MESKIPUN sebanyak 65 persen caleg terpilih merupakan orang baru atau bukan petahana, wajah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024, diperkirakan tidak lebih baik dibanding DPR sebelumnya. Menurut, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Aditya Perdana yang menjadi penyebabnya adalah kehadiran mereka tentu sangat dipengaruhi kekuatan ekonomi dan politik lokal.
“Di samping itu masih kuatnya pengaruh biaya politik mahal, akan mempertahankan mind set para anggota DPR terpilih untuk melakukan tindakan korupsi kolusi dan nepotisme,” ujarnya dalam dalam sebuah diskusi politik di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Ahad (26/5/2019).
Begitu juga dengan presiden terpilih, siapa pun pemenangnya, tidak akan terjadi perubahan signifikan. Bahkan yang bukan seorang politisi pun paham itu, salah satunya Deddy Corbuzier, seorang presenter mantan ilusionis. “Apakah Lu golput atau pun milih, setelah menonton video ini Lu juga tahu kok siapa pun pemerintahnya, siapa pun presidennya, its will never changes anything,” tegasnya dalam video Sexy Killer dalam 10 Menit Merusak Jokowi dan Prabowo ⁉️ Kamis (18/4/2019) di akun Youtube Deddy Corbuzier, sehari setelah Pemilu dan Pilpres 2019.
Di samping faktor individual, DPR (legislatif) dan Presiden (eksekutif) merupakan dua pilar penting demokrasi, juga bermasalah secara sistem. Keputusan yang didasarkan kepada suara mayoritas, kerap kali lebih berpihak kepada pemilik modal, bukan rakyat. Demokrasi mahal yang menjadikan uang sebagai panglima menciptakan lingkungan yang subur untuk jual beli kebijakan dan korupsi. Semua ini menciptakan simbiosis mutualisme politisi dan pemilik modal yang membahayakan rakyat.
Karena itu, berulang-ulang Hizbut Tahrir tegaskan tidak akan terjadi perubahan yang berarti, selama Indonesia mengadopsi sistem kapitalisme. Hizbut Tahrir juga tidak kenal lelah, mengingatkan yang dibutuhkan oleh rakyat adalah perubahan yang mendasar (asasiyah) dan menyeluruh (inqilabiyah). Perubahan totalitas ini (taghyir) membutuhkan beberapa prasyarat penting.
Menurut salah satu Ketua Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ustadz Farid Wadjdi, dalam Editorial Mediaumat.news, 11 Oktober 2016, setidaknya ada lima prasyarat penting yang harus dipenuhi.
Pertama, kejelasan basis ideologi. Persoalan ideologi ini penting, karena merupakan dasar yang dibangun di atasnya sistem kehidupan. Ideologi juga akan mengarahkan perubahan. Karena itu, ketidakjelasan ideologi apalagi tanpa ideologi, akan membuat perubahan mendasar menjadi utopis dan tidak tentu arah.
Bagi kaum Muslimin tentu saja pilihan basis ideologinya adalah Islam. Karena Islamlah yang memiliki akidah yang shahih (benar) yang akan melahirkan sistem hidup yang shahih pula. Akidah dan syariah Islam yang berasal dari Allah SWT merupakan jaminan bagi kebenaran Islam dan akan memberikan kebaikan bagi setiap umat manusia (rahmatan lil ‘alamin).
Kedua, perubahan mendasar juga membutuhkan musuh bersama (common enemy) yang jelas. Kesalahan menetapkan musuh akan menyebabkan kesalahan dalam bersikap terhadap musuh. Untuk itu, perlu ditegaskan, musuh utama umat Islam adalah ideologi kapitalisme dan sosialisme-komunis. Karena penerapan ideologi kapitalisme inilah yang menjadi pangkal penyebab kerusakan di tengah masyarakat.
Ketiga, harus ada konsepsi dan arah perubahan yang jelas, terarah, dan terukur. Karena itu perubahan yang dilakukan harus jelas mengarah pada upaya melanjutkan kehidupan Islam (al isti’naf alhayatil islamiyah) dengan menerapkan syariah Islam melalui institusi politik Khilafah Islam. Ketegasan dan kejelasan arah perubahan ini penting. Tentu sulit diterima akal sehat, jika menginginkan perubahan namun tidak mengetahui arahnya.
Di samping itu harus terukur. Menurut Farid Wadjdi, keberhasilan penegakan Khilafah Islam akan tergantung pada dua hal. Sejauh mana kesadaran umat untuk mendukung penegakan khilafah dan mencampakkan sistem kapitalisme. Dan yang kedua, sejauh mana kelompok kekuatan riil (ahlul quwwah) di tengah masyarakat mendukung perubahan ini. Kesadaran masyarakat yang menjadikan mereka siap berkorban dan dukungan ahlul quwwah yang ikhlas dan didasarkan kepada Islam, akan membuat perubahan ke arah Islam tidak bisa dibendung.
Tidak hanya itu, agen-agen perubahan, tentu harus mempersiapkan sistem pengganti kalau perubahan itu terjadi. Karena itu, konsepsi tentang sistem Islam harus benar-benar dikuasai. Hal inilah yang sudah disiapkan Hizbut Tahrir, yang mengusung perubahan yang mendasar ini. Hizbut Tahrir sudah siap dengan konsepsi sistem pemerintahan (nidzam hukmi), sistem ekonomi (nidzam iqtishadi), sistem pergaulan pria-wanita (nidzam ijtima’i), keuangan (amwal) dan konsepsi lain yang dibutuhkan untuk mengurus masyarakat dan negara.
Keempat, harus ada kepemimpinan umat. Tanpa kepemimpinan tentu sulit menggerakkan dan mengarahkan umat. Karenanya, kelompok/partai, yang melakukan perubahan harus menjadi pemimpin di tengah umat. Namun bukan sembarangan kepemimpinan. Akan tetapi kepemimpinan yang sifatnya ideologis (mabda’i) yang dibangun berdasarkan Islam. Bukan didasarkan kepada ikatan kemashlahatan duniawi. Sehingga perubahan ini terjadi melalui jalan umat dan bersama-sama umat yang sadar (‘an thariqil ummah).
Kelima, perubahan akan semakin matang ketika ada peristiwa politik (political event), yang ditandai dengan penolakan masyarakat terhadap pemimpin dan sistem politik yang ada. Ini terjadi ketika rakyat sangat menderita akibat kebijakan elite politik yang menerapkan sistem kapitalisme yang rakus dan menindas.
Ini mirip dengan saat-saat genting, ketika masyarakat bergerak menentang rezim Soeharto di Indonesia, atau rezim Husni Mubarak di Mesir. Peristiwa politik ini pasti terjadi dan berulang, sebagai buah dari sistem kapitalisme.
Dalam kondisi kritis seperti ini, masyarakat akan bergerak menuntut perubahan yang benar, yaitu perubahan yang didasarkan pada Islam. Sebelumnya, umat telah tercelup dakwah Islam sehingga mampu menghasilkan kesadaran umat.
Mereka marah secara ideologis, bukan sekadar kemarahan akibat dorongan perut. Mereka menuntut penegakan Kepemimpinan Islam. Kesadaran umat yang disertai dukungan ahlul quwwah (pemilik kekuasaan riil), akan menjadikan perubahan tidak bisa dihentikan oleh makhluk mana pun. Allahu Akbar!*
Siti Aisyah
Koordinator Penulisan Komunitas Muslimah Menulis