View Full Version
Rabu, 10 Jul 2019

Pelecehan Simbol Islam, Haruskah Terus Terjadi?

KEMBALI simbol Islam dilecehkan. Perempuan kafir yang mengaku bernama Suzethe Margareth, telah gegerkan publik dengan aksinya yang memakai sepatu dan membawa anjing ke dalam Mesjid Al Munawwaroh Sentul, Bogor, Jawa Barat, Minggu 30 Juni 2019.

Pelaku kemudian, ditahan dan berstatus sebagai tahanan Polres Bogor. Namun yang menjadi persoalan, mengapa begitu mudah simbol-simbol Islam dilecehkan. Ada kasus sampul al Quran dijadikan trompet. Lembaran al Quran dijadikan kertas petasan, atau kasus Sukmawati dan Victor Laiskodat.

Dalam sebagian kasus penghinaan simbol Islam selalu muncul alasan tidak sengaja, tidak tahu atau orang gila. Alasan ini sungguh tidak logis. Sungguh aneh jika masih ada yang tidak tahu bahwa masuk ke dalam Mesjid tidak boleh menggunakan sendal apalagi, membawa anjing dengan alasan apapun. Jadi alasan bahwa yang bersangkutan orang gila juga perlu dipertanyaan bagaimana mungkin seorang gila bisa mengendarai Mobil, membawa HP, di mana keluarganya? Jelas sulit diterima nalar. Hal senada juga disampaikan dalam konferensi pers di gedung MUI, Jakarta, Selasa (2/7). https://news.beritaislam.org.

Sering juga muncul respon yang keliru, bahkan kasus yang ada digunakan untuk menyebarluaskan ide-ide “menenangkan” misalnya seruan umat  Islam harus sabar, umat Islam jangan terlalu fanatik, umat Islam harus memperluas tolerasi dan sebagainya atau pernyataan PBNU, yang merupakan ajakan kepada seluruh masyarakat khususnya umat Islam untuk memaafkan dan menyikapi persoalan tersebut secara dewasa. https://news.beritaislam.org.

Penanganan kasus juga hampir tidak pernah tuntas. Bahkan hukuman yang diberikan juga tidak membuat efek jerah. Sekedar contoh kasus Sukwamati, Victor Laiskodat sekalipun telah dilaporkan tapi sampai sekarang tidak jelas bagaimana kesudahannya. Begitu juga pembakaran bendera Tauhid, atau dikenal dengan panji Rosulullah SAW yaitu Al Liwa dan Arroyah hanya dihukum penjara 10 hari dan denda 2000 rupiah, dihukum bukan karena membakar Panji Rosul atau penistaan agama tapi karena menimbulkan kegaduhan. Bagaimana dengan kasus orang gila masuk mesjid dengan membawa anjing? Meskipun sulit diterima nalar sebagai orang gila, perlakuan istimewa pun akan diberlakukan kepadanya. Bahwa tersangka tetap dilakukan penahanan di Polres Bogor, namun demikian Jika tim dokter menyarankan tersangka untuk dirawat inap, Kepolisian akan memberikan hak kepada tersangka untuk menjalani perawatan. https://Kompas.com, Kamis 4 Juli 2019.  

 

Akar masalahnya Sekularisme

Dengan landasan sekularisme sebagai paham pemisahana agama dari kehidupan dan bernegara, paham liberalisme sebagai paham kebebasan yang tubuh subur dan ini disakralkan. Maka penghinaan terhadap simbol Islam pun lantas dibenarkan sebagai ekspresi dari kebebasan dan bagian dari hak azasi manusia.

Sekularisme mengharuskan negara sekular netral dari agama, tidak boleh memihak agama apapun dan harus melindungi kebebasan. Negara sekular tidak mungkin melindungi kemuliaan agama, khususnya Islam. Kalaupun diproses hukum terhadap penista agama bukan berarti negara berkewajiban melindungi kemuliaan Islam, namun semata-mata untuk mencegah anarkisme, meredahkan kemarahan dan sebagainya.

Namun berbanding terbalik, apabila umat Islam yang ingin melaksanakan perintah agamanya maka kebebasan dan HAM itu tidak berlaku, mereka akan dicap radikal, ekstrimis, teroris dan sebagainya. Lihat saja sikap penguasa yang memojokkan Islam, mengkriminalisasi ulama dan membungkam kebebasan berbicara, misalnya kasus Ustadz Abdul Somad dipersekusi, ustadz Felix Siauw dibubarkan kajiannya. Dimana pembelaan penguasa, dimana pembelaaan sesama muslim?  Tapi ini fakta Ideologi Kapitalis dengan paham sekularisme, liberalismenya tidak akan pernah memberikan tempat kepada umat Islam untuk menjalankan agamanya secara sempurna.

 

Solusi Islam

Negara yang berlandaskan Sekularisme, tidak akan dan tidak dapat diharapakan untuk melindungi kemuliaan Islam, simbol Islam akan terus mengalami penghinaan. Sebab Sekularisme yang menjadi akar masalahnya. Maka tidak ada pilihan, sekularisme serta ide-ide turunannya harus dicampakkan, harus dibuang.

Dalam Islam negara harus dibangun di atas landasan aqidah Islam. Negara wajib melindungi kemuliaan Islam, wajib membina keimanan dan melindungi ketakwaan individu rakyat. Karena dengan ketakwaan individu akan melahirkan sikap mengagungkan Islam, penghinaan terhadap simbol Islam atau syiar-syiar Islam itu tidak akan terjadi. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:

Demikianlah (perintah Allah). Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (TQS al-Hajj (22):32).

Hukuman bagi yang melakukan pelecahan Islam, simbol Islam atau ajaran Islam merupakan dosa besar bahkan bisa menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, kemudian juga akan diberikan sanksi yang sangat berat.

Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa hukuman bagi penghina Islam adalah hukuman mati jika pelakunya tidak bertobat. Jika pun bertobat, maka hukuman matinya akan gugur tetapi tetap akan disanksi sesuai ketetapan Kholifah dengan melihat tingkat penghinaannya.

Hukuman ini akan memberikan efek jerah. Pelakunya juga tidak akan mengulangi perbuatan tersebut dan orang lain pun juga akan tercegah dari penghinaan terhadap Islam.

Solusi Islam ini hanya akan menjadi wacana apabila tidak diterapkan, yang bisa merealisasikan semua itu hanya negara dengan kepemimpina Islam. Wallah a’lam bi ash-shawab.*

Darni Sanari, SH

Pemerhati Sosial


latestnews

View Full Version