SSEJAK 2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan zonasi pada sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB). Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Efendy mengatakan, “Melalui sistem zonasi pemerintah ingin melakukan reformasi sekolah secara menyeluruh.” Beliau menganggap zonasi merupakan salah satu strategi percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas dan sebagai respon atas terjadinya “kasta” dalam sistem pendidikan yang selama ini ada atau kita kenal sebagai sekolah favorit.
Ketika sistem zonasi banyak menuai kontra, apakah sistem zonasi merupakan sebuah solusi? Ternyata, penerapan sistem zonasi dinilai telah menafikan fakta bahwa jumlah sekolah negeri masih kurang dan sebarannya tidak merata hampir semua wilayah di Indonesia. Di sejumlah daerah jumlah daya tampung sekolah negeri hanya sepertiga dari total jumlah siswa pendaftar. Kesediaan sekolah-sekolah harus dibarengi sarana dan prasarana yang layak.
Pada akhirnya, para orang tua dan siswa tidak akan berebut mendaftar masuk ke sekolah negeri di wilayah tempat tinggalnya seperti yang baru-baru ini terjadi di SMA Negeri 1 Depok. Orang tua dan siswa berdesakan dan menunggu dari pagi hanya untuk mendaftar di sekolah negeri. Dengan terbatasnya sekolah negeri, kemungkinan akan banyak anak yang tidak tertampung juga sangat besar. Terutama pada siswa yang rumahnya jauh dari zona sekolah atau tidak ada sekolah negeri di wilayah tempat tinggalnya. Padahal nilai Ujian Nasional (UN) mereka sangat memungkinkan untuk mendapatkan sekolah negeri. Belum lagi masalah lain yang harus dihadapi orang tua dan siswa yang diakibatkan minimnya antisipasi persoalan yang muncul dalam penerapan sistem ini.
Padahal, dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi rakyat secara keseluruhan termasuk di dalamnya penyediaan sarana prasarana dan meratanya pembangunan sekolah-sekolah. Pendidikan termasuk pelayanan umum dan kemashalatan hidup terpenting, bukan sebagai kebutuhan sampingan, karena tanpa pendidikan martabat manusia tidak akan mulia. Pendidikan juga merupakan hak setiap warga negara, tanpa membedakan martabat.
Maka, negara wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya secara langsung dan hukum syara dalam Islam telah menetapkan bahwa negara secara langsung menjamin kebutuhan primer ini. Seperti sabda Rasulullah SAW “Seorang imam (kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabkan atas urusan rakyatnya” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Sudah jelas hanya Islamlah satu-satunya solusi bagi problematika pendidikan yang terjadi saat ini dan menjadi tugas negara untuk mendirikan sekolah-sekolah secara merata yang nantinya dapat mencetak SDM yang dapat membangun peradaban agung. Hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh negara yang menerapkan Islam secara kaffah.
Agustina Wulaningtyas
Pengajar SMK Al-Asiyah di Depok, Jawa Barat