Oleh:
Ainul Mizan
Guru tinggal di Malang, Jawa Timur
SETIAP 1 Desember 2019, diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Pengetahuan tentang cara penularan HIV baik melalui hubungan seksual (free seks), transfusi darah, dan jarum suntik terus - menerus diulang. Mirisnya, hal demikian tidak mampu mencegah orang yang terjangkit HIV/AIDS. Indikasinya adalah di setiap peringatan Hari AIDS sedunia tetap tidak sepi dari himbauan agar masyarakat tidak mengucilkan ODHA.
Kasus HIV yang dilaporkan tiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Sedangkan kasus penyakit AIDS yang dilaporkan relatif stabil. Orang yang terinfeksi HIV sudah banyak menyadari akan keadaan dirinya. Artinya ketika masih dalam keadaan terinfeksi, mereka sudah melakukan terapi kesehatannya.
Data dari Kemenkes RI disebutkan bahwa pada tahun 2018, kasus HIV ada 46.659 dan AIDS ada 10.190 kasus. Pada tahun 2019, sampai Juni dilaporkan ada 22.600 kasus HIV dan 2.912 kasus AIDS. Sementara itu yang berpotensi besar menjadi ODHA cenderung didominasi oleh kaum pria daripada kaum wanita. Di tahun 2017, dilaporkan ada 30.621 kaum pria yang terjangkit Hiv/AIDS. Untuk kaum wanita sejumlah 17.579 orang. Pada tahun 2018, dilaporkan ada 29.787 ODHA kaum pria. Untuk kaum wanita sejumlah 16.879. Sedangkan di tahun 2019, dilaporkan ada 14.469 kaum pria dan 8.131 kaum wanita.
Data tersebut masih yang dilaporkan terkait kasus HIV/AIDS yang terjadi di Indonesia. Tentunya dalam skub dunia, kasus HIV/AIDS akan lebih banyak lagi. Dan untuk membayangkanya sudah sangat mengerikan. Terbersit sebuah tanya, sampai ke berapa kali harus diadakan peringatan Hari AIDS sedunia? Tidakkah hal demikian menyadarkan kita semua bahwa data - data tersebut hanya bertutur pada kita akan bobroknya asas kehidupan yang melingkupi kita saat ini. Ya itulah sekulerisme.
Asas kehidupan yang bercorak sekulerisme telah meminggirkan peran agama dalam mengatur kehidupan manusia. Secara khusus terkait tema HIV/AIDS, sekulerisme telah mencampakkan peran agama dari pergaulan pria wanita. Notabenenya dalam kehidupan kaum muslimin, pergaulan yang islami sudah terpinggirkan oleh budaya barat yang merusak.
Tidak ada lagi rasa malu akibatnya pergaulan pria wanita sangat bebas, membuka aurat di tempat umum, bahkan hingga terjadi perzinaan dan pemerkosaan. Tidak mau kalah, penyimpangan orientasi seksual seperti LGBT juga ikut menyumbang data - data kasus HIV/AIDS yang cenderung mengalami tren peningkatan. Inilah potret kehidupan sekulerisme.
Solusi yang dijadikan alternatif dalam menangani kasus HIV/AIDS ini tetap ala sekulerisme. Pemakaian kondom, tidak berganti jarum suntik, dan hingga solusi melakukan hubungan seks hanya dengan satu pasangan. Frase satu pasangan ini pun bisa berkonotasi dengan pacarnya saja dan atau suaminya saja. Tetap saja semua tawaran solusi tersebut tergantung individu masing - masing, karena kebebasan individu betul - betul diagungkan dalam sekulerisme. Padahal keimanan individu itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Dengan kata lain, alternatif solusi yang ditawarkan bagaikan menggantang asap.
Peringatan Hari AIDS sedunia mestinya menjadi cambuk yang bisa mengantarkan manusia kepada sebuah kesadaran. Kesadaran yang membangunkan umat Islam khususnya akan bobroknya dan gagalnya sekukerisme dalam menyelamatkan kehidupan manusia. Umat Islam sedunia yang cukup besar jumlahnya sangat potensial mengarahkan dunia untuk menggusur sekulerisme. Sekulerisme telah menjadi manusia tidak takut kepada Alloh swt. Betul sabda Rasul saw yang menyatakan bahwa jika kalian tidak memiliki rasa malu, maka berbuatlah sekehendakmu.
Islam yang berasal dari Dzat pemilik alam semesta telah memiliki seperangkat aturan kehidupan yang lengkap dalam memandu pergaulan pria dan wanita di masyarakat. Prinsip pengaturan Islam dalam pergaulan pria wanita adalah terjadinya kerjasama yang baik di antara keduanya guna mewujudkan kemaslahatan individu serta masyarakatnya, dengan tetap menjaga kemuliaan diri. Dengan demikian bangunan masyarakat yang bersih diliputi suasana keimanan dan ketaqwaan akan bisa diwujudkan.
Jangan sampai peringatan hari AIDS sedunia ini hanya ceremonial tanpa taring yang bisa menghentikan kebobrokan sekulerisme. Kalau begitu, mempertahankan sekulerisme berarti ikut mempertahankan kebobrokannya di setiap momen Hari AIDS sedunia. Sangat memprihatinkan!*