View Full Version
Senin, 19 Aug 2019

Mahfud oh Mahfud

Oleh: M Rizal Fadillah (Pengamat Politik)

Sentimen pada HTI menyebabkan persoalan Enzo begitu cepat direaksi dan menyatakan TNI kecolongan.

Sebenarnya ini adalah pelecehan pada institusi TNI. Dalam kasus SBY saat jadi taruna tidak disebut sebagai kecolongan juga. Kebencian pada HTI membawa sikap membabi buta. Ujungnya saling tantang menantang, bersayembara pula. Obyeknya adalah bendera tauhid.

Dalam berita Gatra.com Mahfud MD lagi lagi bikin masalah. Dia menyebut ulama radikal Saudi lari ke Indonesia membawa Jutaan US Dollar dan mendirikan pesantren antara lain di Yogya dan Magelang. Kemudian mengembangkan radikalisme.

Sejak awal perlu klarifikasi apa yang dimaksud dengan radikalisme itu. Kemudian jelaskan saja siapa ulama itu. Jangan main teka teki dan sok tahu. Persoalan agama dan umat Islam selalu dipojokkan oleh isu isu seperti ini. Dulu kenyang kita dengan isu terorisme.

Professor itu seharusnya lebih memberi pencerahan untuk mencerdaskan publik, bukan tukang "celetuk" tak bermutu. Sudah tak jelas ditambah tendensius lagi. Professor muslim mestinya membela komunitas muslim bukan menembak sana sini ikut menjadi komunitas Islamophobia.

Umat Islam sudah berat menghadapi lawan lawan "luar" pembencinya, kini terus direcoki oleh orang orang "dalam" yang sok cendekiawan dan negarawan. Cobalah sekali kali belajar "alif ba ta" menjadi pembela Islam.

Pak Mahfud MD bolehlah menjadi anggota Badan Pembina Ideologi Pancasila bergaji ratusan juta, tapi itu bukan alasan untuk menghancurkan martabat diri dihadapan umat Islam. Bendera tauhid diolok olok, radikalisme agama di panas panasi. Mewanti wanti bukan dengan menuduh nuduh.

Saat Professor mati nama menjadi taruhan. Dimana Bapak berada dan berpihak. Seorang muslim selalu berdoa agar "husnul khotimah". Sayang banyak para tokoh "muslim" berjalan di alur yang berisiko menjadi "su'ul khotimah". Hidayah memang mahal dan memang sepenuhnya menjadi otoritas Allah.

Tidak sepakat dengan cara perjuangan HTI adalah hak, tapi membenci dan mengoyak ngoyak adalah keliru. Ada universalitas terma yang suci disana "Khalifah". Abubakar, Umar, Usman dan Ali adalah shahabat Nabi utama bergelar "Khulafa'ur Rasyidin". Mereka adalah Khalifah yang mulia. Bendera tauhid adalah bendera Nabi, jangan membenci karena tak suka HTI. Sungguh, politik pragmatik menghancurkan reputasi, akidah, dan khidmah agama beserta simbol simbolnya.

Radikalisme kini bukan lagi cara, tapi sudah jadi isu politik. Sudah jadi senjata kaum sekuler untuk melumpuhkan kekuatan Islam. Professor dan tokoh lain jangan terpapar politik jahat sekularisasi ini. Anda muslim yang awalnya dikenal berbasis perjuangan Islam.

Kaum sekuler akan bersorak para tokoh Islam ikut bergerak di jalur kepentingannya. Mereka akan bayar mahal untuk ini dan itu kecil. Justru yang dikhawatirkan kitalah orang orang yang telah menjual harga diri kemusliman dengan "tsamanan qoliilan" harga murah.

Mahfud MD kembalilah ke basis. Belum terlambat kok. Bela lah kepentingan umat. Jangan ikut mengacak-acak. Moga tidak nekad dan merasa tanggung sudah "kecemplung", sebab bila itu yang dipilih, maka kekuasaan Allah tidak akan terbendung. Khawatir kelak masuk golongan orang yang tidak beruntung.


latestnews

View Full Version