View Full Version
Selasa, 02 Jul 2019

Potret Dua Tahun Penerapan Zonasi

PEKAN penuh perjuangan dan harapan bagi sebagian besar orang tua dan calon siswa-siswi  tahun ajaran periode 2019-2020. Jika dahulu nilai rapot dan nilai ujian Nasional menjadi syarat utama penerimaan siswa baru sekolah negeri, namun kini sejak tahun 2018 berdasarkan Permendikbud No. 51/2018 berlakunya penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) siswa-siswi tingkat SD,SMP dan SMA. Terhitung saat ini menjadi tahun kedua sistem zonasi konsisten diberlakukan oleh pemerintah dalam PPDB tahun ajaran 2019-2020. Dua tahun sistem zonasi diterapkan apakah tujuan pemerintah dalam mewujudkan keadilan bagi semua anak didik dalam mendapatkan pendidikan layak sudah sesuai harapan?

Diawal gagasannya sistem zonasi menuai pro dan kontra hingga saat ini.  Dilansir dari media kompas.com (26/6) bahwasanya penerapan sistem zonasi tahun ini memerlukan evaluasi karena banyaknya protes dari masyarakat di berbagai daerah. Persoalan zonasi ini pun tak luput menjadi sorotan petinggi negeri ini yang mengakui banyak keluhan terkait penerapan zonasi. Jokowi pun mengatakan, permasalahan dari penerapan sistem zonasi di PPDB pada tahun ajaran kali ini lebih banyak dibandingkan dengan sebelumnya. Tercatat dari proses pemantauan Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Jawa Barat menemukan 86 laporan terkait PPDB 2019 di Jawa Barat sumber: detik.com (28/6).

PPDB diwarnai aksi tipu-tipu orang tua dengan berbagai macam cara agar anak-anaknya mendapatkan sekolah yang diinginkan. Kasus terbanyak adalah  permainan KK. Hal tersebut dianggap ampuh untuk mencurangi PPDB, sebab tak ada larangan satu domisili ditempati oleh banyak KK. Namun yang menjadi permasalahannya adalah ketika dalam proses PPDB para pendaftar memanfaatkan alamat tersebut untuk memperbesar peluangnya lolos jalur zonasi. Terbukti dari hasil penelusuran tim investigasi domisili PPDB Jabar, menemukan ada delapan KK yang tinggal di alamat SMPN 2 Bandung. Persoalannya, tidak semua yang tercantum dalam delapan KK itu mendiami SMPN 2 Bandung atau disimpulkan hanya terdaftar secara administratif. Setelah di cek secara nyata tidak tinggal di sana melainkan hanya menumpang alamat saja sumber: detik.com (27/6).

Dampak dari persoalan seputar penerapan sistem zonasi terdapat fakta-fakta miris di baliknya. Akibat dari kebijakan zonasi membuat sebagian mimpi anak-anak gagal bersekolah di sekolah impian karena jarak yang memisahkannya. Dikutip dari Tribunnews.com (27/6) apa yang dialami siswa di Pekalongan Jawa Tengah yang membakar piagam-piagam penghargaannya karena kecewa tidak diterima di SMP  impiannya, kini sekolah impian itu tinggal kenangan.

Fakta lain akibat sistem zonasi ialah terjadi ketimpangan di mana ada sekolah yang pendaftarnya membludak dan ada juga sekolah yang sepi pendaftar. Masih banyak lagi fakta-fakta mencengangkan akibat kebijakan sistem ini seperti siswa yang menjadi depresi dan ada pula siswa berprestasi yang terancam tidak mendapatkan sekolah dikarenakan letak rumah di luar jangkauan zonasi membuat siswa tersebut tidak diterima di sekolah negeri.

Seperti inilah potret penerapan sistem zonasi yang masih seumur jagung namun begitu banyak kendala yang dihadapi. Persoalan zonasi pun kini tercatat paling tinggi tidak mengalami penurunan melainkan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Lantas apa yang mendasari pemerintah begitu berambisi bahwa sistem zonasi adalah sistem yang paling tepat diterapkan untuk Pendidikan di Indonesia. Memang benar tujuan pemerintah untuk memberikan keadilan bagi semua anak didik.

Namun nyatanya dari segi infra dan suprastruktur masih belum merata di setiap daerah. Seharusnya sebelum menerapkan kebijakan pemerintah memahami akar masalah kesenjangan bidang pendidikan baik segi kurikulumnya serta sarana dan prasarana yang tidak memadai dan merata. Jika ingin menghapus status sekolah favorit dan non favorit haruslah terpenuhi dulu kualitas dan mutu pendidikan di semua wilayah.

Maka tidak heran sistem zonasi dewasa ini terkesan coba-coba sebab praktiknya masih perlu evaluasi dan belum berjalan sesuai harapan. Sistem pendidikan yang baik itu apabila ditopang dengan sistem yang baik pula. Sistem pemerintahan kapitalistik dan demokrasi yang diterapkan saat ini mustahil mewujudkan sistem pendidikan yang ideal. Jika ingin mewujudkan pendidikan yang berkualitas pelajarilah bagaimana sistem Islam mengatur pada bidang pendidikan, sebab sistem ini berlandaskan akidah Islam yang kokoh.

Bukti nyata keberhasilan sistem pendidikan di masa Kekhilafahan yang berjaya hingga 13 Abad menghasilkan generasi cemerlang dan mencetak banyak ilmuwan-ilmuwan muslim, contohnya Al Khawarizmi penemu aljabar, Ibnu Sina bapak kedokteran dan masih banyak lagi ilmuwan yang lahir dimasa kejayaan Islam. Demi mewujudkan generasi yang berkualitas, disetiap masa kekhalifahan senantiasa berlomba-lomba dalam memberikan fasilitas pendidikan yang terbaik.

Dengan demikian apabila ingin mewujudkan pendidikan yang adil dan merata cara penerapan sistem zonasi pun tak akan menjadi persoalan, jika merujuk pada penerapan Islam secara kaffah. Sebab hanya sistem Islam yang sudah terjamin dapat mewujudkan keadilan dalam pendidikan sehingga produktif mencetak generasi yang paripurna  seperti halnya di masa kejayaan terdahulu. Aamiin Insya Allah.*

Dara Tri Maulidra, A.md

Guru tinggal di Bandung, Jawa Barat

 


latestnews

View Full Version