View Full Version
Senin, 02 Sep 2019

Hadapi Ayam Impor, Rakyat Siap 'Tempur'?

Oleh: Rini Sulistianam (Pemerhati Masalah Sosial)

Kebutuhan pokok menjadi kewajiban yang memang harus dipenuhi oleh tiap individu. Ayam adalah salah satu kebutuhan pokok (sembako).  Daging ayam disukai oleh masyarakat baik orang tua, remaja maupun anak-anak, selain dagingnya enak, tentu juga  harganya yang murah. Peternak di negeri ini harus siap bersaing dengan peternak luar negeri, karena pemerintah sudah membuka kran impor daging ayam.

Hal ini bisa kita lihat pernyataan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang mengatakan Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk membuka keran impor ayam. Dia mengatakan meski dibuka, bukan berarti ayam impor bisa masuk dengan mudah ke Indonesia. Keran impor ini dibuka sejalan dengan rekomendasi dari WTO terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia.

Adapun, WTO memutuskan bahwa Indonesia telah melanggar empat gugatan Brasil mengenai importasi ayam ras beserta turunannya. Empat pelanggaran itu mencakup pelanggaran aturan mengenai kesehatan, pelaporan realisasi mingguan importir, larangan perubahan jumlah produk, serta penundaan penerbitan sertifikat kesehatan. (TEMPO.CO. 7 Agustus 2019). 

Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin) menolak rencana pemerintah yang hendak membuka keran impor daging ayam dari Brasil. Pemerintah mengambil langkah itu karena kalah di sidang sengketa World Trade Organization (WTO) dari Brasil (detikfinance, 17 Agustus 2019). Hampir semua kebutuhan pangan di negeri ini semuanya adalah import untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Di samping alasan yang telah dikutip dari Menteri Perdagangan.  Bisa dibayangkan dengan adanya kebijakan impor tentu saja merugikan pengusaha/peternak lokal, harga ayam menjadi murah, sehingga keuntungan diperoleh minim yang akan berpotensi alias mengakibatkan kebangkrutan.

 

Impor-ekspor dalam pandangan Islam, haram?

Dalam kebijakan impor tentunya pemerintah harus lebih hati-hati, bukan haram. Karena hal tersebut bisa berbahaya dan mematikan pengusaha/peternak ayam, khususnya peternak kelas bawah.

Dalam islam, perdagangan ekspor  impor adalah boleh karena merupakan bagian  aktifitas perdagangan yang masuk pada aspek muamalah baik secara bilateral maupun multilateral.  Sebagaimana Allah Subhnahu Wata’ala berfirman:

“Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” [QS: al Baqarah : 275].

Dalam dunia perdagangan, ekspor impor adalah sangat penting. Untuk memenuhi kekurangan stok produksi dalam negeri negara boleh mengimpor barang tersebut. Mengimpor barang dari negara kafir pada dasarnya boleh-boleh saja. Yakni selama aturan syariat tetap dipelihara dan begitu juga  mengekspor barang ke negara kafir. Indonesia merupakan negara yang penduduknya adalah mayoritas muslim, tentu harus memperhatikan apa saja yang boleh dilakukan untuk impor dan ekspor. 

Kebijakan perdagangan internasional, dilarang keras apabila kebijakan tersebut merugikan rakyat dan menyebabkan rakyat makin sengsara dalam hal ini khususnya peternak. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam mengurusi rakyat,tidak boleh ada pengabaianatas hak rakyat seperti dengan mengambil kebijakan yang dapat menyengsarakan rakyat.

Hal ini bisa kita lihat  dalam riwayat hadist rasullullah, bahwa fungsi pemerintah adalah laksana penggembala. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:

“Imam (kepala negara) laksana penggembala dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari).

Hadist tersebut menjelaskan pentingnya tanggung jawab seorang penguasa dalam  mengurusi rakyat termasuk persoalan kebijakan  impor, apakah merugikan rakyat atau malah menambah beban rakyat.  Islam melarang penguasa yang berbuat zhalim dan merugikan rakyat . Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih.” [QS. Asy-Syuuraa : 42].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan turunnya kesusahan bagi para pemimpin zalim penindas rakyat.

“Ya Allah, siapa saja yang mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia.” [Diriwayatkan oleh Muslim].*

Masalah impor tidak akan pernah tuntas  dengan kebijakan  neoliberal.  Neo liberal adalah kebijakan ekonomi yang menganut liberalisme.  Peran negara dipangkas sedemikian rupa. Sehingga negara bekerja bak perusahaan yang berorientasi profit.  Lebih parah lagi, negara berkembang seperti Indonesia sering didikte negara-negara besar yang sangat berkepentingan mengembangkan "pasar" bagi produk mereka. Dan negri +62 ini tak bisa mengelak atau lebih tepatya rela didikte!

Sudah seharusnya negara punya kekuatan dalam mengatasi impor terutama melawan rekomendasi dari WTO atas kekalahan sidang sengketa. Dalam pandangan Islam, negara berkewajiban menjalankan  fungsi negara sebagai pelayan dan pengayom umat, melawan tekanan dari pihak asing dengan menunjukan wibawa, sehingga tidak menjadi sasaran empuk dalam menjalankan kebijakan bertentangan dengan Islam.

Hanya  dengan menerapkan Syariat Islam secara kaffah negeri ini akan mampu lepas dari tekanan asing dan mampu mensejahterakan para peternak, bahkan rakya keseluruhan.   Wallahu’alam.


latestnews

View Full Version