Oleh:
Wida Ummu Aulia, Member Revowriter
TAK harus menjadi muslim untuk kita memberikan suara pada derita anak-anak di Gaza, Palestina. Menjadi manusia. Sudah cukup bagi kita untuk membela Gaza.
Dimana anak-anak dinegara lain mendapatkan kebahagiaan dimasa kecil mereka. Namun tidak untuk anak-anak gaza. Diusia mereka yang harusnya mereka bermain dan belajar. Yang sewajarnya mereka membaca buku, memegang pencil dan bermain bola.
Namun tidak untuk anak-anak Gaza. Mereka memegang batu, ketapel bahkan senapan. Senjata. Itu yang menemani hari-hari mereka. Bukan suara musik dan lagu anak-anak yang setiap saat mereka dengar. Namun suara meriam dan tembakan peluru yang menghiasi telinga mereka. Bahkan lapar dan dahaga tak mereka hiraukan, demi melawan Israel yang merebut tanah mereka. Nyawapun taruhannya.
Tahukah kita bahwa Palestina adalah tanah umat Islam. Tanah yang dibebaskan oleh Sahabat Umar Bin Khotob tanpa pertumpahan darah.
Meskipun Palestina sempat direbut kembali oleh orang Romawi, Salahudin Al Ayyubi kembali merebutnya. Dengan begitu status Palestina adalah tanah kharajiyah. Dan akan menjadi tanah kaum muslim hingga akhir zaman.
Oleh karena itu, bangsa Israel sebenarnya tak memiliki andil dalam tanah Palestina. Kedatangan mereka hanya sebagai tamu. Namun, mereka justru merebut tanah yang diberkati. Tanpa rasa bersalah, kasihan, simpati ataupun empati.
Dilansir oleh Jurnal Islam (18/11) Wakil Direktur Departemen Endowmen Keagamaan Al-Quds, Najeh Bkeerat mengatakan, ancaman Israel terhadap Masjid Al-Aqsa dan Gerbang Al-Rahma semakin buruk. Dia menilai, penyebabnya adalah agresi militer Israel dan kurangnya respon dunia Arab, regional, internasional, dan dunia Islam pada umumnya.
Bkeerat menambahkan, kurangnya kesadaran tentang pentingnya perjuangan Palestina, Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa di antara warga Palestina, Arab, dan Muslim adalah alasan lain meningkatnya ancaman Israel tersebut.
Kapan derita mereka akan bermuara? Siapa yang akan mengakhiri setiap ketakutan yang mereka rasa? Kemana suara para pejuang HAM? Kemana gerak para penguasa dunia? Kenapa luka anak-anak Gaza justru dipelihara?
Ingatlah hai kita yang berlabel sebagai manusia! Terutama kita yang telah bersyahadat. Semua perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah Ta'ala. Apakah yang akan kita katakan dihadapan-Nya jika kita abai dan diam terhadap derita saudara kita di Gaza?
Jumlah kaum muslimin sangatlah banyak. Namun bagai buih dilautan. Tak punya kekuatan dan pengaruh apa-apa. Bahkan tak punya nyali untuk sekedar bersuara. Menyeru dan mengetuk hati para penguasa. Agar menghapus derita mereka. Bukankah nyawa seorang muslim lebih berharga dari dunia dan seisinya. Apalagi jika nyawa jutaan anak manusia.
"Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak" (HR.Turmudzi).
Hujatan, kecaman dan seruan genjatan senjata pada Israel yang disuarakan untuk Gaza hanyalah fatamorgana. Seolah ada namun sia-sia tak memberikan manfaat apa-apa untuk Gaza.
Bantuan logistik seperti obat, pakaian dan makanan hanya mampu membuat anak-anak Gaza bertahan hidup. Bukan untuk memberikan kehidupan bagi mereka. Karena kehidupan adalah rasa aman dan nyaman tinggal di atas tanahnya untuk menjalani kehidupan sesuai perintah agama-Nya.
Semoga. Akan segera datang. Penguasa. Imam. Yang akan membebaskan Gaza dan memberikan kebahagiaan bagi anak-anak Gaza, Palestina.
Semoga akan segera datang. Penguasa. Imam. Yang akan merebut kembali tanah Palestina dari Yahudi Israel untuk umat Islam. Dan semoga akan segera datang masa, ketika Islam dihargai dan tidak diinjak-injak lagi. Yaitu masa, ketika peradaban Islam berkuasa di atas bumi. In syaa Allah!*