View Full Version
Selasa, 13 Aug 2019

Idul Adha: Aktualisasi Pengorbanan Sang Hamba Terbaik

GEMA takbir Idul Adha berkumandang  syahdu merasuk hingga kalbu. Pertanda hari raya yang ditunggu telah tiba.Hari Raya Idul Adha sarat akan makna dan kaya hikmah. Ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari Hari Raya Kurban ini.  Hari dimana kaum muslim  seluruh penjuru berkumpul melaksanakan ibadah haji di Baitullah.

Idul Adha juga dikatakan sebagai hari raya kurban. Kurban merupakan aktualisasi keimanan seorang hamba yang mulia. Sebab seorang hamba belum layak dikatakan mencintai Allah dan Rasulnya sebelum ia diuji. Sejatinya cinta kepada Allah membutuhkan perjuangan,  pengorbanan, ketaatan dan pembuktian dengan adanya ujian.  Sebagaimana pengorbanan yang dicontohkan hamba Allah Nabi Ibrahim as ketika keluarga beliau diuji.

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar”. (QS. ash-Shaffat: 102)

Kurban pada hakikatnya bukan sekedar  menyembelih hewan kemudian dagingnya disedekahkan kepada fakir miskin. Pengorbanan adalah sebagai sebuah konsekuensi logis dari keyakinan yang diperjuangkan untuk mencapai totalitas ketaatan . Hal ini tampak dari kesanggupan Nabi Ibrahim as menyembelih anak kandungnya sendiri, Ismail, sebagaimana firman Allah Swt dalam Alquran yang kita kutip di atas.

Bisa dibayangkan ketika seorang anak yang sangat dicintai diminta untuk disembelih. Orang tua mana yang ridho ketika anaknya disakiti. Tapi itu semua dilakukan atas dasar ketakwaan Nabi Ibrahim as kepada Rabb yang menciptakannya. Fitrahnya ketika yang dicintai meminta pembuktian cinta, maka tak ada satupun alasan untuk menolaknya. Tapi bukan modus apalagi cinta buta yang tidak dilandaskan pada keimanan.

Pengorbanan Ibrahim as bukan semata-mata didorong oleh perasaan taat dan setia yang membabi buta, tetapi meyakini bahwa perintah Allah SWT itu wajib dipatuhi. Sekaligus sebagai peringatan kepada umat yang akan datang,  adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi melaksanakan  perintah Allah Swt.

Mendekatkan diri

Kata kurban dalam bahasa Arab bermakna mendekatkan diri. Dalam literature fiqh Islam dikenal dengan istilah udh-hiyah, sebagian ulama menamakannya dengan istilah an-nahr sebagaimana yang dimaksud dalam Alquran dengan firman-Nya, “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.” (QS. al-Kautsar: 2).

Alqur'an telah mencatat kisah para Nabi misalnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, telah menunjukkan pengorbanan yang sangat besar dalam berjuang menegakkan Islam di muka bumi ini. Perjuangan Rasulullah dan para sahabat ternyata harus dibayar dengan pengorbanan yang diderita oleh umat Islam di Mekkah. Dimana umat Islam disiksa, diboikot dan sederet tindakan keji lainnya dari kaum kafir Quraisy. Rasulullah SAW  pernah dilempari batu oleh penduduk Thaif, dianiaya oleh Ibnu Muith. Leher beliau pula pernah dicekik dengan usus onta sedangkan Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam. Para sahabat seperti Bilal bin Rabbah ditindih dengan batu besar yang panas di tengah sengatan terik matahari di siang-bolong. Yasir dan keluarganya dibantai dan seorang ibu yang bernama Sumayyah ditusuk kemaluan beliau dengan sebatang tombak.

Sejarah Nabi Yusuf as yang disiksa dan dibuang ke sebuah sumur tua oleh saudara-saudaranya sendiri adalah bagian dari pengorbanan beliau menegakkan kebenaran. Sejarah Nabi Musa as yang mengalami tekanan, tidak hanya dari Fir’aun, tetapi juga kaumnya sendiri, adalah juga wujud dari pengorbanan beliau. Berbagai pengorbanan lainnya telah melekat  oleh para Nabi dimasanya.

Makna Pengorbanan

Perintah Allah Swt kepada Nabi Ibrahim as agar menyembelih putranya hanya bisa dihadapi dengan penuh kesabaran oleh orang-orang yang memiliki keimanan yang sejati saja. Keluarga Nabi Ibrahim as adalah simbol Ketaatan tersebut. Seorang ayah ,ibu dan anak yang ikhlas,sabar dengan penuh keyakinan  melaksanakan perintah Allah yang amat berat.

Tak ada  ruginya melakukan Pengorbanan di jalan Allah Swt,  semata-mata mencari ridhaNya. Sehingga penyakit individualisme, kesombongan, keserakahan, arogansi, kedengkian, serta penyakit mental dan sosial lainnya itu bisa diatasi. Dari sinilah generasi dan umat terbaik akan terwujud  dalam bingkai Ketakwaan.*

Mira Susanti

Aliansi Penulis Perempuan Untuk Generasi


latestnews

View Full Version