkan keyakinannya. Zonasi membelenggu pilihan.
Jama'ah yang biasa berangkat bersama kini terpencar sesuai zonasi tempat tinggal jamaah. SK Dirjen PHU No 131 tahun 2019 dinilai tidak adil dan menghambat perkembangan KBIH. Padahal keberadaan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dilindungi dan dijamin oleh Undang-Undang. Dibutuhkan pula oleh jama'ah haji.
Masalah zonasi yang mendasarkan pada kewilayahan sebagai kebijakan di bidang pendidikan dan keagamaan ini dinilai grasa grusu dan tidak matang dan "kurang mendidik". Asas keadilan dipertanyakan. Keadilan yang mendasarkan pada "zona" semata adalah keadilan komutatif.
Pukul rata. Bukan keadilan kualitatif yang mendasarkan pilihan kualitas dan keyakinan. Kompetisi bisa menjadi tidak sehat. Belum lagi dampak dalam membangun budaya akal akalan di atas termasuk pemalsuan Kartu Keluarga atau KTP.
Ada seloroh di antara kawan, bagaimana jika zonasi juga berlaku bagi pilihan politik. Warga atau penduduk di Provinsi tertentu yang dominan memilih Jokowi sebagai Presiden, maka Provinsi tersebut Presidennya adalah Jokowi.
Begitu juga wilayah atau Provinsi dominan pilihan pada Prabowo, maka Prabowo lah Presiden. Mereka yang punya pilihan berbeda bisa pindah alamat berdasarkan zonasi yang diinginkan. Polarisasi yang tajam yang tidak diselesaikan dengan bijak dapat memunculkan opsi opsi.
MK kini sedang mengolah "bola panas" politik yang semua berharap ada putusan yang berkeadilan dan berkeadaban. Bukan putusan "sang dewi" yang mata dan hatinya tertutup lalu nabrak sana nabrak sini.
Jika MK memutus dengan asal asalan, apalagi berdasar tekanan atau pesanan, maka zonasi bisa menjadi opsi. Negara Kesatuan bisa bergeser menjadi negara Federasi. Tentu dengan usulan untuk mengubah dahulu Konstitusi. Masalah yang semestinya tak perlu dan harus diantisipasi.
Memang MK dituntut ekstra hati hati. Bahaya di depan sedang menanti. Desintegrasi zonasi.