View Full Version
Senin, 08 Jul 2019

Islam, Niat, dan Keridhoan Allah

SAHABAT muslim-muslimah, sadarkah kita bahwa Islam, sebuah agama yang paripurna, telah mengajarkan kita secara langsung maupun tidak langsung untuk hidup dalam keteraturan. Dalam teori, Islam mengajarkan kedisiplinan memanfaatkan waktu yang akan menjadi salah satu poin penting dalam mengajari manusia tentang keteraturan hidup. Berharganya waktu diajarkan oleh Allah pada hambanya salah satunya dalam surah al-Asr.

Selain itu, keteraturan hidup juga diajarkan Allah melalui “niat” yang setiap harinya meliputi kehidupan manusia mulai bangun tidur hingga tidur lagi. Di dalam Islam, niat bukan sekedar masalah hati, tapi juga lisan dan perbuatan. Segala perbuatan kita, baik itu perbuatan sehari-hari, maupun ibadah mahdhoh, Allah mengajarkannya untuk dimulai dengan niat. Sholat wajib lima waktu misalnya, dalam sholat wajib 5 waktu ini, kaum muslimin memulainya dengan niat. Meski ada berbeda pendapat terkait dengan apakah niat sholat harus dikeraskan melalui lisan ataukah cukup di hati saja, namun keduanya sama-sama menghadirkan niat di awal sholatnya.

Hal lain yang bisa kita renungkan adalah tidur. Saat hendak tidur, memang tidak ada bacaan “niat” untuk tidur, namun ketika kita berniat tidur, maka Allah ajarkan doa-doa pengantar tidur. Bahkan Allah juga memerintahkan hambaNya untuk berwudhu lalu membersihkan terlebih dahulu tempat tidurnya. Bagi sebagian orang, apalagi jika mata sudah benar-benar mengantuk, “ritual” berwudhu, membersihkan tempat tidur, lalu membaca doa yang tidak sedikit (membaca doa sebelum tidur, surah al-ikhlas, surah an-nas, surah al-falaq, dan ayat kursi) adalah “ritual” yang sulit sekali dilakukan. Sebab mata seolah sudah tidak bisa diajak kompromi. Lebih enak langsung menuju tempat tidur dan segera terlelap.

Seolah menjadi hal yang simpel, remeh, tak perlu direnungkan. Apalah itu, hanya sekedar masalah tidur sesuai aturan Allah atau tidak. Toh jika tidak dilakukan, tidak akan sampai jatuh pada dosa. Ya, mungkin tidak akan sampai jatuh pada dosa, namun berbeda halnya dengan barokah dan ridho Allah.

Sengaja Allah ajarkan ditiap perbuatan, kita butuh niatkan dengan benar. Agar apa-apa yang kita laksanakan berbuah kebaikan dan ridho-Nya. Kita diajarkan kedisiplinan di setiap sendi kehidupan. Niat tidur untuk memberikan hak istirahat pada tubuh karena tubuh pun tidak boleh dizhalimi akan berbeda dengan niat tidur hanya sekedar karena mengantuk.  Kecil kemungkinan seseorang yang sudah meniatkan tidur untuk memberi hak istirahat pada tubuhnya agar ia tidak menzhalimi dirinya sendiri akan memulai tidurnya tidak sesuai dengan aturan yang Allah ajarkan. Karena yang dikejar adalah ridho Allah dan barokahnya setiap aktivitas hidupnya.

Sholat maupun tidur, keduanya masih dalam sekup kehidupan pribadi. Dan ternyata Allah mengajari kita tentang niat benar dalam beraktivitas agar mendapat ridho Nya tidak hanya untuk masalah pribadi semata. Allah juga ajarkan hal itu di masalah kehidupan bermasyarakat. Dalam urusan memimpin  masyarakat misalnya, jika seorang pemimpin telah berniat memimpin suatu negeri untuk mendapatkan ridho Ilahi, ia pasti akan memimpin sesuai dengan aturan yang Allah ajarkan. Namun sebaliknya, jika seorang pemimpin dari awal tidak ada niatan memimpin suatu negeri untuk mendapatkan ridho Nya dan mendapatkan barokahnya kehidupan berupa kesejahteraan rakyatnya, tentu ia tidak akan memilih aturan Allah dalam aktivitas dan kebijakan-kebijakannya.

Rasul pernah mencontohkan pada perang Khondaq. Perang yang persiapannya berada di bulan Ramadhan dan tepat pada masa paceklik. Haus, lapar, kekeringan, dan segala macam yang tidak menyenangkan diri ada di bulan itu. Namun pada bulan itulah kaum muslimin harus menggali parit yang panjang, lebar, dan dalam di tanah penuh bebatuan. Tapi niat ikhlas lillah mengalahkan segala ketidaknyamanan yang mereka peroleh di dunia pada saat itu. Parit pun selesai dalam jangka waktu relatif singkat. Itulah kekuatan niat yang benar, ikhlas karena Allah dalam perbuatan serta mengharap ridhoNya.

Pun demikian yang terjadi di masa paceklik Umar. Umar hanya makan roti kasar beroleskan zaitun dan menolak makanan apapun selainnya sebelum rakyatnya bisa makan enak. Karena Umar telah meniatkan diri untuk menjadi pemimpin yang bisa mensejahterakan rakyatnya demi menggapai ridhoNya.

Berbalik dengan rata-rata yang terjadi pada dunia saat ini. Di saat banyak rakyat belum mendapatkan kesejahteraan, solusi solutif yang berasal dari Allah tidaklah digubris. Selain mendapat ridho Allah, pemimpin yang baik juga akan mendapat ridho rakyatnya. Begitu pula sebaliknya, jika seorang pemimpin tidak sesuai dengan aturan Allah, maka ridho Allah tidak bisa didapat begitu pula dengan ridho rakyatnya.

Beberapa waktu lalu telah viral video bapak-bapak yang memposting dirinya menaiki sebuah pesawat hanya sendirian, tidak ada penumpang lain selain dia. Berbagai komentar netizen pun bermunculan. Tak sedikit dari mereka yang berkomentar terkait dengan kemungkinan yang terjadi itu dikarenakan harga tiket yang beberapa waktu lalu lepas landas terbang ke atas. Hingga kini harganya belum juga mendarat dengan solusi yang tepat.

Jika Rasul bisa memimpin pembangunan parit untuk perang Khondaq dengan waktu yang begitu singkat karena ini menyangkut kehidupan masyarakat, maka begitu pula dengan pemimpin-pemimpin saat ini, seharusnya mereka menyegerakan terselesaikannya seluruh permasalahan rakyat dalam jangka waktu yang cepat agar rakyat tidak berlama-lama dalam ketidaksejahteraan.

Ada niat, ada usaha, ada jalan. Jika seorang manusia berniat untuk mengejar ridho-Nya, melaksanakan segala macam usaha untuk mendapat ridho-Nya, pasti Allah akan menolong. Jika para pemimpin mengharap ridho-Nya, menyelesaikan permasalahan dan memimpin masyarakat sesuai dengan aturanNya, pasti Allah akan memudahkannya dalam mensejahterkan rakyatnya. Hidup berkah, hidup sejahtera dalam kasih sayang Nya.*

Novia

Lingkar Studi Perempuan dan Paradaban


latestnews

View Full Version