View Full Version
Kamis, 27 Jun 2019

Guru dan Dosen sebagai Komoditi Impor?

SEKRETARIS Kordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono, menyebutkan bahwa pemerintah sedang merivisi aturan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Aturan yang dimaksud yaitu aturan pemberian insentif di bidang jasa, seperti pendidikan, ekonomi kreatif, dan kesehatan. Pada bidang pendidikan, perencanaan insentif dilakukan dalam upaya menarik tenaga pendidik asing untuk mengajar di Indonesia (10/06/2019, m.detik.com).

Peraturan pemerintah (PP) mengatur faktor insentif sebagai unsur penarik agar pengajar asing berminat untuk datang dan mengajar di Indonesia. Kebijakan ini mengusik orang tua murid dan para profesi pendidik di seluruh nusantara. Dikhawatirkan KEK akan menjadi pintu masuknya tenaga pengajar asing di negeri ini.

Pemerintah pada KEK secara substansi menitik beratkan percepatan pertumbuhan ekonomi yang memiliki nilai tinggi, yaitu melalui kegiatan industri, perdagangan, ekspor-impor dan pariwisata (http://kek.go.id). Kemudian melalui PP mengkategorikan tenaga pengajar sebagai jasa, terasa mengganggu rasionalitas dalam berfikir. Mengapa? Karena guru dan dosen secara awam dipahami bukanlah barang ekonomi.

Tenaga pengajar, sebagai pendidik yang mengajarkan ilmu dan pengetahuannya kepada peserta didik, tidak dapat disebut sebagai barang atau jasa. Barang adalah sesuatu yang memiliki bentuk fisik, manusia tidak termasuk dalam kategori ini. Sedangkan yang dimaksud dengan jasa adalah servis, dimana seseorang melakukan suatu pekerjaan yang tidak dapat kita kerjakan.

Menganggap tenaga pengajar, guru dan dosen, sebagai komoditi adalah pemahaman ekonomi kapital. Karl Marx -dalam buku Capital- menyebutkan bahwa ekonomi kapitalisme mendefinisikan komoditi sebagai benda di luar diri kita, yang sifat-sifatnya antara satu dengan lainnya dipergunakan sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan manusia. Barang dan jasa termasuk dalam komoditi ketika terwujud nilai pakai. Nilai pakai yang terwujud pada objek menjadikannya memiliki nilai jual. Nilai jual, diperjualkan kepada manusia yang membutuhkannya.

Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk memajukan perekonomian melalui industri dan teknologi adalah mendukung peningkatkan kompetensi para guru dan dosen    (sesuai bidang keilmuan) di seluruh nusantara. Meningkatkan kompetensi keilmuan namun tetap berkarekter, yaitu (1) berkepribadian islam; (2) menguasai tsaqofah islam; dan (3) menguasai iptek yang memadai.

Mengikuti arah pengembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sesuai kemajuan zaman, bukanlah pekara haram. Akan tetapi, masyarakat tentu mengharapkan Kementrian Riset dan Teknologi (Kemeristek) memilih/mengembangkan Iptek yang bermanfaat dan sesuai dengan potensi sumber daya alam juga kesiapan mental intelektual sebagai sumber daya manusia. Tujuan kemajuan iptek pada hakikatnya untuk memberikan kemudahan dalam urusan kehidupan dan kemaslahatan umat.

Iptek tidak dipergunakan untuk bermaksiat kepada Allah Ta’Ala, akan tetapi harus sejalan dengan tsaqofah Islam yang meliputi seluruh aspek kehidupan sehingga asas pengembangan dan pemanfaatannya tidak bertentangan dengan kepribadian dan aqidah Islam. Paham sekuler yang mengejar nilai tinggi di bidang ekonomi tanpa memperhatikan  kaidah agama (tsaqofah Islam), hanya akan menimbulkan banyak kerusakan.*

Magnolia

Pascasarjana Ilmu Kehutanan IPB BOGOR


latestnews

View Full Version