Oleh: Huma Hatun
Sebelum heboh tentang isu akan dihapuskannya sejarah peperangan di dalam Islam, pemerintah melalui mentri agama telah sebelumnya menghapus ajaran Khilafah. Tanpa disadari, sedikit demi sedikit ajaran Islam mulai dihapuskan.
Termasuk dalam hal ini mengenai sejarah peperangan Islam. Perang atau dalam syariat disebut jihat adalah sebuah kewajiban yang Allah perintahkan bagi umat muslim. Kewajiban ini bahkan menjadi ibadah yang paling tinggi kemuliaannya di sisi Allah. Seseorang yang terbunuh di medan jihad dapat masuk ke dalam surga tanpa hisab.
Namun demikian, jihad yang dimaksud bukanlah dalam arti bersungguh-sungguh menuntut ilmu, atau bersungguh-sungguh mencari nafkah. Melainkan berjihad untuk menegakkan kalimat Allah di medan perang. Sebagaimana firman Allah:
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal perang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q. S. Al-Baqarah: 216)
Upaya penghapusan sejarah peperangan ini dilakukan oleh Mentri agama, Lukman Hakim, dengan alasan menghilangkan sumber radikalisme. Tidak jarang Islam saat ini sering dikaitkan dengan isu radikalisme, terlepas apa pengertian radikalisme sebenarnya. Baik syariah dan khilafah, sampai pada sejarah jihat atau peperangan mulai ditiadakan.
Menanggapi hal ini, Ustdz Ismail Yusanto menjelaskan bahwa sejarah Islam seperti peperangan baik yang terjadi pada masa Rasulullah ataupun sesudahnya merupakan cerminan dari masyarakat Islam. Hal itu dilakukan kaum muslim untuk menghadapi musuh saat mereka diserang. Dan ini merupaka perintah di dalam hukum syara’, karena umat muslim pada masa para sahabat tidak mungkin berbuat atau melakukan sesuatu tidak bersumber dari ajaran Islam.
Contoh konkrit sebagaimana Rasulullah saw menghadapi pasukan kurais di perang Uhud, perang Badar, dan peperangan lainnya. Itu semua bersumber dari ajaran islam yang sangat jelas tersebut di dalam al-Quran. Dalam surat al-Baqarah disebutkan:
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Perintah diatas mewajibkan umat muslim untuk berperang ketika diserang dan untuk membela diri. Peperangan semacam itu disebut sebagai jihat defensif. Namun, selain jihat defensif ada juga jihat ofensif, yaitu jihat yang dilakuan untuk menghilangkan hambatan fisik di dalam dakwah. Ustad Ismail kembali menegaskan. “Jadi itu semua adalah cerminan dari ajaran islam. Kalau kita menghapus sejarah, kmudian ajarannya ada, lalu bagaimana? Apakah ajaran ini mau dihapus? Kan tidak mungkin.” Tukas beliau.
Beliau kemudian memberikan dua analisa terkait hal ini. Pertama, beliau mengaggap bahwa hal ini adalah sesuatu hal yang aneh. Sikap ini tidak sesuai dengan seorang muslim yang seharusnya mempunyai kewajiban menyebarkan ajaran agama dan menunjukan fakta sejarah demi memperkuat argumennya.
Kedua, bahwasanya peperangan adalah jalan untuk mempertahankan diri dan menghilangkan hambatan fisik serta untuk mewujudkan kemerdekaan. Dan itu sangat berperan besar dalam mewujudkan kemerdekaan kita.
Apa yang mau kita sebut untuk bung karno dan kiayi haji hasyim ashari yang ketika belanda datang untuk menjajah kemudian beliau-beliau menyeru untuk berjihat, nah apakah ini bukan spirit perang? Ini adalah upaya untuk menghilangkan ajaran jihad di dalam islam. Tegas Ustdz Ismail sebelum mengakhiri diskusi. Wallahua’lambisowab.