Oleh: Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial)
Dalam dunia pendidikan tinggi, kita mengenal ada program yang namanya 'Bidikmisi', yakni bantuan biaya pendidikan bagi calon mahasiswa tidak mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik baik untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi pada program studi unggulan sampai lulus tepat waktu.
Tak ketinggalan pula di dunia perpolitikan negeri ini,:kita merasakan ada nuansa 'bidikmenteri' yakni bidik-membidik kursi menteri baik jauh sebelum maupun sesudah pelantikan presiden.
Pertanyaannya, apa bedanya antara 'bidikmisi' dengan 'bidikmenteri?'. Jawabnya, kalau 'bidikmisi' berasal dari program pendidikan tinggi, sedangkan 'bidikmenteri', wajar jika programnya berasal dari partai-partai politik yang berkoalisi dengan presiden terpilih.
Uniknya kehidupan demokrasi di negeri ini malah ada partai-partai di luar koalisi juga ikut sibuk "bidikmenteri', sehingga nyaris tak ada partai oposisi kecuali yang masih tersisa hanya tinggal Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Layak kiranya ganti nama jika PKS juga ikut sibuk 'bidikmenteri' berganti nama menjadi Partai Koalisi Sejahtera saja sambil tutup mata meninggalkan konstituennya.
Bidikmenteri tak ubahnya dengan rebutan jabatan. Padahal yang namanya jabatan bukanlah sekadar menaikkan prestise seseorang, tapi dibalik itu jabatan adalah sebuah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya kelak khususnya bagi yang masih beriman kepada Allah dan Hari Akhir.
Sebaliknya, bagi yang tidak beriman tentu akan menempuh berbagai macam cara untuk memuluskan 'bidikmenteri'nya. Na'udzubillahi min dzalik.