View Full Version
Rabu, 31 Jul 2019

Ada Sekulerisme Dibalik Isu Penghapusan Mata Pelajaran Agama

Oleh: Tity Maharani Swastika, S.si 

(Ketua Majlis Ta’lim Khairunnisa Ciamis)

Isu penghapusan mata pelajaran agama dari sekolah kembali mencuat. Adalah Setyono Djuandi Darmono (SD Darmono) yang kembali mencuatkan gagasan tak lazim ini.

SD Darmono mengemukakan ide tersebut dalam acara bedah bukunya yang ke-6 berjudul Bringing Civilitation Together di Jakarta pada tanggal 4 Juli 2019 yang lalu. 

SD Darmono mengungkapkan bahwa pendidikan agama tidak perlu diajarkan di sekolah namun cukup diajarkan oleh orang tua masing-masing atau guru agama di luar sekolah.

Pernyataan kontroversi SD Darmono tersebut langsung menuai reaksi penolakan dari berbagai kalangan. Salah satunya berasal dari wakil Ketua Komisi X DPR, Reni Marlinawati  yang berpendapat bahwa pernyataan yang menganggap pendidikan agama sebagai pemicu adanya politisasi agama merupakan pernyataan yang keluar batas (Kompasiana, 6 Juli 2019). 

Pengamat pendidikan Doni Koesoema pun tak sepakat dengan pernyataan SD Darmono tersebut lantaran pendidikan agama dianggap sebagai hal penting. Beliau mengatakan bahwa pendidikan agama telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia Indonesia (Geloranews.com, 7 Juli 2019).

Sebelum SD Darmono, ide penghapusan pelajaran agama telah lebih dulu digaungkan oleh Prof. Musdah Mulia, seorang politikus PDIP sekaligus Eksekutif Megawati Institute. Ia mengambil contoh Singapura yang sudah 22 tahun mengambil kebijakan menghapus pelajaran agama, namun justru signifikan membentuk penduduk yang tertib, disiplin dan toleran. Berbeda dengan Indonesia, katanya lebih lanjut, pemerintah mewajibkan pelajaran agama di sekolah, namun justru yang terjadi malah Indonesia dikenal dengan negara terkorup, bahkan tak luput juga di kementrian agama.

Bahkan di tahun 2017 lalu telah heboh perihal kabar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan akan meniadakan pelajaran agama di kelas (http://m.tribunnews.com/amp/nasional/2017/06/14/kemendikbud-bakal-hapus-pelajaran-agama-di-kelas-ini-pro-dan-kontranya).

Kemendikbud berencana meniadakan pelajaran agama formal di dalam kelas dan akan menggantinya dengan pendidikan (agama) di madrasah diniyah, masjid, pura, atau gereja. Kemdikbud beralibi, rencana itu terkait pemberlakukan waktu kegiatan belajar lima hari sekolah.

 

Sarat Aroma Sekulerisme

Pendidikan agama merupakan kebutuhan pokok yang harus diberikan kepada rakyat dari semua kalangan  (siswa, mahasiswa dan masyarakat lainnya). Menghapuskan ajaran agama dari kehidupan sekolah sama halnya melemparkan generasi ke lubang biawak. Dan apabila wacana penghapusan pelajaran agama benar-benar terealisasi, maka ini menjadi bukti bahwa sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia adalah sistem pendidikan sekuler.

Dalam sistem pendidikan sekuler agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual.  Agama hanya boleh mengatur hubungan individu dengan tuhannya saja. Agama bukan diletakkan sebagai ruh dari semua mata pelajaran yang ada. Namun agama memiliki ruang tersendiri, sementara pelajaran lain berada di tempat yang lain lagi.

Keterpisahan ini semakin menegaskan ada paradigma sekulerisme yang melandasi struktur kurikulum dan proses penyelenggaraannya dalam sistem pendidikan nasional di negeri ini. Sekulerisme inilah yang mengakibatkan kekacauan kurikulum serta kegagalan pendidikan seperti yang kita saksikan hari ini.

Kacaunya kurikulum yang berawal dari asasnya yang sekuler tadi mempengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang bagi proses penguasaan pemahaman islam dan kepribadian islam yang semestinya.  Sehingga pendidikan sekuler terbukti telah gagal dalam menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yaitu abidu al-shalih yang muslih.

 

Posisi Agama Dalam Sistem Pendidikan Islam

Islam diturunkan oleh Alloh SWT dengan seperangkat aturan yang sempurna dan paripurna. Islam tidak mengenal adanya pemisahan agama dari kehidupan.  Begitupun dalam pendidikan.

Pendidikan dalam islam adalah sebuah upaya untuk mengubah manusia dengan pengetahuan tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai islam.

Dengan demikian pendidikan dalam islam adalah suatu proses mendekatkan manusia pada tingkat kesempurnaannya dan mengembangkan kemampuannya yang dipandu oleh aqidah islam.  inilah paradigma dasarnya. Berkaitan dengan itu, maka secara pasti tujuan dari pendidikan islam adalah menciptakan sumber daya manusia yang berkepribadian islami.

Untuk mencapai hal tersebut maka semua metodologi pendidikan dirancang dan diarahkan guna tercapainya tujuan tersebut. jadi, pendidikan islam bukan semata-mata hanya transfer of knowledge namun juga transfer of personality.

Dalam sistem pendidikan islam, agama (Aqidah Islam) menjadi asas/landasan dalam penentuan arah dan tujuan pendidikan, pembentukan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar.

Aqidah islam juga menjadi dasar dalam penentuan kualifikasi tenaga didik (guru/dosen) serta budaya sekolah/kampus yang akan dikembangkan. maka, konsekuensi dari hal tersebut adalah waktu pelajaran untuk pemahaman islam dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya mendapatkan porsi yang besar

Paradigma pendidikan yang berasaskan aqidah islam tersebut berlangsung secara berkesinambungan mulai dari PAUD/TK hingga perguruan tinggi. Sehingga diharapkan akan mampu menghasilkan peserta didik yang berkepribadian islam dan menguasai pemahaman islam serta ilmu-ilmu kehidupan.

Oleh karena itu pendidikan dalam islam diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal shaleh dan ilmu yang bermanfaat.  Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam pendidikan islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas namun kualitas pendidikan.

Demikianlah, dalam islam, agama dan aspek pendidikan menjadi satu titik yang sangat penting.  Terutama untuk menciptakan sumber daya manusia yang handal sekaligus memiliki komitmen yang tinggi dengan nilai keislamannya. Waulallahu’alam.


latestnews

View Full Version