View Full Version
Sabtu, 10 Aug 2019

Hati-hati Transaksi Jual Beli Online Bisa Jadi Gharar

GHARAR adalah “ketidakpastian”. Maksud ketidakpastian dalam transaksi muamalah adalah ada sesuatu yang ingin di sembunyikan oleh sebelah pihak dan akan menimbulkan rasa ketidak adilan serta penganiayaan kepada pihak yang lain. Dan ketidakpastian itu mengandung unsur “penipuan”. Penipuan yang dilakukan oleh satu pihak kepada pihak yang lain. Ketidakjelasan atau keraguan tentang adanya komoditas yang menjadi objek akad, ketidakjelasan akibat, dan bahaya yang mengancam antara untung dan rugi. Dalam islam Gharar adalah perkara yang dilarang dan haram hukumnya karena sangat merugikan salah satu pihak yang lain.

Adapun beberapa pendapat dari para ulama:

  • Ibnu Taimiyyah berpendapat: Gharar ialah hal yang meragukan antara dua perkara, dimana tidak ada yang lebih nampak/jelas.
  • Ibnu Qayyim berpendapat: Gharar adalah sesuatu yang tidak diketahui hasilnya, atau di kenal hakikatnya.
  • Abu Ya’la berpendapat:Gharar adalah konsekuensi yang tidak diketahui.

Gharar  banyak dilakukan oleh pedagang online pada era modern ini dan manusia dituntut untuk saling bersaing dan berkompetisi. Salah satu bentuk kompetisinya adalah berbisnis atau pun berdagang, dalam berdagang masyarakat banyak mementingkan hasil, bukan manfaat, sehingga banyak para pedagang menghalalkan banyak cara agar mereka memperoleh untung sebanyak-banyaknya dan tanpa memikirkan benar atau tidaknya tindakan yang dilakukan demi sebuah keuntungan yang menggiurkan dan tidak mengutamakan kualitas, kuantitas, bahkan harga dari sebuah barang yang diperjualbelikan tersebut.

Di dalam hadist Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda:

 “Rasulullah telah melarang jual beli al-hashah(jual beli dengan lempar batu kecil) dan jual beli secara gharar”(HR.Muslim).

Secara bahasa gharar bermakna khatar yakni mengandung bahaya atau bermakna khida yakni menipu. Jadi gharar bisa di bilang segala bentuk transaksi yang terkandung di dalamnya unsur jahalah (ketidakjelasan) atau taruhan (judi).

Dan gharar ini terjadi bila mengubah sesuatu yang pasti menjadi tidak pasti. Diantara contoh praktik gharar adalah sebagai berikut:

  • Gharar dalam kualitas, seperti penjual yang menjual anak sapi yang masih dalam kandungan.
  • Gharar dalam kuantitas, seperti dalam kasus ijon.
  • Gharar dalam harga (gabn), seperti murabahah rumah 1 tahun dengan margin 20% atau murabahah rumah 2 tahun dengan margin 40%.
  • Gharar dalam waktu penyerahan, seperti menjual barang yang hilang atau tidak ada.

Dikarenakan dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara bathil. Padahal Allah SWT melarang memakan harta orang lain dengan cara bathil. Sebagaimana disebutkan dalam firmannya “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui”(Al-Baqarah 2:188). 

Saat ini jual beli online sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, terutama bagi kalangan remaja. Karena disana banyak barang-barang yang diperjual belikan lebih menarik di banding di toko-toko. Seperti halnya baju-baju, sepatu, tas dan hijab. Tetapi kebanyakan barang yang diperjual belikan tidak sesuai dengan gambar yang di tawarkan. Dan tidak sedikit konsumen yang merasa kecewa dengan barang yang mereka beli dari online shop tersebut.

Di awal pembelian memang sudah dijelaskan bahan dan kualitas barang yang akan dibeli oleh konsumen. Tetapi terkadang setelah pemesanan dilakukan dan barang sudah ada ternyata bahan dan kualitas banyak yang tidak sesuai dengan penawaran awal. Tidak sedikit pula konsumen yang tertipu oleh online shop karena setelah konsumen melakukan transaksi pengiriman uang nyatanya barang yang dipesan tidak dikirim.

Sudah jelas bahwasanya jual beli online mengandung unsur gharar karena disana terdapat ketidakpastian dan jual beli gharar tersebut dilarang dalam Islam. Maka dari itu berhati-hatilah dalam melakukan transaksi jual beli, kita harus memperhatikan hukum dari jual beli tersebut terlebih dahulu. Kita juga harus memperhatikan faedah dan mudorot dari barang yang kita beli.*

Ahmad Farhan

Mahasiswa STEI SEBI Depok, Jawa Barat

 


latestnews

View Full Version