View Full Version
Senin, 08 Jul 2019

Dunia Pendidikan dalam Jeratan Gurita Utang

SEBAGAIMANA dikabarkan republika.co.id,25/06/2019, Direktoral Jendral Pendidikan Islam Kementrian  Agama ( Kemenag)  telah mengusulkan program peningkatan kualitas madrasah melalui skema Pembiayaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) Bank Dunia.

Bank Dunia sepakat untuk memberikan pinjaman senilai Rp 3,7 triliun. Dirjen Pendidikan Kamarrudin Amin mengatakan anggaran yang besar tersebut akan memberikan manfaat yang besar. Ia mengatakan, dana sebesar Rp 1,6 triliun diantaranya akan digunakan untuk block grant bagi madrasah dan kelompok kerja (KKG, MGMP, KKM dan Pokjawas).

Block grant ditujukan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan need assesment, seperti pengembangan kapasitas guru, tenaga pendidikan, pengadaan sarana prasarana penunjang pembelajaran, pengadaan peralatan laboratorium, pengadaan buku dan sumber belajar dan lainnya.

Bank Dunia menggelontorkan pinjaman tersebut tentu menimbulkan polemik. Alih-alih mengurangi utang negara, pemerintah justru semakin menambah utang. Bukan semakin berkurang, malah semakim menggunung. Semakin sulit pula negeri ini lepas dari jeratan asing.

Miris, negara yang katanya makmur dan berlimpah kekayaan alam, justru kian bergantung pada utang. Padahal sejatinya gelontoran utang telah membuat kebijakan pemerintah disetir oleh asing. Di satu sisi, utang menjadi bumerang bagi nasib negeri dan generasi di masa depan.

Jeratan utang merupakan upaya para kapitalis asing dan aseng menjajah negeri-negeri jajahannya. Lembaga keuangan Bank Dunia menjadi alat untuk mendorong transaksi utang luar negeri kepada negara-negara berkembang. Cara ini untuk melanggengkan kepentingan asing dalam menguasai perekonomian bangsa-bangsa berkembang tak terkecuali Indonesia.

Utang luar negeri yang diberikan kepada pemerintah jelas tidak gratis (no free lunch). Dan utang ini akan menjadi alat penjajahan termasuk penjajahan di bidang pendidikan.

Dengan adanya utang luar negeri membuktikan pemerintah minim tanggung jawab dalam memprioritaskan sektor pendidikan. Padahal pendidikan merupakan pilar peradaban. Sikap pemerintah jelas membuka celah intervensi arah pendidikan, khususnya pendidikan Islam.

Utang luar negeri patut diwaspadai. Tak menutup kemungkinan kebijakan akan dipegang oleh pihak asing. Patut diwaspadai, jika kebijakan dipegang oleh asing akan menjadi ancaman bagi negeri ini. Salah satu ancaman tersebut adalah ancaman transfer budaya, pemahaman dan pemikiran ala Barat yang dapat mengerus pemikiran generasi bangsa. Hal ini patut mendapat perhatian, mengingat latar budaya yang sangat bertolak belakang. Di mana adat keturunan dan norma agama masih sebagai pegangan.

Dalam Islam, hubungan pemerintah dengan rakyat adalah hubungan pengurusan dan tanggung jawab. Negara bertanggung jawab penuh dalam memelihara urusan rakyatnya. Maka pendidikan harus diatur oleh negara berdasarkan akidah Islam.

Islam memandang penyelenggaraan pendidikan merupakan kewajiban negara. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan yang bermutu untuk semua rakyat sebagai kebutuhan dasar masyarakat. Bahkan bila negara mampu mengelola SDA negara dengan benar, penyelenggaraan pendidikan dapat diselenggarakan secara gratis.

Sumber dana untuk semua itu adalah dari pemasukan harta milik negara. Dan dari hasil pengelolaan harta milik umum seperti tambang, mineral, migas, hutan, laut. Dengan itu, maka pendidikan bermutu dapat dirasakan dan diakses oleh rakyat. Dan tentunya dengan Islam tidak akan ada lagi jeratan gurita hutang dalam dunia pendidikan.*

Nur Saleha

Pengajar


latestnews

View Full Version