View Full Version
Sabtu, 18 Jan 2020

Liberalisasi Pariwisata

 

KEINDAHAN pesona alam Indonesia ternyata belum sepenuhnya bisa dimanfaatkan dengan baik. Terbukti banyaknyadestinasi pariwisatadi negri ini, yang diklaim dapat menjadi sumber devisa instan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, belum bisa mensejahterakan negri dan rakyat, hal ini di karenakan pariwisata era kini hanya menjadi “ajang bisnis”. Sama persis dengan sektor yang lain. Berorientasi profit, bebas nilai.

Bahkan baru-baru ini ditemukan fakta bahwa beberapa tradisi kesyirikanmasih banyak dilakukan di sekitar tempat wisata di Indonesia. Seperti yang terjadi di Sumedang, pada Even Tari Umbul Kolosal ribuan warga diharuskan melakukan tarian yang membuat mereka jatuh pingsan dan kesurupan karena tak kuat menahan teriknya matahari.

“Jadi tegang begini ya. Sirine ambulan hampir semuanya berbunyi, belum lagi yang berteriak-teriak karena kesurupan. Terus yang pingsan karena kepanasan juga malah tambah banyak,” kata Yudi Permana (39), salah seorang pengunjung asal Kec. Situraja, saat diwawancara di sekitar Kantor Satker Jatigede

https://kabar-priangan.com/puluhan-penari-pingsan-dan-kesurupan-saat-even-tari-umbul-kolosal-di-waduk-jatigede/

Di tempat lain, di Daerah Berau, Kalimantan, tradisi adat Buang Nahas di Kampung Talisayan, Kecamatan Talisayan, kembali digelar masyarakat. Tradisi adat yang selalu digelar di akhir bulan Safar tahun hijriah tersebut, bertujuan untuk  membuang segala keburukan dan berdoa bersama untuk mendapat keselamatan, kemakmuran, dan dijauhkan dari segala bencana.Namun, masyarakat dan panitia pelaksana Buang Nahas tahun ini, sangat kecewa. Kecewa kepada Camat Talisayan Mansyur yang disebut tidak merestui tradisi adat mereka dengan alasan bertentangan dengan akidah islam.

“Susah sudah kalau bicara akidah. Karena masing-masing berbeda pandangannya soal akidah,” katanya saat ditemui di lokasi acara.

https://m.berau.prokal.co/read/news/62298-camat-tinggalkan-warga-talisayan.html

Dari dua berita diatas menunjukkan bahwa masih banyaknya pariwisata syirik yang masih dilakukan di negri ini, padahal hal ini sangat bertentangan dengan akidah islam dan ini sekaligus menunjukkanlemahnya pemahaman umat di negri mayoritas muslim ini.Realitasnya, tak bisa kita pungkiri bahwa kehidupan umat Islam hari ini, termasuk di Indonesia memang sudah sangat jauh dari tuntunan Allah SWT. Mereka muslim, tapi keislamannya tak nampak dalam perikehidupan mereka. Adat dan tradisi seperti buang nahas dan tarian yang dipamerkan oleh masyarakat indonesia dianggap sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. Disadari atau tidaksejatinya aktivitas kesyirikan tersebutlah yang menyebabkan lemahnya akidah umat sebagai kunci kekuatan umat. Umat yang harusnya bersatu, dengan adanya tradisi ini malah disibukkan dengan acara yang kurang bermanfaatbahkanmenghasilkan kemudharatanbagi warga .

Pengembangan pariwisata dengan menghidupkan budaya lokal yang mengandung ajaran kesyirikan dengan alasan memiliki “daya jual” terbukti menuai petaka.Menghidupkan sektor pariwisata dengan menghidupkan budaya lokal yang banyak mengandung syirik jelas mengundang murka Allah. Bagaimana bisa negri ini diberkahi jika Sang Pemilik Alam sudah murka?

Di Sisi Lain , Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Amalia Adininggar Widya mengatakan di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu, sektor pariwisata dapat menjadi kunci pertumbuhan ekonomi suatu negara.Amelia menjelaskan kalau salah satu “jalan pintas” yang bisa digunakan untuk menyelamatkan devisa negara adalah lewat sektor pariwisata.

“Analisis sementara menunjukkan industri pariwisata tidak terpengaruh oleh perang dagang. Meski sedang terjadi perang dagang, orang-orang tetap berwisata,” papar Amelia dikutip dalam siaran persnya, Sabtu (29/06/2019).

http://www.monitorday.com/melalui-sektor-pariwisata-indonesia-mampu-hadapi-dampak-perang-dagang-as-china

Dengan pernyataan yang dilontarkan Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Amalia Adininggar Widy, menguatkan anggapan bahwa hari ini publik terlanjur menelan mentah-mentah pandangan sesat yang mengharuskan kita memfokuskan diri pada sumber pendapatan yang baru, yaitu sektor pariwisata. Sektor ini ditetapkan sebagai primadona atau unggulan yang dianggap berkontribusi besar mengentaskan kemiskinan bangsa serta dapat menghadapi kesulitan ekonomi akibat perang dagang AS – Cina. Padahal Jauhnya kesejahteraan dari negeri ini bukan karena kurangnya sumber pemasukan. Namun karena pilihan salah terhadap sistem ekonomi untuk mengatur pengelolaan sumber daya alam maupun sumber daya lain. Sistem ekonomi kapitalistik dan liberal yang menjadi rujukan mengelola sektor ekonomi menyebabkan makin buruknya kondisi ekonomi bangsa

Fokus pembangunan pada aspek non strategis ini adalah salah satu sarana mengokohkan penjajahan bagi kaum kapitalis.Mereka mampu meyakinkan pemerintah untuk membangun infrastruktur dan pariwisata sebagai investasi yang menguntungkan. Kemudahan investasi pada bisnis ini terjadi, karena pariwisata adalah sektor yang diunggulkan dalam strategi pasar bebas, sehingga kaum kapitalis bisa leluasa mengeruk kekayaan strategis negri ini dengan status sebagai investor. Pariwisata menjadi sektor andalan agar terjadi arus modal dan investasi dari berbagai negara, korporasi ataupun personal ke suatu negeri. Hal ini seakan menjadikan sektor ini mampu menggairahkan pertumbuhan ekonomi. Sayangnya pertumbuhan yang terjadi tidak mampu mensejahterakan negeri dan rakyat. Karena keuntungan sektor pariwisata hanya berlari kepada pemilik modal.

Oleh karena itu, untuk melepaskan diri dari penjajahan pariwisata dibutuhkan kesadaran, kemauan, dan kekuatan yang bersifat ideologis dalam diri penyelenggara negara dan masyarakat. Bias ideologi negara yang  selama ini terbuka pada sosialisme-komunisme dan condong kepada kapitalisme-demokrasi harus dihilangkan.

Caranya dengan mengembalikan penerapan ideologi yang berasal dari Penguasa Alam Semesta sebagai jaminan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kedaulatan politik suatu negara. Dan sistem Islam dengan keagungannya adalah alternatif tunggal yang sepadan dalam menghadapi penjajahan tunggal kapitalisme.*

Renita

Ibu rumah tangga tinggal di Bandung, Jawa Barat


latestnews

View Full Version