Oleh: M. Rizal Fadillah (Pemerhati Politik)
Peristiwa unik terjadi di sebuah sekolah SMP 21 Batam. Seorang anak tidak mau mengangkat tangan tanda hormat pada bendera merah putih yang dikibarkan. Dasarnya adalah keyakinan bahwa menghormat demikian sama dengan "menyembah".
Pimpinan sekolah tak bisa menerima sikap "indisipliner" sang murid. Saat orang tuanya dipanggil, dijawablah bahwa si anak tetap hormat pada bendera dengan berdiri tegak. Hanya tak bersedia mengangkat tangan sebagaimana biasa berhormat bendera. Menurut ibundanya Herlina, hal ini karena keyakinan iman.
Awal di "ultimatum" untuk ikut aturan atau mengundurkan diri. Karena tak ada yang dipilih, maka akhirnya dikeluarkanlah pelajar ini. Pro dan kontra pun terjadi.
Setara Institute yang biasa membela "kesetaraan" atas dasar HAM setuju dikeluarkan. Danramil Batam Barat 02 Sitinjak juga setuju. Beberapa pandangan menyatakan perlu memaklumi keyakinan salah satu sekte kristiani seperti ini. KPAI menilai terburu buru Sekolah mengeluarkan siswa tersebut.
Teringat di masa lalu ketika putri muslimah di sekolah sekolah negeri dipersoalkan "melanggar aturan" dengan memakai kerudung. Demikian kuat tekanan kemestian berseragam sama. Namun akhirnya kini menggunakan kerudung atas dasar keyakinan bukan saja dibolehkan tetapi juga sang guru atau kepala sekolahnyapun ikut memakai busana muslimah tersebut.
Terhadap kasus di Batam perlu ditempuh jalan yang adil. Pertama dikaji sejauh mana kayakinan iman tersebut berdasar. Jika ia menyebut "Al Kitab" maka diuji keberadaannya. Kemudian diminta pandangan Ahli Agama. Obyektivitas penting untuk menetapkan hal itu sebagai keyakinan yang semestinya dihargai.
Di lain sisi menghormat bendera harus dengan cara mengangkat tangan adakah landasannya, jika menyebut berdasar undang-undang, maka harus jelas undang-undangnya. Bukan hanya kemestian menghormat tapi juga dalam hal tata cara penghormatan. Lebih jauh menjadi introspeksi tentang uji akar sejarahnya. Bukankah di masa kerajaan dan kesultanan di negeri ini tidak ada dikenal menghormat bendera dengan mengangkat tangan. Dunia militer modern yang mengenalkannya.
Pasal 15 ayat (1) UU No 24 tahun 2004 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara menyatakan :
"Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan dan penurunan Bendera Negara selesai".
Dengan dasar ini sebenarnya anak sekolah SMP 21 Batam tersebut tidak salah. Justru yang salah adalah berhormat mengangkat tangan, termasuk Kepala Sekolah mungkin.
Perlu diketahui bahwa saat upacara Bendera antara SBY dengan JK serta antara Jokowi dengan JK juga berbeda menghormatnya. JK tidak menghornat dengan cara mengangkat tangan, walau keduanya berkopeah.
Nah lebih jauh saat 17 Agustus 1945 dahulu Soekarno dan Hatta menghormat Bendera cukup dengan berdiri tegak dan tidak mengangkat tangan !
Karenanya hal yang berlebihan tindakan Kepala Sekolah mengeluarkan siswa hanya karena menghormati Bendera dengan tidak mengangkat tangan. Perlu koreksi.
Untung siswa tersebut beragama Kristen, jika Muslim mungkin sudah dituduh intoleran dan disebut terpapar radikalisme. Apalagi diketahui Pak Rozi sang Menteri Agama pemberang. Waduh.