RASA keadilan pada prinsipnya adalah kesadaran akan nilai buah dari keselarasan dan keseimbangan diantara semua pihak untuk menikmati kesempatan berperan atau fasilitas yang menjadi haknya. Rasa keadilan pada umumnya muncul dari sanubari apabila justru dirasa ada sesuatu yang kurang pada tempatnya. Ketika keadilan itu terlaksana dan semua pihak telah menerima hak atas peluang berperan dan fasilitas yang ada, biasanya akan timbul rasa kedamaian dan kebahagiaan. (kompasiana.com)
Sebaliknya jika keadilan yang diinginkan tidak terpenuhi, maka rasa keadilan tersebut akan muncul dan berubah menjadi rasa ketidakadilan. Rasa ketidakadilan dapat datang dari berbagai aspek kehidupan seseorang, antara lain: aspek ekonomi, sosial, politik, dan hukum. Seperti pada hari ini, dapat kita saksikan banyak kasus ketidakadilan yang santer berasal dari aspek hukum.
Hal ini pula yang menimpa Baiq Nuril Maqnun, korban pelecehan seksual yang justru divonis penjara karena perekaman illegal. Ia tak kuasa menahan tangis saat membacakan surat permohonan amnesti untuk Presiden Joko Widodo. Seusai menyerahkan surat ke Moeldoko, Baiq Nuril turut membacakan surat itu di hadapan awak media. Dalam surat itu, awalnya Baiq Nuril menceritakan bagaimana ia kerap mendapat pelecehan seksual verbal dari atasannya yang merupakan Kepala Sekolah SMA 7 Mataram.
Baiq pun merekam percakapan dengan atasannya itu untuk berjaga-jaga. Selanjutnya, seorang teman Baiq Nuril meminta rekaman itu diserahkan ke DPRD Mataram. Belakangan rekaman tersebut tersebar di media sosial dan Baiq Nuril dilaporkan oleh kepala sekolah kepada kepolisian. Baiq Nuril mengaku tak menyangka langkahnya merekam percakapan mesum itu justru berujung sanksi pidana. Baiq pun langsung ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan sebelum ia menjalani proses sidang di PN Mataram. (kompas.com)
Kasus Baiq Nuril adalah satu dari sekian kasus ketidakadilan hukum yang terjadi. Belum lekang dari ingatan kita beberapa kasus ketidakadilan lain yang menimpa seseorang di jalur hukum. Misalnya kasus penyebaran video Buni Yani, kasus Nenek Asyani yang diduga mencuri 7 batang kayu jati milik Perum Perhutani, kasus nenek Minah yang harus mendapatkan hukuman 1 bulan penjaran dengan masa percobaan 3 bulan karena terbukti mencuri 3 buah kakao seharga Rp 2.000, dan lain sebagainya. Ironi yang cukup membuat masyarakat geleng-geleng kepala.
Hal ini juga diperparah dengan praktik mafia hukum di Indonesia yang justru semakin merajalela. Penegakan hukum sangat lamban, sehingga banyak kasus kejahatan-kejahatan yang disikapi secara lamban akan menggerus hukum semakin rendah. Mental rusak para penegak hukum yang memperjualbelikan hukum pun sama artinya dengan mencederai keadilan. Mencederai keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah melawan kehendak rakyat.
Alam demokrasi-kapitalisme yang dijunjung di Indonesia turut andil dalam melenggangkan ketidakadilan. Para pembuat hukum membuat hukum sesuai dengan pesanan para pemilik modal dan kepentingan, sehingga hukum yang diterapkannya pun akan selalu berpihak pada mereka. Sedangkan bagi rakyat kecil, hukum menjadi tidak adil dan lalai akan fungsi hukum itu sendiri.
Oleh karena itu, diperlukan jalan keluar dalam mengatasi berbagai kesalahan dalam penerapan hukum di negeri ini. Dari sisi sumber hukum atau undang-undang, diperlukan sumber hukum yang konkrit, benar, tidak bias, dimana hal tersebut tidak kita dapati pada sumber hukum saat ini. Jika kita merujuk pada Islam, Allah SWT sesungguhnya telah menurunkan sumber utama hukum berupa kitab Al Quran melalui Rasul-Nya Muhammad SAW. yang mengatur seluruh aspek kehidupan dan kita diperintahkan untuk mengimani dan menerapkannya.
Selanjutnya, dalam penerapannya pun diperlukan penegak hukum yang tunduk patuh pada sang pembuat hukum itu sendiri, sehingga ia takut untuk berbuat curang dan tidak adil. Namun, penegakan hukum menurut Islam tidak dapat diterapkan tanpa adanya payung hukum yang tinggi, yakni negara yang menganut ideologi Islam juga. Sehingga sudah seharusnya kita berupaya dalam mewujudkannya dan rasa keadilan terhadap hukum pun dapat digapai oleh seluruh rakyat.*
Fita Rahmania, S. Keb, Bd
Aktifis Fikrul Islam