View Full Version
Selasa, 01 Oct 2019

Quo Vadis Pemberantasan Korupsi

 
Oleh: Maulida Nur Hidayati
 
Komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi kembali dipertanyakan. Mengapa demikian? Sebab beberapa hari yang lalu DPR dan pemerintah terkesan terburu-buru merevisi sejumlah UU. UU revisi tersebut dinilai banyak pihak mendukung koruptor.
 
UU yang dimaksud misalnya UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, UU nomor 12 tahun   1995 tentang Pemasyarakatan dan RKUHP 
 
Hasil revisi UU KPK menyebutkan bahwa KPK harus meminta izin terlebih dahulu kepada dewan pengawas jika akan melakukan penyidikan. Dalam UU pemasyarakatan disebutkan tentang pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus kejahatan luar biasa, termasuk kasus korupsi.
 
Dalam RKUHP, hukuman koruptor diturunkan menjadi minimal dua tahun penjara. Padahal dalam KUHP lama, hukuman untuk pelaku tindak pidana korupsi minimal empat tahun penjara.
 
Dari revisi beberapa UU tersebut sangat jelas menguntungkan koruptor. Koruptor seakan dimudahkan dalam melakukan aksinya. Baik yang baru berniat korupsi, sedang melakukan korupsi, maupun yang sudah jelas menjadi terpidana kasus korupsi.
 
Semua itu menguatkan bukti bahwa para elit penguasa mendukung korupsi. Mereka membuat aturan hanya untuk kepentingan pribadi. Padahal demokrasi mereka gadang-gadang sebagi penyalur aspirasi rakyat. Nyatanya demokrasi hanya menjadi alat untuk melanggengkan korupsi.
 
Hal ini cukup untuk membuktikan bahwa demokrasi adalah sistem yang korup. Selama sistem demokrasi dipakai, kesempatan untuk korupsi akan terus ada, bahkan difasilitasi. Cukuplah hal ini membuat kita meninggalkan sistem yang korup ini dan beralih pada penerapan aturan Islam.
 
Islam sebagi sebuah agama yang menyeluruh memiliki aturan untuk mencegah dan memberantas korupsi. Dalam islam pemilihan wakil rakyat harus berasaskan ketaqwaan dan profesionalitas, bukan koneksi dan nepotisme. Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak untuk penguasa dan wakil rakyat. Islam juga melarang menerima suap dan hadiah bagi para pejabat negara. Islam melakukan penghitungan kekayaan bagi aparat negara.
 
Seperti yang dicontohkan Khalifah Umar bin Khattab. Beliau pernah menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir tahun. Selain itu bagi para pelaku korupsi dihukum dengan tegas dan setimpal. Mulai dari hukuman paling ringan seperti nasehat dan teguran, sampai hukuman yang paling tegas yaitu hukuman mati.
 
Aturan sesuai Islam inilah yang seharusnya diterapkan ditengah masyarakat. Sehingga tidak ada celah untuk melakukan korupsi.

latestnews

View Full Version