Oleh:
Ummu salman
BEREDAR foto siswa-siswi salah satu sekolah menengah mengibarkan bendera hitam dan putih bertuliskan kalimat tauhid. Salah satu pengunggah foto itu adalah pemilik akun @Karolina_bee11. Foto itu disorot oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily. Komisi VIII DPR membidangi bidang keagamaan dan bermitra dengan Menteri Agama. Ace langsung mention Menag Lukman di cuitannya.
"Pak Menag @lukmansaifuddin mohon segera diklarifikasi tentang penggunanaan atribut bendera ini yang kabarnya berada di MAN 1 Sukabumi. Seharusnya Madrasah, apalagi yang dikelola @Kemenag_RI harus mengedepankan semangat NKRI daripada penggunaan bendera yang identik dengan organisasi yang terlarang," cuit Ace. Cuitan Ace itu ditanggapi langsung oleh Menag Lukman. Kemenag telah menerjunkan tim ke MAN tersebut untuk mendapatkan penjelasan. "Sejak semalam sudah ada tim khusus dari pusat yang ke lokasi untuk investigasi," kata Lukman lewat Twitter, Minggu (21/7/2019). Detik.com(21/7/2019).
Alergi Bendera Tauhid?
Tindakan pak Menag yang dengan cepat dan sigap memerintahkan untuk melakukan investigasi terhadap pengibaran bendera tauhid oleh siswa-siswi tersebut tentu berlebihan. Apakah pemerintah saat ini telah sebegitu alerginya dengan kalimat tauhid? Bahaya seperti apa yang mereka khawatirkan dengan pengibaran bendera tersebut? Jika dibandingkan dengan video viral sebelumnya dimana siswa-siswi sekolah menengah mengisi salah satu kegiatan di sekolahnya dengan berdangdut ria dan berjoget-joget dengan goyangan seronok, apakah ini tidak lebih berbahaya bagi generasi muda kita?
Sejak peristiwa pembakaran bendera tauhid pada peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Lapangan Limbangan, Garut, Jawa Barat, Senin 22 Oktober 2018, bendera tersebut mulai dipersoalkan. Mulai tuduhan bahwa bendera tersebut adalah milik salah satu organisasi terlarang, pengibarnya adalah orang-orang yang terpapar paham radikalisme, anti NKRI, intoleran dan berbagai tuduhan negatif lainnya.
Mengapa hal-hal yang berhubungan dengan Islam begitu dicurigai di negeri yang mayoritas muslim ini? Sebagai muslim sungguh pertanyaan ini harus kita tanyakan dalam diri kita masing-masing, karena jika kita memang betul-betul alergi, maka sadarilah sesungguhnya jiwa kita ini sedang sakit digerogoti oleh virus bernama sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan). Betapa virus sekulerisme ini telah begitu dalam, menancap kuat pada pemikiran kaum muslimin. Bahkan saking alerginya, kita begitu ketakutan dengan selembar kain bertuliskan kalimat tauhid. Bukankah kalimat tauhid ini adalah kalimat yang sangat kita harapkan untuk bisa kita ucapkan saat menghadap Allah nanti. Pun dakwah yang menyerukan untuk kembali kepada aturan Allah juga dicurigai dan dituduh sebagai makar dan akan menghancurkan bangsa. Padahal kondisi carut marut di negeri ini penyebabnya adalah sekulerisme, bukan Islam.
Mencintai Panji Rasulullah
Jika kita menapaki sejarah perjalanan dakwah Rasulullah Saw, kita akan mendapati kisah tentang panji Rasulullah. Panji Rasulullah Saw terdiri atas dua, yaitu Al Liwa' berwarna putih, tertulis di atasnya Laa ilaaha illa Allah Muhammad Rasulullah dengan tulisan warna hitam. Yang kedua adalah Ar-Rayah berwarna hitam, tertulis di atasnya Laa ilaaha illa Allah Muhammad Rasulullah dengan warna putih.
Mari kita belajar dari kisah perang mu'tah, tentang kecintaan para sahabat yang mulia kepada panji Rasulullah. Tentara kaum muslimin yang berjumlah 3000 orang berperang melawan 100.000 pasukan Romawi. Rasulullah mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai pemimpin perang dan menyerahkan Ar-Rayah padanya. Beliau berpesan: "Jika Zaid gugur, maka Ja'far bin Abi Thalib menggantikannya memimpin pasukan. Jika Ja'far pun gugur, maka 'Abdullah bin Rawaahah mengambil posisinya memimpin pasukan". Ketika perang, Zaid bin Haritsah memanggul Rayah Nabi Saw dan membawanya maju ke jantung pertahananan musuh. Dia melihat maut membayang di hadapannya, namun dia tidak takut karena memang sedang mencari syahid di jalan Allah.
Akhirnya sebatang tombak musuh berhasil merobek tubuhnya. Rayah segera diambil alih Ja'far bin Abi Thalib seorang pemuda pemberani yang umurnya masih 33 tahun. Ketika dia melihat musuh telah mengepung kudanya dan melukai tubuhnya, dia justru semakin maju ke tengah musuh sambil mengayunkan pedangnya. Tiba-tiba seorang tentara Romawi menyerangnya dan menebas tubuhnya hingga terpotong jadi dua bagian, dia pun gugur. Lalu Rayah disambar 'Abdullah bin Rawahah lalu membawanya maju dengan menunggang kudanya dan sempat sedikit ragu-ragu, namun akhirnya dia melesat ke depan dan berperang hungga akhirnya terbunuh. Dan bendera diambil Tsabit bin Arqam.
Sungguh kisah heroik tersebut memberikan teladan kepada kita, bagaimana kecintaan para pemuda Islam kepada panji Rasulullah Saw. Bandingkan dengan kaum muslimin terutama para penguasa kita saat ini, yang baru dikibarkan saja sudah dcurigai sampai investigasi pun dilakukan kepada mereka yang mengibarkannya.Wallahu 'alam bi shawaab.*