View Full Version
Senin, 29 Jul 2019

Pemuda dan Media Kapitalis

 

Oleh:

Rika Yuliana

Mahasiswi UIN Antasari Banjarmasin

 

FILM yang berjudul “Dua Garis Biru” telah berhasil tayang setelah beredar petisi penolakan film tersebut, petisi yang beredar di tarik kembali oleh yang mengedarkan di duga mereka salah mengartikan maksud dari film dua garis biru.

Dua Garis Biru mengisahkan tentang dua orang remaja SMA bernama Dara dan Bima yang berpacaran sampai melampaui batas. Film ini bisa menjadi cermin bagi kehidupan remaja dan anak muda di zaman sekarang yang tak lagi punya batasan. Di pertengahan cerita, dunia Bima dan Dara tak lagi berwarna terlebih keduanya harus menjadi orang tua.

Film ini membawa pesan tentang hubungan yang salah bisa membawa banyak masalah. Konflik demi konflik digambarkan gamblang penuh pesan satir dan sentilan. Film ini mendapat dukungan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) John Hopkins Center for Communication Program (JHCCP) dan Forum Genre Indonesia (FGI) mengajak para generasi muda untuk menonton dan berdiskusi mengenai film 'Dua Garis Biru'. Film berdurasi 1 jam 53 menit ini memang baru dirilis perdana tayang di bioskop pada 11 Juli 2019. Detiknews.com (16/7/19)

Sebaiknya film seperti ini tidak di tayangkan di media karena sedikit banyaknya berpengaruh terhadap yang menonton, mungkin sang penulis alur cerita memandang film ini sebagai pelajaran bagi pemuda untuk lebih berhati-hati dalam bergaul dengan lawan jenis namun bagi yang menonton atau melihat dapat menyalahi arti dari maksud atau pesan yang di sampaikam dari film ini.

Di sadari atau tidak film seperti ini dapat merusak generasi muda yang seharusnya menjadi ujung tombak perubahan bagi dirinya sendiri, keluarga, agama dan negaranya, adegan-adegan dan alur cerita film tersebut membuat otak anak memikirkan dan cenderung meniru hal yang demikian.

Film ini dengan jelas menggambarkan pergaulan yang tidak terbatas Antara laki-laki dan perempuan, padahal sangat jelas Islam mengatur interaksi Antara laki-laki dan perempuan baik yang mahram hingga yang bukan mahramnya.

Dalam Islam interaksi Antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram hanya sebatas dalam perkara muamalah, kesehatan, pendidikan, dan hukum. Tidak lebih dari itu. Berbeda dengan hari ini dimana interaksi Antara laki-laki dan perempuan tidak mempunyai batasan hingga melebihi batas pertemanan yang mereka sebut dengan “pacaran”.

وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا

Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.(QS. Al Isra.32)

Pada quran Al Isra ayat 32 dijelaskan bahwa jangan sekali-kali mendekati zina karena merupakan suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk, namun nyatanya hari ini banyak yang mendekatinya bahkan ada yang telah melakukan. Ini di sebabkan taka ada peran negara untuk mengayomi mayarakatnya untuk menjauhi hal yang demikian.

Disinilah pentingnya peran Negara untuk mengatur segala permasalahan rakyatnya, mengapa Negara? Karena kekuasaan tertinggi terletak pada negara yang di pimpin oleh kepala negara yang mana kebijakan yang di ambil berpengaruh terhadap rakyatnya.

Peran negara yang di maksud disini ialah negara yang menerapkan peraturan sejalan dengan Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam setiap lini kehidupan. Karena hanya Islam lah yang dapat mengatur manusia, kehidupan dan alam semesta sesuai dengan fitrahnya.Wallahu a’lam bish shawab.*


latestnews

View Full Version