Oleh:
Ririn Hidayati (Praktisi Pendidikan)
MAHASISWA seorang pemuda yang istimewa. Dipandang lebih karena intelektualitasnya. Di tangannya lah sebuah peradaban ditentukan. Sebuah amanah besar peradaban dipikul oleh mahasiswa. Amanah besar itu terkait dengan dia dengan Allah, dia dengan keluarga, dan dia dengan masyarakat. Pertama, teringat nasehat Imam Syafii bahwasanya eksistensi pemuda ditentukan hanya dua hal saja. Yaitu ilmu dan taqwa. Jika salah satu atau keduanya tidak ada dalam diri pemuda, maka bertakbirlah empat kali. Alias eksistensi pemuda tersebut tidaklah dianggap. Jelas mahasiswa sebagai seorang muslim yang telah mencapai usia yang mukhallaf. Kewajiban menjalankan syariat Allah secara kaffah itu sudah menjadi konsekuensi iman.
Itu semua akan terealisasi jika dalam diri memiliki pemahaman yang benar terkait syariat Allah. Pemahaman yang benar pastinya didapat dalam proses mengkaji Islam secara kaffah. Sehingga mahasiswa menjadi Islam sebagai kepemimpinan berfikir dalam hidupnya. Islam dijadikan landasan hidup dan tujuan mereka. sehingga mereka tidak akan salah langkah. Menentukan pilihan dan arah perubahan. Karena Islam berasal dari Dzat yang Maha Benar yaitu Allah.
Amanah kedua, mahasiswa juga memikul amanah dari orang tua. Menyelesaikan kuliah dengan baik dan lulus bergelar sarjana. Hal tersebut digadang-gadang ukuran orang tua bangga. Padahal lulus studi S1 namun tidak mengerti syariat Allah justru fenomena miris hari ini. Bentuk-bentuk pelanggaran syariat menghiasi dalam perjuangannya menuntut ilmu. Seperti cumloude namun pegiat pacaran. Cumlode namun menjadi duta barat yang dengan bangga mensyiarkan paham barat. Seperti Sekulerisme, Liberalisme, hingga framing radikalisme. Benar mahasiswa yang intelektual namun faktualnya justru membenci dan pelanggar syariat Islam.
Amanah ketiga, Masyarakat menaruh harapan besar dipundak mahasiswa. Karena mahasiswa sejatinya memiliki posisi strategis yaitu sebagai agent of change. Agent of Change adalah sebuah istilah yang lekat dengan mahasiswa yang mampu melakukan perbaikan kondisi ditengah-tengah masyarakat. Kondisi yang carut marut menjadi kondisi yang lebih baik. Tidak boleh tidak mahasiswa dituntut berfikir kritis dalam memandang suatu kondisi. Tidak boleh apatis. Apalagi individualis. Mahasiswa seharusnya menjadi penyambung lidah masyarakat dengan penguasa. Wal-hasil mahasiswa menghadapi masyarakat dan penguasa. Disinilah mahasiswa harus memegang idealitasnya. Dan tidak terarus opini realitas hari ini.
Ketika berhadapan kepada rakyat, dengan intelektualitasnya mahasiswa semustinya menawarkan solusi Islam sehingga masyarakat memiliki pemahaman bahwa Islam tidak hanya sekadar ibadah ritual tapi juga aturan kehidupan yang mengatur segala aspek kehidupan. Dan ketika berhadap-hadapan dengan penguasa, maka mahasiswa sesungguhnya juga bagian dari masyarakat juga. Di dalam Islam ada sebuah kewajiban masyarakat untuk taat kepada penguasa yaitu menaati Allah dan Rasul.
Dan peran mahasiswa dalam Islam juga adalah muhasabah lil hukkam atau mengoreksi penguasa. Disinilah mahasiswa yang melaksanakan amanah rakyat harus memperjuangkan aspirasi rakyat dengan kebijakan yang dibuat penguasa. Semisal masyarakat tidak ingin kenaikan terhadap biaya kebutuhan hidupnya seperti biaya kebutuhan listrik, BBM, dll. Jika mahasiswa mengetahui terkait fakta kebijakan yang dibuat penguasa berseberangan bahkan bertolak belakang dengan aspirasi rakyat, maka mahasiswa harus lantang memperjuangkan hak rakyat.
Jangan takut dibilang pengkhianat. Pasti posisi mahasiswa akan dianggap ancaman bagi mereka yang terusik kepentingannya jika diketahui mahasiswa kalau kebijakan yang dibuat tidak senafas dengan rakyat. Bak para koruptor, asing dan aseng yang nyata-nyata menghianati negara dan rakyat. Maka mahasiswa jangan mau dibajak oleh para oportunis yang hanya memanfaatkan mahasiswa. Mahasiswa pun tudak boleh luput terhadap permasalahan masyarakat di sekitarnya. Justru mahasiswa yang harus tetap fokus dalam mempejuangkan keadilan bagi masyarakat. Itulah mahasiswa yang amanat. Wallahu alam bi ash-shawwab.