Oleh: Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial)
Sedikit sekali pemberitaan soal 2 anak siswa SMPN 21 Batam yang tak mau angkat tangan saat pengibaran bendera sebagai tanda hormat. Tak terbayangkan gencarnya pemberitaan di seantero media picisan di Indonesia, kalau saja yang melakukan itu anak seorang pengurus masjid.
Jika itu dilakukan oleh anak seorang pengurus masjid, maka akan dapat dipastikan gorengan beritanya lewat berbagai versi di media picisan sungguh luar biasa, ditambah pejabat yang berwenang dari pusat langsung turun ke bawah hanya untuk mengurusi soal remeh temeh masalah angkat tangan hormat bendera.
Jika dicermati tindakan super cepat Kepala Sekolah SMPN 21 Batam yang memberhentikan 2 siswanya dengan tidak hormat, apakah si anak ini bukankah menjadi korban perdana gencarnya kampanye SKB 11 Instansi tentang Radikalisme? Pertanyaan berikutnya, apakah tindakan Kepala Sekolah itu sendiri bukan termasuk Radikalisme?
Tak akan bisa dihindari esok atau lusa dan seterusnya akan ada kerancuan tindakan, selama definisi radikalisme yang baku yang telah disepakati bersama belum ada, maka setiap individu akan memaknainya berbeda-beda. Sangat berbahaya kalau yang punya otoritas eksekusi punya definisi sendiri soal radikalisme.
Kelihatannya fokus menyasar paham radikalisme yang seolah menjadi kondisi sangat darurat menjadi program utama dan pertama memasuki bulan kedua perjalanan episode kedua pemerintahan Jokowi?