View Full Version
Senin, 15 Jul 2019

Pemberdayaan Laki-laki, Kebutuhan dan Kewajiban Negara

JENGAH. Itulah perasaan umat terhadap kehidupan kapitalisme-sekulerisme dengan berbagai problem bertumpuk yang mustahil diselesaikan. Masih saja gagasan "kesetaraan gender" dipromosikan dengan penuh kegenitan agar terlihat seksi untuk dibahas meski sebenarnya tak layak dilirik apalagi dikasih hati.

Ikut-ikutan, Jokowi mengangkat isu terkait akses pendidikan dan pemberdayaan perempuan saat berbicara pada Sesi III KTT G20 Osaka dengan tema Addressing Inequalities & Realizing an Inclusive and Sustainable World, Sabtu, 29 Juni 2019.

Terkait dengan partisipasi perempuan, Jokowi mengatakan bahwa peran perempuan di dalam ekonomi, politik dan kehidupan bermasyarakat masih jauh dari potensi yang ada. Padahal menurutnya di era berbagai tren yang dipicu digitalisasi dan globalisasi, wanita bisa lebih unggul daripada pria.

Nah, coba kita perhatikan dengan seksama gagasan gender equality ini, lalu letakkan di samping sejumlah pandangan Islam dan hukum syariah. Tampak absurd bukan?

Pandangan Islam tentang perempuan sangat khas, yakni perempuan sebagai kehormatan yang wajib dijaga, diberi jaminan perlindungan dari segala modus eksploitasi pihak manapun. Perempuan adalah sosok mulia tempat pendidikan pertama dan utama bagi generasi. Ini perkara asasi bagi jatuh bangunnya peradaban manusia. Tugas perempuan sebagai ibu dan manager rumah tangga bukan tugas remeh-temeh, bukan pekerjaan hina dan rendah.

Bagaimana mungkin perempuan diseret berlari terseok-seok bersaing dengan laki-laki dalam semua aspek kehidupan. Perempuan diberi penghargaan palsu sebagai driver of economic, penggerak ekonomi. Beban ganda bagi perempuan, menjadi tulang rusuk sekaligus menjadi tulang punggung. Sungguh melawan fitrah dan tidak manusiawi gagasan kesetaraan gender ini!

Gagasan kesetaraan gender jauh dari maslahat. Kepala BPS, Suhariyanto, di Kantor BPS, Jakarta, Senin (6/5) menyatakan berdasarkan jenis kelamin pengangguran tertinggi ada pada laki-laki yakni 83,18 persen naik 0,17 persen poin dan perempuan hanya sebesar 55,50 persen naik 0,06 persen poin dari Februari 2018.

Sibuk-sibuk memberdayakan perempuan, ujungnya jumlah pengangguran laki-laki meningkat. Padahal program women empowering belum dikatakan sukses. Bila mencapai kondisi sukses ledakan pengangguran laki-laki pasti terjadi. Negara juga yang kesulitan mengatasi. Jika sudah begini lalu siapa yang rugi?

Lebih lagi bila berhitung social cost akibat ngotot menerapkan konsep bathil kesetaraan gender. Hancurnya institusi keluarga akibat perempuan salah lokus aktivitas. Misalnya split personality bagi generasi, narkoba merajalela, free sex menjadi life style, kriminalitas meningkat karena laki-laki pengangguran, premanisme, syndrom cinderella compleks pada perempuan.

Pun dalam kehidupan politik, atas prakarsa PBB perempuan didorong paksa dengan kuota 30 persen untuk mencapai kondisi 'ideal' planet fifty-fifty tahun 2030. Perempuan diiming-iming kursi panas menjadi penguasa pada berbagai level pemerintahan, di kota dan di desa. Seolah dipimpin laki-laki adalah aib bagi kaum perempuan. Sementara tidak ada satu bukti pun bahwasannya baik-buruknya kepemimpinan politik suatu masyarakat bergantung jenis kelamin sosial (gender).

Lihat saja di Myanmar ketika dipimpin perempuan, Aung San Suu Kyi toh justru membiarkan tak hanya laki-laki dibantai kaum ekstrimis Buddhis. Wanita, anak-anak, orang tua Rohingya turut dibasmi hanya karena mereka muslim. Sementara Hasina Wajed, Perdana Menteri Bangladesh atas alasan keamanan dan stabilitas Bangladesh menginginkan para pengungsi Rohingya segera dipulangkan ke Myanmar, padahal tidak ada jaminan keamanan bagi mereka yang dipulangkan.

Lalu kata siapa bila perempuan memimpin pemerintahan maka perempuan akan terlindungi? Di Indonesia, perempuan para penguasa daerah tak sungkan untuk korupsi dan membangun dinasti kekerabatan, para menteri perempuan juga tak empati kepada lonjakan harga cabe. Aksi jual aset BUMN sanggup juga dilakukan menteri perempuan sehingga tak hanya hajat perempuan yang tergadai, bahkan hajat hidup seluruh rakyat. Rupanya pemimpin perempuan bisa lebih 'sadis'!

Maka konsep kehidupan yang ditawarkan oleh Islam saja yang layak dan benar. Islam mengembalikan manusia baik laki-laki maupun perempuan kepada fitrah penciptaannya. Laki-laki adalah qawwam bagi perempuan, arrijaalu qowwamuuna 'alannisaa'. Laki-laki dibebani oleh Allah SWT sebagai penanggung jawab dan pemimpin untuk melindungi dan memuliakan perempuan, anak-anak, dan lansia. Sementara negara wajib bertanggungjawab memberikan jaminan kepada laki-laki agar dapat menunaikan tugas fitrah dari Tuhannya.

Negara membuat berbagai kebijakan politik untuk menciptakan lapangan kerja bagi laki-laki dan merealisir iklim usaha yang kondusif agar roda ekonomi terus berputar. Dalam Islam laki-laki wajib berdaya bahkan negara akan memaksa laki-laki untuk berdaya. Tidak ada tempat bagi laki-laki untuk bermalas-malasan menunggu rizki turun dari langit. Adalah aib bagi negara yang gagal memberdayakan laki-laki.

Pun tak penting posisi strategis kekuasaan (pemerintahan) diisi oleh laki-laki. Tidak akan muncul masalah disparitas gender sebagaimana telah digaungkan kaum feminis yang memang gagal memahami akar masalah kehidupan manusia. Sebab dalam Islam asas pemikiran politik negara bukan sekulerisme yang menyerahkan pengaturan urusan manusia pada manusia yang pasti lemah dan terbatas sekalipun berhimpun bersama.

Islam menjadikan aqidah Islam menjadi asas negara sekaligus asas bagi sistem kehidupan yang diterapkan oleh negara. Laki-laki dan perempuan dipandang sama sebagai hamba Allah, tidak berbeda kecuali kadar ketakwaan mereka. Hamba yang takwa insya Allah membawa maslahat bila menerapkan sistem yang berasal dari Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (TQS. At-Taubah: 71).*

Endiyah Puji Tristanti, S.Si

Penulis dan Pemerhati Politik Islam

 


latestnews

View Full Version