View Full Version
Rabu, 10 Jul 2019

Pengantin Pesanan yang Malang

PULUHAN perempuan Indonesia diduga mengalami eksploitasi di China. Mereka mendapatkan kekerasan seksual dan dipekerjakan di pabrik tanpa upah. Salah satunya Monika, perempuan 24 tahun asal Kalimantan Barat Indonesia, Ia dinikahkan dengan pria berwarga negara China dan hidup disana selama 10 bulan.  Wanita yang kini sudah kabur berkat bantuan mahasiswa Indonesia dan KBRI di China itu menceritakan kisahnya pada Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Minggu (23/6/2019).
(Voaindonesia.com).

SBMI mencatat ada 29 wanita Indonesia yang menjadi korban pengantin pesanan di China selama 2016-2019. Para perempuan ini  berasal dari Jawa Barat (16 orang) dan Kalimantan Barat (13 orang). Dari berbagai laporan, SBMI menemukan para perempuan ini dipesan dengan harga 400 juta Rupiah. Dari angka itu, 20 juta diberikan kepada keluarga pengantin perempuan sementara sisanya kepada para perekrut lapangan. (Sindonews.com).

SBMI menduga, pernikahan ini sebetulnya merupakan praktik perdagangan manusia, yang dilakukan oleh sindikat internasional antara Indonesia dan China. Status pernikahan dijadikan mantel supaya terhindar dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) karena di China korban yang dianiaya suami dan dipaksa berhubungan seksual, kasus ini dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) saja (Detik.com).

Penyebab Maraknya Perdagangan Manusia

Sekjen SBMI Bobi Anwar Maarif saat konferensi pers di Lembang Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Minggu (23/6/2019) siang mengatakan bahwa alsan para WNI tergiur untuk diberangkatkan ke China adalah karena iming-iming uang.

Senada dengan pernyataan David Wyatt, seorang seniman asal Inggris. Bahwa perdagangan manusia terjadi karena bersatunya berbagai faktor katalis, yang mendorong kemiskinan dan berbagai penyebab struktural seperti pendidikan yang rendah, rendahnya penegakan hukum, kelaparan, dan komitmen negara yang rendah untuk membebaskan warganya.

Dari dua pendapat tokoh di atas, ekonomi yang sama-sama disebutkan jadi salah satu penyebab terjadinya TPPO. Memang dewasa ini, kapitalisme masih jadi pijakan dalam kehidupan. Beban hidup yang semakin mahal membuat orang-orang bekerja banting tulang untuk bisa  makan. Tak aneh, jika perempuan ikut diperkerjakan. Entah itu seorang istri atau anak perempuan yang harus ikut sang kepala keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup. Karena beban yang ada pada seorang kepala keluarga semakin berat. Menjadikan mereka berpikir keras bagaimana caranya untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, membayar iuran listrik dan biaya sekolah. Hingga ada tawaran di depan mata dari para Mak comblang diambil, dan merelakan anak perempuannya keluar.

Sungguh miris memang, anak gadis yang tadinya bermimpi bisa mempunyai suami dan kehidupan yang mapan, seperti orang kebanyakan. Namun eksploitasi yang didapatkan. Padahal mereka berasal dari negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Namun tidak bisa ikut menikmati kekayaan yang sudah dirauk segelintir orang atas dasar kapitalisme.

Tanpa perlindungan mereka hidup di negeri orang. Padahal, Hak Asasi Manusia akhir-akhir ini seiring digaungkan. HAM untuk siapakah yang dimaksud? Apa tidak termasuk untuk para WNI yang dieksploitasi di China ini? Jika begitu, sangat memilukan nasib "para pengantin pesanan" hanya dijadikan sapi perah dan komoditas perdagangan.


Mengembalikan Aturan Hidup yang Sesungguhnya

Ketika Islam datang, praktek perbudakan sangat masif dibebaskan. Bahkan, menjadi salah satu syarat dalam beramal. Artinya Islam memang memuliakan manusia. Aturan hidup yang dibawa Islam terbukti membawa perubahan. Tiga belas abad sudah Islam membuktikan, bahwa di bawah naungan Islam, manusia khususnya perempuan. Hidup dengan penuh kemuliaan. Islam tidak melarang perempuan keluar dan bekerja. Jika tidak membuat mereka lalai akan tugas utamanya sebagai Istri dan Ibu, dan pekerjaannya menjadi jalan taqorub kepada Allah. Maka boleh saja dilakukan.

Tidak seperti kapitalisme, bahwa materi menjadi ukuran kebahagiaan. Islam menjadikan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah sebagai sumber kebahagiaan yang sejati. Manusia tidak dilihat dari materi saja, bagaimana Ia menjalankan hidup di dunia. Tapi bagaimana ketaatan dia kepada Allah.

Selain taat secara individual, peran negara untuk mengembalikan fitrah perempuan akan menjadi hal yang penting. Karena negara berperan  mengakomodir perputaran ekonomi, peningkatan pendidikan, dan penyedia lapangan kerja. Sehingga didapat masyarakat yang sejahtera, yang membuat perencanaan kembali pada perannya sesuai fitrah yang Allah berikan.

Jika Islam diterapkan secara Kaffah, maka tidak akan didapati lagi perdagangan manusia dengan alasan apapun. Dan jika kriminalitas tetap terjadi. Akan ada sanksi yang membuat efek jera yang turun langsung aturan hukumnya dari Ilahi. Wallahu alam bishawab.*

Uthie Siti Solihah

Ibu rumah tangga tinggal di Bandung, Jawa Barat


latestnews

View Full Version