Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojuin, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Maimun Zubair alias Mbah Moen dikabarkan wafat saat menunaikan ibadah haji di Makkah, Arab Saudi, Selasa (6/8).
"Info sementara yang saya terima dari Gus Rozin benar," kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini, lewat pesan singkat, Selasa (6/8).
Soal kejadiannya, Helmy menyebut itu belum lama. "Baru saja," ucap dia. Meski begitu, ia belum memberi penjelasan soal penyebab kematian Mbah Moen, yang juga tokoh senior PPP itu. (CNNIndonesia).
Dikutip dari laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), kiai yang akrab disapa Mbah Moen itu dikenal sebagai seorang alim, fakih sekaligus muharrik (penggerak). Mbah Moen bahkan merupakan rujukan ulama Indonesia dalam bidang fikih. Mbah Moen juga kawan dekat dari Kiai Sahal Mahfudh, yang sama-sama santri kelana di pesantren-pesantren Jawa, sekaligus mendalami ilmu di Tanah Hijaz.
Mbah Moen juga meluangkan waktunya mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. Mbah Moen juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul al-ulama al-mujaddidun.
Selepas kembali dari Tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Mbah Moen mengabdikan diri mengajar di Sarang,. Pada 1965, Mbah Moen istikamah mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang. Pesantren ini kemudian menjadi rujukan santri belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.
Selama hidupnya, Mbah Moen memiliki kiprah sebagai penggerak. Dia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama tujuh tahun, dan menjadi anggota MPR utusan Jawa Tengah. Dia juga saat ini menjabat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Politik dalam diri Mbah Moen bukan tentang kepentingan sesaat, tapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan.
Ditengah Ummat saat ini yang berada dalam kegelapan. Ummat butuh lentera agar tidak terjerembab dalam kubang kemaksiatan yang terlalu dalam. Sosok ulama adalah lentera yang menerangai ummat. Ulama dengan segudang ilmunya akan mendidik dan membina ummat dengan ajaran Islam. Kita ulama wafat maka ummat akan kehilangan segudang ilmu. Dengan wafatnya ulama, berarti Allah telah mulai mengangkat ilmu dari manusia. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋَﺎً ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣﻦ ﺍﻟﻌِﺒﺎﺩِ ﻭﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣﺘَّﻰ ﺇﺫﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺅﺳَﺎً ﺟُﻬَّﺎﻻً ، ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menggangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah menanggkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. mereka sesat dan menyesatkan.“ (HR. Bukhari)
Hari ini ummat butuh seorang figur yang mengajarkan Islam kaffah (Islam yang sempurna). Islam yang tidak hanya mengajarkan aspek spiritual saja. Namun umat juga butuh seorang ulama yang mengajarkan Islam dari aspek politik. Umat Islam tidak ada yang menjaga, sehingga umat Islam kondisinya terjajah, miskin dan terhina.
Ketika ketika Islam hanya diambil dari aspek spiritualnya saja maka ummat Islam akan terjajah. umat Islam seperti buih ditengah lautan yang diperebutkan oleh musuh. Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati,” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud).
Sosok Mbah Moen adalah ulama sejati. Semasa hidupnya beliau mengabdikan diri untuk Islam. Mbah Moen adalah sosok ulama pewaris para nabi. Hal ini sebagaimana didalam hadits Rasulullah SAW: “Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham dan mereka hanya mewariskan ilmu, maka siapa-siapa yang mengambilnya berarti dia telah mengambil bahagian yang sempurna”. (Hadits ini shahih, dan Imam Turmuzi, Ibnu Majah juga meriwayatkan Hadits tersebut). Wafatnya Mbah Moen meninggalkan sejuta kenangan yang tak terlupakan bagi orang-orang terdekat tak terkecuali untuk Indonesia.*
Siti Masliha, S.Pd,
Aktivis Muslimah Peduli Generasi