Oleh:
Oktavia Nurul Hikmah S.E.
Pengasuh MT Remaja Kedamean Gresik
TAHUKAH Sobat, gelombang protes di kawasan Timur Tengah pada 2010 lalu –kerap disebut Arab Spring- sesungguhnya dipantik oleh seorang pemuda. Seorang sarjana penjual buah, yang memprotes kedzaliman kebijakan penguasa dengan membakar dirinya. Tentu, ini cara yang amat keliru. Namun, mari kita membincang dari sisi yang lainnya.
Peristiwa ini nyatanya memicu gerakan yang dengan cepat meluas, tak hanya di Tunisia negara sang pemuda, namun juga merembet ke negara-negara di sekitarnya. Sosial media mengambil peran besar di dalamnya. Hingga kemudian kita mengenal istilah Arab Spring, atau musim semi Arab. Hal ini merujuk pada peristiwa protes masyarakat di berbagai negara Arab atas kedzaliman sistem kapitalisme yang merampas kesejahteraan mereka.
Adalah pemuda, sosok yang begitu lekat dengan perubahan. Dakwah Rasulullah disambut antusias oleh kalangan muda. Mereka inilah yang kesadarannya begitu mudah dibangun. Kaum mudalah yang amat memahami, bahwa kejahiliyahan sistem kehidupan di Arab waktu itu harus segera diakhiri. Perubahan harus segera diwujudkan. Dan ideologi Islam menjadi senjata pamungkas perubahan. Rasulullah dan mayoritas sahabat mudanya bahu membahu menciptakan dunia baru di bawah naungan Islam yang penuh rahmat.
Sejarah peradaban Islam pun ditopang oleh kalangan muda. Pemudalah yang menjadi kaum pembaharu, yang mencita-citakan kemuliaan Islam. Al Fatih yang menaklukkan Konstantinopel di usia mudanya. Para cendekiawan muda muslim seperti Al Khawarizmi yang menemukan angka nol, Al Jazari sang insinyur, Ibnu Batutah sang penjelajah, dan ribuan ilmuwan muslim yang menciptakan sejarah. Mereka manfaatkan usia mudanya untuk berbuat sebaik-baiknya demi kemaslahatan umat dan kemuliaan Islam.
Peradaban silih berganti, namun senantiasa diisi oleh kalangan muda. Peradaban Islam memiliki kekhasan yang tidak ditemui pada peradaban lainnya. Ialah ruh keimanan yang mewarnai para pemeluknya. Pejuang perubahan di dalam peradaban Islam melandaskan perjuangannya dengan pondasi aqidah. Pergerakan mereka semata untuk memuliakan kalimat tauhid dan meraih ridha Allah SWT.
Kekhilafahan Islam telah diruntuhkan pada 1924. Sejak itulah, peradaban seolah mundur. Ketiadaan penerapan syariat kaaffah dalam naungan khilafah menyebabkan keterpurukan umat di segenap aspek kehidupan.
Sekulerisme-kapitalisme merajai dunia. Pemuda Islam tumbuh dalam dekapan aqidah, namun tercerabut dari sisi penerapan syariah. Lisan mereka basah dengan syahadat, namun aplikasi kalimat tauhid melenyap. Tak sedikit yang menghafal Qur’an, namun terbentur dalam penerapan. Jangan! Jangan menuding jari pada pemuda. Sekulerisme lah biang keroknya. Keterpisahan agama dari kehidupan menyebabkan manusia kebingungan dalam menjalani kehidupan.
Peran agama dibonsai sekadar ibadah ritual. Sementara sisanya yang banyak mulai dari pergaulan, ekonomi, politik dalam dan luar negeri, kemaslahatan umum, dan lainnya diserahkan pada pengaturan ala akal manusia. Lebih sering dikenal dengan undang-undang atau peraturan pemerintah yang semacamnya. Karena dibuat oleh manusia yang memiliki keterbatasan, aturan-aturan ini pun tidak pernah tuntas menyelesaikan problem manusia. Yang terjadi tambal sulam akibat ketidaksempurnaan aturan.
Sekulerisme mencipta kejahiliyahan modern. Ia merupa dalam berbagai bentuk. Berhala berganti bentuk menjadi harta dan tahta. Pelacuran berganti nama menjadi prostitusi baik fisik maupun online. Kejahatan semakin canggih melampaui batas dan masa. Pemuda disibukkan dengan upaya menggapai kebahagiaan semu. Yaitu kebahagiaan yang mematok pencapaian materi sebagai standar.
Namun, dalam kegelapan yang paling pekat pun pemuda tak kehilangan energinya. Di tengah hingar bingar kerusakan sistem, masih ada pemuda yang ikhlas memperjuangkan perubahan. Mereka yang memahami ketidakidealan yang dicipta sistem sekuler kapitalis. Mereka berupaya mencari jawab pada agamanya.
Mereka membuka diri pada diskusi. Meluangkan waktu duduk melingkar mengkaji Islam. Mereka kaitkan segala kerusakan yang terjadi dan mencari akar muasalnya. Mereka pelajari kembali sejarah Rasulullah dan mencari tahu kemungkinan pengulangan sejarah itu di era kekinian. Hingga mereka dapatkan, kejahiliyahan itu hadir kembali dalam bentuk yang lebih modern. Maknanya, solusi Islam sesungguhnya tetap relevan diterapkan di era kekinian sebagaimana Rasulullah sukses mendakwahkannya ke seantero Arab.
Mereka pun mendapat stigma yang sama. Jika dulu Rasulullah dituduh gila dan tukang sihir, kini para pemuda pendakwah Islam dituduh radikal dan tukang manipulasi agama. Kesamaan di antara keduanya adalah mereka sama-sama menyerukan kebenaran dan sama-sama mendapat predikat buruk atas aktivitas tersebut. Maka, jangan bersedih wahai pemuda pejuang perubahan. Jika Rasulullah yang mulia saja tak luput dari hinaan bahkan siksaan, maka pewaris perjuangannya pun layak mendapat hal serupa. Maka mintalah pertolongan dan kekuatan dari Allah agar diberikan keistiqamahan hingga ajal datang.*