Oleh: Henyk Nur Widaryanti
“Labbaik labbaik wa sa’daik wal khoiru biyadaik war roghbaa-u ilaika wal ‘amal (Aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu dengan senang hati. Segala kebaikan berada di tangan-Mu. Segala harapan dan amalan hanya untuk-Mu).” (HR. Bukhari no. 1549 dan Muslim no. 19).
Panggilan dari tanah suci telah bergema. Berbagai umat dari penjuru negeri berkumpul dalam satu tempat. Kulit putih, hitam, merah maupun coklat. Besar atau kecil. Tua atau muda. Kaya atau miskin menjadi satu atap dalam naungan ibadah. Tunduk, patuh, taat dalam melaksanakan ibadahnya.
Dalam ketundukan itu para jamaah berihram, wukuf di Arofah, tawaf, sai dan tahalul. Mereka mengikuti segala ritual haji secara urut, tidak dipilah dan ikhlas melaksanakannya. Seluruhnya karena panggilan keimanan untuk taat pada tata cara berhaji.
Taat tanpa tapi dalam kehidupan
Sebenarnya ketaatan itu tak sekadar berhaji. Haji adalah miniatur ketaatan seorang hamba. Haji adalah tuntunan Nabi Saw. Rasulullah Saw tidak hanya membawa aturan haji untuk dilaksanakan umatnya. Berbagai macam aturan, mulai dari ibadah, akhlak, makanan, muamalah hingga uqubat (sanksi).
Seluruh aturan yang dibawa oleh Rasulullah hendaknya diambil semuanya. Sebagaimana firman Allah:
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (QS. Al Hasyr : 7)
Maka, tidak diperkenankan bagi seorang muslim untuk menolak atau memilih aturan sesuai yang disukainya. Hal ini dijelaskan Allah,
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS Al-Ahzab: 36)
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, ‘Kami beriman kepada sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain),’ serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman dan kafir). Merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Kami telah menyiapkan siksaan yang menghinakan untuk orang-orang yang kafir itu.” (QS An-Nisa’: 150-151)
Ketiga ayat di atas menyampaikan bahwa kita tidak boleh memilih sebagian dan mengingkari sebagian yang lain. Allah menyebut dalam surat ini bahwa orang yang demikian sama halnya dengan orang kafir.
Sikap semestinya seorang mukmin
Mukmin adalah sebutan bagi orang yang beriman. Mereka akan senantiasa menjalankan perintah Allah. Ketika diserukan kalimat Allah maka mereka mengatakan "Kami dengar dan kami patuh". Sebagaimana ayat ini:
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan Kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung". ( QS. An Nur : 51)
Dikisahkan ketika Rasulullah mendapatkan wahyu haramnya khamer. Seluruh masyarakat muslim Madinah langsung membuang benda haram itu. Hingga Madinah dikatakan banjir Khamer. Peristiwa lainnya ketika turun ayat menutup aurat, para muslimah dengan sigap melaksanakannya. Mereka mengenakan kain seadanya demi menjalankan kewajiban berpakaian.
Inilah gambaran muslim taat. Mereka senantiasa menjalankan taat tanpa tapi. Tidak pernah berpikir berat dalam ketundukan kepada Allah. Ikhlas menjalankan ibadah, hanya demi meraih ridhoNya. Wallahu a'lam bishowab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google