Oleh:
Ummu Hafidz
Mobalighoh, Tokoh masyarakat Kabupaten Magetan
ALLAH Subhanallahu wa ta' ala Pencipta dan Pengatur telah memberikan banyak potensi kepada manusia. Salah satunya adalah potensi kebutuhan jasmani.
Dari potensi itulah manusia membutuhkan makanan dan minuman untuk keberlangsungan hidupnya. Kebutuhan ini termasuk kebutuhan yang sangat urgen, karena ketika kebutuhan pangan ini tidak tercukupi maka ancaman busung lapar hingga kematian ada di depan mata.
Artinya keberlangsungan kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada tercukupinya kebutuhan pangan. Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang telah menundukkan semua yang ada di bumi dan di langit untuk mencukupi kebutuhan manusia. Hewan, tumbuhan, air, tanah, matahari, dan udara telah di limpahkan kepada manusia. Sehingga manusia bisa dengan mudah mencukupi kebutuhan tubuhnya dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, juga mineral.
Anehnya sampai detik ini manusia masih mengalami masalah kekurangan pangan atau krisis pangan dan kemiskinan yang berdampak pada busung lapar dan stunting ( kekerdilan ).
Apa yang salah ?
Di Indonesia sendiri tahun ini 2019 per Maret BPS mencatat masih ada 25, 14 juta jiwa atau 9, 82% total penduduk yang masih miskin. Penduduk dikatakan miskin jika pendapatan per kapita per bulannya adalah 425.250. Angka stunting pun masih tinggi 30,8 %. Sementara 10,2 % anak - anak di bawah umur lima tahun kurus.
Dari data - data di atas jelas masyarakat kita masih belum terpenuhi kebutuhan pangannya. Di sisi lain masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi banyak yang mengalami obesitas.
Presiden Joko Widodo pada Desember 2014 Islam pernah berjanji mengupayakan swasembada pangan dalam 3 tahun pemerintahanya. "Sudah hitung - hitungan, tiga tahun tidak swasembada, saya ganti menterinya. Yang dari fakultas pertanian bisa antri. Tapi saya yakin bisa, hitung - hitungannya ada. Konsentrasi 11 provinsi, " kata Jokowi di Balai Senat Balairung UGM, Yogjakarta, Selasa (9/12/2014).
Namun, kenyataan tidak seindah yang di bayangkan berdasarkan data Ombudsman RI, total impor beras dalam kurun 4 tahun ( 2015 - 2018 ) sebesar 4,7 juta ton, sedangkan pada kurun 4 tahun ( 2010 - 2014 ) mencapai6,5 juta ton. Jumlah total impor akan meningkat jika pemerintah melakukan kembali di tahun 2019. Sedangkan total impor gula selama kurun waktu ( 2015 - 2018 ) mencapai 17, 2 juta ton, lebih tinggi 4,5 juta ton di banding periode (2010 - 2014).
Selain itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkap keberadaan mafia pangan selama kepemimpinannya. Hal itu disampaikan Amran dalam pidato di acara Serah Terima Jabatan menteri pertanian, Jakarta, Jum'at ( 25/10/2019) ( CNBC Indonesia ).
Ancaman krisis pangan di negara agraris yang tanahnya subur dan gemah Ripah loh jinawi menjadi kronis. Krisis pangan yang terjadi di Indonesia adalah buah dari kebijakan dan praktik privatisasi, liberalisasi, dan deregulasi sebagai inti dari Konsensus Washington.
Akibat praktik itu semua, negara dan rakyat Indonesia tidak lagi punya kedaulatan, yakni kekuatan dalam mengatur produksi, distribusi, dan konsumsi di sektor pangan. Saat ini di sektor pangan, kita telah bergantung pada mekanisme pasar yang di kuasai oleh segelintir perusahaan raksasa.
Krisis pangan juga disebabkan oleh kebijakan dan praktik yang menyerahkan urusan pangan pada pasar ( 1998, letter of Intent IMF ) serta mekanisme perdagangan bebas ( 1995, Agreement on Agriculture, WTO ). Negara pun di kooptasi menjadi antek perdagangan bebas dan melakukan liberalisasi terhadap hal yang seharusnya merupakan state obligation terhadap rakyat.
Karena itu, pemerintah harus membuat perencanaan yang jelas, terukur dan terarah dalam mengatasi krisis pangan dan melepaskan diri dari perangkap yang di pasang negara - negara kapitalis. Apalagi ketahanan pangan bukan sebatas dimensi ekonomi semata, tetapi juga merupakan ketahanan sosial politik suatu bangsa.
Untuk itu, ketahanan pangan yang tangguh harus didukung dengan kekuatan politik karena menjadi bagian dari kekuatan negara dalam menjaga kedaulatan negara dari intervensi asing.
Hari Pangan Sedunia ( World Food Day ) yang di peringgati tiap tanggal 16 Oktober tahun 2019 ini mengambil tema " Tindakan kita adalah masa depan kita, pola pangan sehat untuk Zerohunger 2030 ". Bisakah terlaksana ketika kebijakan pangan masih dalam kendali kapitalis ?
Atau justru keterpurukan yang tidak bertepi akan tetap terjadi, karena sudah dari bawaanya bahwa kapitalis sistem yang rakus dan tidak manusiawi telah menuai kesensaraan bagi kehidupan manusia.
Politik Pertanian Islam
Politik pertanian yang dijalankan oleh negara Islam ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di bidang pertanian.
Kebijakan yang di jalankan dalam bidang pertanian mencakup sektor produksi primer, pengolahan hasil pertanian maupun perdagangan dan jasa pertanian.
1. Sektor produksi pertanian
Kebijakan di sektor produksi primer di tujukan untuk menjamin ketersediaan pangan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi.Intensifikasi ditempuh dengan menggunakan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit unggul, pupuk dan obat - obatan serta menyebarluaskan tehnik - tehnik moderen yang lebih efisien di kalangan petani. Untuk menyediakan itu, negara memberi modal gratis bagi tidak mampu agar mereka dapat mengolah lahan yang dimilikinya.
Adapun ekstensifikasi dilakukan untuk mendukung perluasan lahan pertanian. Negara akan mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah mati dengan jalan mengolahnya. Rosulullah SAW, bersabda : " Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya " ( HR Al - Bukhari ).
2. Kebijakan di sektor industri pertanian.
Di sektor industri pertanian, negara hanya akan mendorong berkembangnya sektor real saja, sedangkan sektor non - real yang diharamkan tidak di beri kesempatan untuk berkembang.Seluruh pelaku ekonomi akan di perlakukan sama. Negara hanya mengatur jenis komoditas dan sektor industri apa saja yang boleh atau tidak boleh dibuat. Selanjutnya, seleksi pasar akan berjalan seiring dengan berjalannya mekanisme pasar. Siapa saja berhak untuk memenangkan persaingan secara wajar dan adil.
Tentunya, pelaku ekonomi yang memiliki kualitas dan profesionalitas tinggi yang dapat memenangkan persaingan.
3. Kebijakan di sektor perdagangan hasil pertanian.
Di sektor perdagangan, negara harus melakukan berbagai kebijakan yang dapat menjamin terciptanya distribusi yang adil melalui mekanisme pasar yang transparan, tidak ada manipulasi, tidak ada intervensi yang dapat menyebabkan distorsi ekonomi serta tidak ada penimbunan yang dapat menyebabkan kesusahan bagi masyarakat.
Demikianlah Islam mengatur agar ketersediaan pangan bagi rakyat terpenuhi, bahkan negara juga memperhatikan semua kebutuhan rakyat terutama primer ( pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan ) bahkan kalau negara mampu akan memenuhi kebutuhan sekunder rakyat.
Karena dalam Islam, penguasa adalah pengembala pengurus rakyat yang akan mempertanggung jawabkan semua yang di berlakukan pada rakyatnya.
Dan hanya dengan di terapkannya aturan Islam secara menyeluruh kebahagian dan ketentraman hidup manusia akan di dapat di rasakan bahkan seluruh alam. Dan tidaklah aku ( Rosulullah ) di utus kecuali untuk Rahmat seluruh alam.Wallahu a' lam bi ash shawab.*