Oleh :
Ana Nazahah, anggota Revowriter Aceh
AKU masih berberes rumah kala chat di WathsApp itu masuk. "Assalamualaikum Ukhty Ana. Maaf ganggu. Ana ingin bertanya. Di sana (Indonesia) sudah dilarang pakai cadar?" Begitu isi chatnya.
Sekilas aku tersenyum membaca chat kenalanku yang berdomisili di negeri Jiran itu. Ternyata statement menteri agama terkait burqa (cadar) di negeri kita, diresahkan juga oleh Muslim di negeri tetangga.
Seperti yang kita ketahui, menteri agama Fachrul Razi beberapa hari ini tengah membuat gaduh publik. Fachrul menyindir masalah busana di instansi pemerintah. Ia berencana melarang pengguna niqab atau cadar untuk masuk ke instansi milik pemerintah. Pelarangan cadar itu akan dikaji dan bakal dituangkan dalam peraturan menteri agama. cnnindinesia.com. Kamis (31/10/2019).
Tidak hanya itu, sehari berselang Fachrul kembali berkomentar miring terhadap umat Islam, kali ini terhadap pegawai BUMN "Dari aturan pegawai (celana cingkrang), misal ditegur celana kok tinggi gitu? Kamu enggak lihat aturan negara bagaimana? Kalau enggak bisa ikuti aturan, keluar kamu," semprot Menag Fachrul. liputan6.com jumat (1/11/2019).
Entah pegawai bersangkutan diperintahkan keluar dari statusnya sebagai pegawai negara atau sekalian keluar dari Indonesia. Yang jelas komentar- komentar nyelekit itu telah melukai umat Islam. Menunjukkan tendensi berlebihan bahkan cenderung tidak tepat.
Karena cadar dan celana cingkrang adalah hak privasi Muslim. Pilihan bagaimana seorang Muslim berhubungan dengan Tuhan. Sama sekali tidak ada hubungan dengan radikalisme. Maka tak ayal, Menag Fachrul Razi pun diplesetin netizen sebagai "Menteri radikalisme"
Ya, Menag memang sangat berkomitmen untuk memberantas radikalisme. Seperti yang dipesankan Presiden Jokowi saat pelantikan. Meskipun bukan seorang kiai dan lulusan pesantren, dia kerap memberikan ceramah dan khutbah di masjid yang temanya seputar radikalisme dan Islam yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Kerja keras Menag memang patut kita apresiasi. Walau bagaimanapun 'radikalisme' yang membahayakan dan mengancam kerukunan umat perlu kita tuntaskan bersama. Namun bukan dengan mengkambinghitamkan cadar dan celana cingkrang. Seolah Muslim yang taat dekat sekali dengan paham radikalis yang endingnya teroris.
Ya, walaupun komentar Menag tak akan mengubah status cadar dan celana cingkrang di mata kaum Muslim. Namun upaya penggiringan opini ini, jelas menuai konflik dan kontroversi. Bukan hanya Muslim Indonesia yang tersinggung, bahkan dunia. Seperti yang dikhwatirkan oleh kenalan saya, meski pemerintah di negaranya tidak bersikap begitu.
Aku berfikir beberapa saat sebelum membalas chat temanku itu, "Tokoh politik yang cakap macam tu ukhty, bukan ulama. Syariat Islam tetap harus tegak. Cadar adalah syariat islam," kutekan tombol send. Kuharap penjelasanku membuat dia mengerti.
"Baik ukhty. Terimakasih ukhty ana sebab sudi berkongsi," balasnya kemudian.
Aku menarik nafas dalam. Hatiku sakit tiap persekusi dan diskriminasi atas Islam dan umat Muslim terjadi, apalagi jika jika itu dilakukan oleh pemimpin bangsa sendiri.
Tapi mau bagaimana, kita diatur oleh paham sekulerisme dan liberalisme dalam kehidupan. Selama hukum ini tetap eksis, selamanya hukum Allah terinjak dan direndahkan.*