View Full Version
Selasa, 19 Nov 2019

Menakar Substansi Sertifikat Nikah

 

Oleh:

Djumriah Lina Johan

Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam

 

MENTERI Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan pasangan yang belum lulus mengikuti bimbingan pranikah atau sertifikasi siap kawin tak boleh menikah. Program bimbingan pranikah diharapkan mulai berlaku 2020.

“Ya sebelum lulus mengikuti pembekalan enggak boleh nikah,” kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (14/11).

Menurutnya, kementerian yang dilibatkan dalam menyiapkan program ini antara lain Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (CNNIndonesia.com, Kamis, 14/11/2019)

Adanya sertifikat siap kawin sebelum menikah pada hakikatnya tidak termasuk rukun nikah maupun syarat sah menikah di dalam Islam. Dengan demikian, menjadikan sertifikat nikah sebagai salah satu syarat pernikahan tentulah tidak sesuai dengan syariat Islam.

Sejatinya banyaknya kasus stunting, rendahnya tingkat ekonomi rumah tangga, hinggatingginya angka perceraian bukan hanya karena kurangnya ilmu sebelum menikah tetapi lebih disebabkan karena sistem kehidupan negeri ini yang berkiblat kepada Barat.

Sistem kapitalis sekuler yang menjadi akar permasalahan problematika kehidupan berumah tangga, masyarakat, maupun bernegara. Pertama, rendahnya ekonomi di tingkat rumah tangga disebabkan karena sulitnya mencari pekerjaan di negara ini. Ketika suami memiliki pekerjaan pun tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan papan. Karena semakin hari harga kebutuhan pokok semakin tinggi apalagi ditambah naiknya iuran BPJS menambah beban bagi keluarga menengah ke bawah.

Kedua, tingginya kasus stunting karena absennya Pemerintah dalam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok yang halal, sehat, bergizi, seimbang, serta thayyib (baik). Kalaupun ada kebutuhan pokok yang halal dan thayyib harganya jauh lebih mahal. Sesuai dengan sebuah slogan yang berbunyi, “Harga sesuai dengan kualitas.”

Sehingga jika rakyat menengah ke bawah hanya memiliki uang sedikit maka hanya bisa membeli beras yang harganya murah dengan kualitas murahan. Tak ayal beras tersebut sudah berbau dan sudah berubah warna. Walhasil, wajar jika masih banyak kasus stunting di negeri ini.

Ketiga, pergaulan yang serba bebas dan boleh mengakibatkan banyaknya generasi yang terjerumus kepada pergaulan bebas. Belum lagi masih ada konten-konten yang berbau pornografi dan pornoaksi hingga masih beredarnya narkoba dan minuman keras di kalangan generasi. Kehamilan tidak direncanakan pun terjadi. Inilah yang kebanyakan menjadi sebab mengapa banyak terjadi pernikahan dini. Dengan demikian, bukan solusi penyuluhan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan.

Keempat, rusaknya tatanan kehidupan keluarga karena perselingkuhan melalui media sosial menjadi salah satu pemicu. Tak sedikit pula yang bercerai karena istri yang turut membantu keuangan keluarga akhirnya selingkuh dengan rekan sejawatnya. Hal ini pun berlaku sebaliknya.

Dengan demikian, sertifikat nikah yang dimaksudkan menjadi solusi pun terkesan jauh panggang dari api.

Islam sebagai agama yang komprehensif memiliki solusi tuntas untuk permasalahan negeri ini. Pertama, Islam mengatur sistem pergaulan pria dan wanita dengan sudut pandang yang khas. Pria dan wanita tidak boleh berdua-dua (khalwat) maupun bercampur baur (ikhtilat). Dengan pemahaman yang khas ini disertai penanaman keimanan kepada Allah, akan menjadi rem bagi kaum Muslimin agar tidak terjerumus pergaulan bebas maupun perselingkuhan.

Selain itu, anak-anak sedari kecil dididik dengan pendidikan sesuai fitrahnya sebagai laki-laki dan perempuan. Laki-laki dididik menjadi seorang pemimpin yang siap untuk memimpin keluarga dan siap untuk bertanggung jawab mencari nafkah sejak usia baligh. Perempuan dididik agar siap menjadi istri dan pengatur rumah tangga. Sehingga ketika mereka baligh, mereka telah paham dengan tupoksi masing-masing dan siap untuk menikah.

Negara tidak serta merta melepaskan tangan melainkan negara wajib memberikan pendidikan tersebut sebagai bagian dari kurikulum. Negara pun mempermudah perizinan menikah dini bagi laki-laki dan perempuan yang sudah siap untuk menikah. Serta negara memfasilitasi dengan memberikan lapangan pekerjaan, pendidikan gratis, kesehatan gratis, keamanan gratis, hingga menjamin akan terpenuhinya kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan papan.Wallahu a’lam bish shawab.*


latestnews

View Full Version